Areez Mansion, Auckland, Selandia Baru.
"Aku akan pergi ke South Australia selama satu minggu, aku harap selama aku pergi kau tidak membuat masalah," ucap Areez pelan membuka percakapan dengan Suri yang sedang menikmati makan pagi.
Suri menaikkan satu alisnya. "Aku tidak pernah membuat masalah karena kau lah sumber masalah utamanya."
"Mira..."
Brak..
Secara mengejutkan Suri memukul meja makan dengan keras saat Areez kembali memanggilnya dengan nama Mira, mengagetkan semua orang yang berada di ruangan makan termasuk Areez sendiri.
"Sudah aku katakan tadi malam untuk tidak memanggilku dengan nama itu lagi, kau sepertinya tidak bisa diajak bicara baik-baik ya, Areez. Selama tiga tahun ini aku diam kau jadikan sandera di rumahmu ini, tapi jika kau sudah seenaknya mengganti nama pemberian kedua orang tuaku maka aku tidak bisa tinggal diam." Dada Suri naik turun saat bicara, terlihat jelas kalau Suri sangat marah kali ini.
"Mana mungkin aku bisa memanggilmu dengan nama yang tidak aku lihat buktinya.."
"Berikan aku internet Areez!! Aku bisa menunjukan nama lengkapku padamu jika kau memberikan aku internet," sahut Suri lantang. "Lagipula kenapa kau takut sekali jika aku mengakses internet? Takut ya jika tindakanmu ini akan diketahui polisi?"
Areez masih mengunci bibirnya mendengar kata-kata pedas yang terlontar dari bibir tipis Suri, tidak terlihat sedikitpun kemarahan diwajah Areez.
"Setelah makan siang aku akan langsung berangkat bersama Aldrich..."
"Fuck you, aku tidak peduli. Kau mau pergi besok, lusa atau tidak kembali sekalipun aku tidak peduli jadi jangan bicara lagi denganku. Perutku mual mendengar suaramu!"
Areez menipiskan bibirnya. "Mual? Aku belum menyentuhmu bagaimana bisa kau mual?"
"Oh my lord..berbicara denganmu benar-benar membuatku gila."
"Cepat habiskan makananmu, setelah makan temani aku pergi ke peternakan. Ada 500 ekor sapi datang hari ini, aku ingin memastikan secara langsung kalau sapi-sapi itu dalam kondisi yang sehat," ucap Areez tenang.
"Pergi saja sendiri, aku tidak berminat. Berada di kandang sapi membuatku mual dan ingin muntah," jawab Suri ketus, kedua manik birunya bergerak-gerak menatap tajam pada Areez penuh permusuhan.
Dengan tenangnya Areez menyeka bibirnya dengan sapu tangan. "Makanlah, setelah selesai susul aku ke halaman depan."
Tanpa rasa bersalah Areez bangun dari kursinya dan berjalan menuju pintu keluar meninggalkan Suri seorang diri.
Melihat Areez pergi begitu saja membuat Suri tidak bisa menahan diri, dengan penuh emosi Suri menyapu piring dan gelas yang ada diatas meja makan. Seketika, suara pecahan gelas dan piring langsung memenuhi ruang makan. Areez yang sedang berjalan menuju pintu keluar hanya tersenyum kecil saat mendengar kekacauan yang baru saja Suri lakukan, bagi Areez semakin Suri membangkang maka semakin kuat juga hasratnya untuk mengurung gadis cantik itu.
"Areez brengsek, dasar manusia tanpa hati...aku benci padamu! Arrghhhh....." jerit Suri keras, air matanya yang sudah ditahan sejak tadi akhirnya mengucur deras membasahi kedua pipinya. "Aku mau pulang huhuhu...aku rindu pada Mommy, aku rindu padanya huhuhuhu...Daddy tolong aku, jemput aku pulang huhuhu...."
Tangisan Suri terdengar sangat pilu dan menyesakkan siapapun yang mendengarnya, namun para pelayan yang saat ini sedang merapikan sisa-sisa kemarahan Suri di lantai hanya bisa diam dan tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka terlalu takut dan lemah untuk melawan seorang Areez, karena itu para pelayan itu memilih untuk pura-pura tidak mendengar apapun.
Sebenarnya bukan hanya Suri yang dilarang menggunakan internet, para pekerja di mansion besar itu juga mendapatkan larangan yang sama. Areez benar-benar mengharamkan penggunaan ponsel dan segala macam yang berhubungan dengan internet di rumahnya dan mati adalah hukuman akhir untuk siapapun yang mencoba membangkang.
"Nona..." Seorang pelayan dengan lembut memanggil Suri yang sedang menyembunyikan wajahnya di balik kedua tangannya yang terlipat di atas meja.
Suri yang masih belum puas menangis mengabaikan panggilan itu.
"Anda sudah ditunggu Tuan Areez."
Begitu nama Areez disebut Suri langsung mengangkat kepalanya, menatap pelayan yang sedang terlihat begitu takut itu. "Pergi dan katakan pada bajingan itu, aku tidak akan pergi kemana-mana. Aku akan tetap berada dirumah!"
"Tapi Nona..."
Brak..
Suri kembali memukul meja dengan keras menggunakan tangan kanannya yang kini terasa sangat panas setelah sebelumnya melakukan hal serupa ketika marah pada Areez.
"Aku tidak peduli, cepat temui majikanmu itu dan katakan kalau aku ouchhhhh....." Suri menjerit keras saat secara tidak sengaja kaki kirinya yang coba melangkah menginjak pecahan gelas yang belum disingkirkan pelayan.
Mendengar jerit kesakitan Suri membuat para pelayan itu sontak menoleh ke arah lantai, wajah mereka langsung sepucat kertas saat melihat ada cairan merah berbau anyir mulai keluar dari telapak kaki Suri.
Pelayan yang sebelumnya berbicara dengan Suri pun lantas membalik tubuhnya dan langsung berlari dengan kecepatan tinggi menuju halaman depan untuk melaporkan kejadian itu pada Areez sebagai orang yang sangat perhatian akan kesehatan dan keselamatan Suri. Dalam waktu yang tidak lama, terdengar suara orang berlari dari arah depan dan muncullah Areez dengan wajah yang sudah semerah tomat berdiri ditengah-tengah ruangan, kedua mata elangnya mencoba memindai apa yang sedang terjadi di ruangan itu.
Karena melihat darah yang keluar dari kaki Suri semakin banyak, Areez akhirnya membatalkan niatnya untuk menginterogasi para pelayan di tempat itu. Prioritasnya saat ini adalah Suri. Menahan emosi yang sudah berkobar, Areez meraih tubuh Suri dan menggendongnya ala pengantin. Suri yang sudah sangat kesakitan pun hanya bisa pasrah saat Areez menyentuh tubuhnya, padahal selama ini Suri sangat anti melakukan kontak fisik dengan Areez. Tapi saat ini, ketika rasa nyeri mulai menusuk kaki kirinya Suri memutuskan untuk membiarkan Areez menggendongnya.
"Panggil Dokter Adam, segera!" titah Areez serak pada seorang pelayan senior yang sedang berdiri di dekat tangga.
Tanpa berani membantah, pelayan yang sudah tidak muda itu langsung menganggukkan kepalanya dan bergegas melakukan tugas yang baru saja didapatkannya. Sedangkan Areez sudah meneruskan langkahnya menaiki tangga menuju kamar Suri, selama berjalan jantung Areez berdetak sangat cepat saat mendengar rintih kesakitan Suri. Tanpa Suri bicara, Areez sudah tahu kalau luka di kaki Suri sangat menyakitkan. Sekilas Areez bisa melihat ada pecahan kaca yang tertinggal di sandal karakter kartun Doraemon yang dipakai Suri, Areez bersumpah akan melarang Suri memakai alas kaki semacam itu lagi di masa depan. Selain alasnya yang tipis, Areez merasa sedikit terganggu dengan bentuknya yang menurutnya sangat tidak layak pakai itu.
"Aww...aw...aww..."
"Tahan."
Suri meringis. "Sakit.."
"AKu tahu," jawab Areez cepat, secepat gerakan tangannya meraih bantal untuk dijadikan sandaran di punggung Suri yang baru saja dia baringkan diatas ranjang empuknya.
Kedua mata Areez menyipit melihat kaki Suri, tetesan darah mulai mengotori ranjang yang menggunakan seprai dan selimut berwarna putih. Sebuah kontras warna yang amat jauh sehingga membuat efek yang ditinggalkan darah itu terlihat lebih dramatis, kedua mata Areez membulat sempurna ketika melihat Suri merintih kesakitan. Jantungnya terasa seperti sedang diremas dari dalam, terasa begitu menyakitkan melihat gadisnya kesakitan sementara dia tidak bisa berbuat apa-apa karena keterbatasan pengetahuan tentang dunia medis yang tentu saja tidak dikuasai seorang Areez.
Bersambung