Namaku Rain Mantheus. Berumur 10 Tahun. Aku di lahir kan di Kerajaan Medisa. Negeri kaya akan Sumber Daya Alamnya dan menjadi pusat perdagangan di Benua Napolith.
Aku adalah anak terakhir dari tiga bersaudara, kakak laki laki ku Benes Mantheus ber usia 21 Tahun, sedangkan kakak perempuan ku Eliza Mantheus ber usia 15 Tahun.
Saat ini kami bertiga sedang berada di ruang belajar yang di Khususkan hanya untuk kami bertiga di Istana Kerajaan. Guru kami bernama Lenos Zebter adalah seorang Profesor serta tangan kanan Ayahku dalam urusan Pemerintahan. Saat ini kami bertiga menerima pelajaran tentang Ilmu-ilmu Politik dan Pemerintahan.
Seperti biasanya Kakak Perempuanku akan menjahili ku ketika Pelajaran Politik dan Pemerintahan, selama ini aku jadi kehilangan fokus karena kejahilan kakak ku Eliza. Yah, kakak ku memang tak menyukai pelajaran ini.
'Aku sudah tidak tahan dengan tingkah konyol dan jahil kak Eliza' ucapku dalam hati penuh kekesalan.
" Guru Lenos. " Ucapku sembari menahan tangan kak Eliza yang berusaha menyentuh sisi kiri perutku.
" Ada apa, Tuan Muda?" Guru Lenos bertanya sembari memberhentikan kegiatannya menulis di papan tulis.
" Aku sudah tidak kuat dengan Kejahilan kak Eliza, aku ingin kak Eliza untuk tidak mengikuti pelajaran ini lagi. Aku kehilangan fokus dan tak mampu menangkap apa yang guru jelaskan kepada kami." Ku lihat guru Lenos memasang muka bingung.
"Maaf, Tuan Muda, saya tak bisa lakukan itu. Jika saya keluarkan Nona Eliza ini, Raja akan memarahi saya." Memberikan Mimik muka tak enak hati kepadaku.
Namun, sebelum aku kembali berbicara, Kak Bene sudah mengeluarkan suara.
" Eliza kau boleh keluar, nanti aku yang akan berbicara pada Ayah bahwa kau tak menyukai Pelajaran Politik dan Pemerintahan." Sembari memberikan senyum pada Kak Eliza. Aku lihat kak Eliza mulai mengendurkan tangannya.
"Terimakasih Kak Bene, Aku pergi dulu. selamat tinggal adikku yang lucu" ucap kakakku sembari memberikan kedipan mata dan pergi keluar dari ruang belajar. Aku menatap kak Eliza penuh kekesalan.
"Tapi Tuan Muda, Aku bisa di omelin oleh Yang Mulia." ucap Guru Lenos tampak ketakutan.
"Tenang saja, aku yang akan berbicara pada Ayah, Tak perlu takut Pak tua." Ucap Kak Bene
"Baiklah, Tuan Muda." Guru Lenos kembali melanjutkan sesi pelajaran yang sempat terhenti sebentar.
( 10 Tahun Kemudian )
Tepat hari ini adalah Pemilihan Putra Mahkota atau Penerus Ayahku. Jika Kerajaan lain memilih Putra Mahkota dengan memakai sistem Anak tertua yang akan menjadi Penerus, berbeda dengan yang Ayahku lakukan.
Ayahku akan memilih Putra Mahkota melalui orang kepercayaannya Lenos Zebter yang telah mengajari kami selama 10 Tahun.
Dari semua yang telah Ayahku jelaskan, Aku unggul dalam Penilaian yang Ayahku berikan. Ku lihat mimik wajah Kakaku Bene tampak serius dalam mendengarkan setiap perkataan yang ayahku lontarkan. Tak ku lihat muka Kekalahan. Padahal dia tau bahwa aku unggul dalam setiap aspek.
" Baiklah, Aku akan segera memilih siapa yang akan menjadi Penerusku". Ayahku berdiri dan mulai menyebut nama yang akan Ayahku Pilih. "Aku memilih Rain Mantheus sebagai Putra Mahkota."
Seperti yang aku duga, aku yang akan terpilih.
" Ayahanda, Maaf, aku tak ada keinginan untuk menjadi Penerusmu." Ucapku.
" Apa alasannya?" Ayahku, Lenos, Kakaku Bene serta semua yang hadir menatap bingung ke Arahku.
" Aku ingin menghargai setiap perjuangan dan waktu, yang telah kak Bene berikan demi mewujudkan mimpi menjadi penerus Ayahanda." ucapku pada Ayahanda, ku lihat Ayahku dan semua yang hadir kembali terkejut.
" Di samping aku ingin menghargai perjuangan kak Bene. Alasan sebenarnya adalah, Aku ingin fokus membangun ulang Wilayah tertinggal di Ujung Timur Kerajaan ini. Yaitu, Markoron." Ku harap Ayahku mengizinkan niatan ku ini.
Wilayah Markoron biasa di sebut Tanah Kematian, karena tak ada Sumber Daya Alam dan tentunya Kemiskinan terjadi di sana.
Ku lihat Ayahku menyudahi keterkejutannya
"Baiklah jika memang itu mau mu, aku tak bisa memaksakan kehendak."
"Dengan ini aku memilih Bene Mantheus sebagai Pewaris Tahta." terlihat gemuruh tepuk tangan para pejabat dan tentunya aku pun juga memberi selamat.
" Selamat kak." Sembari memberinya Tanganku untuk berjabat.
"Dasar adik yang mengejutkan." Dengan wajah yang tak menyangka, kakaku menjabat tanganku.
Aku hanya tertawa. Ku lihat Ayah, Ibu, Kak Eliza dan semuanya menatap kami.