Keputusan Christian untuk meninggalkan kantor dan pulang ke rumah menjadi bencana besar untuk Kainer, Kainer yang tidak tahu jika tuan mudanya sudah pulang dibuat kalang kabut saat petugas dari kantor pajak. Kainer awalnya menyambut sopan orang-orang itu hingga akhirnya dia panik saat menyadari sang tuan muda tidak ada di ruangannya, tumpukan dokumen yang harus diperiksanya pun masih teronggok rapi diatas meja. Setelah menenangkan diri, Kainer akhirnya memutuskan untuk menghadapi orang dari kantor pajak itu dengan berani tanpa membawa berkas yang ingin mereka periksa atau menghadirkan Christian sang pemilik Clarke Enterprise, perusahaan multinasional yang anak perusahaannya tersebar hampir di 50 negara di dunia.
"Oh Tuhan, berikan aku banyak kesabaran dalam menjalankan tugasku melayani Tuan muda." Kainer merapalkan mantra yang selama ini dia ucapkan ketika harus menyelesaikan masalah yang dibuat Christian, seperti hari ini.
Berurusan dengan orang pajak bukanlah hal yang menyenangkan untuk siapapun, termasuk Kainer sendiri. karena itu dia berusaha untuk tetap tenang dan mengontrol emosinya supaya tidak melakukan kesalahan saat berbicara dengan keempat orang perwakilan kantor pajak itu.
***
Suara bising dari baling-baling Airbus Helicopter H145 berhasil membuat semua penjaga di kediaman keluarga Clarke berhamburan menuju helipad tempat dimana helikopter mahal itu akan mendarat, tidak lama setelah berhasil melakukan pendaratan dengan baik Christian turun dari helikopter kesayangannya. Langkah tegap penuh intimidasi terdengar jelas ditelinga sepuluh orang penjaga yang saat ini berdiri rapi dengan kepala tertunduk itu, tidak ada satupun diantara mereka yang berani menatap wajah sang tuan muda yang sedang berjalan menuju rumah utama itu.
Christian terus melangkah kaki menuju lantai dua dimana kamar utama rumah besarnya berada, kamar utama itu biasanya ditempati oleh ayah dan ibunya ketika mereka berkunjung ke Luksemburg. Bahkan menurut Luis sang kakek, di kamar itu juga dirinya di produksi oleh kedua orang tuanya puluhan tahun yang lalu.
Sesampainya di depan kamar yang pintunya selalu tertutup itu Christian berdiri cukup lama hingga akhirnya dia melangkah masuk ke dalam kamar setelah memasukkan password yang berupa tahun kelahirannya, aroma lavender langsung menyambut indra penciuman Christian begitu dia masuk ke kamar ayah dan ibunya.
"Mom..Dad.." Christian menghentikan perkataannya. "Maafkan aku yang masih belum berhasil membawa Suri pulang." Kedua mata biru Christian berkabut menatap foto pernikahan ayah dan ibunya yang terpasang diatas ranjang besar mereka, foto yang diambil saat Anne dan Jack mengucapkan sumpah pernikahan mereka pertama kali di York Minster itu masih terlihat sangat baik di dalam pigura besar yang membingkai.
Tidak ada hal lain lagi yang Christian lakukan di kamar kedua orang tuanya selain mengucapkan kata maaf, sebagai seorang pria yang sudah dewasa Christian sangat memahami privasi kedua orang tuanya, Christian tidak akan berada lebih dari lima menit dikamar kedua orang tuanya. Setelah batas waktu yang dia tetapkan habis, Christian akan keluar dari kamar itu dan menguncinya kembali. Para pelayan hanya diperbolehkan masuk jika ingin membersihkan kamar itu saja setiap paginya, selebihnya kamar itu menjadi kamar terlarang untuk semua orang yang tinggal di rumah turun temurun keluarga Clarke yang usianya sudah lebih dari 100 tahun.
"Tuan muda."
Christian langsung menghentikan langkahnya saat Gideon, sang pelayan paling senior memanggilnya.
"Ada apa?"
"Tuan Asher tadi pagi menelfon, beliau menitipkan pesan pada anda."
Mendengar nama sang adik angkat disebut membuat senyum sinis mengembang di wajah Christian. "Apa pesannya?"
"Tuan Asher mengingatkan anda untuk datang ke peringatan ulang tahun pernikahan Tuan besar," jawab Gideon dengan hati-hati.
Kedua tangan Christian langsung terkepal seketika. "Terima kasih, aku akan menandai kalenderku," jawab Christian serak seraya melangkahkan kakinya menuruni anak tangga menuju lantai satu dimana kamarnya berada.
Sang pelayan pun hanya bisa diam mendapatkan jawaban yang ambigu dari sang tuan muda, sebagai pelayan yang sudah melayani Christian lebih dari dua puluh tahun Gideon sangat hafal dengan semua bahasa tubuh Christian. Gideon tahu kalau pada acara peringatan ulang tahun pernikahan kedua orang tuanya kali ini Christian tidak akan datang, sama seperti dua tahun sebelumnya.
"Asher sialan, lancang sekali anak itu," geram Christian penuh emosi.
Sejak peristiwa tiga tahun lalu hubungan Christian dan Asher tidak berjalan baik, Christian yang marah dan menyalahkan keteledoran Asher memutuskan untuk tidak lagi mau berkomunikasi dengannya. Christian bahkan sudah memblokir nomor ponsel Asher, sosial media dan emailnya. Rasa kecewa Christian untuk Asher sudah terlalu besar untuk bisa dimaafkan, selain menyalahkan dirinya sendiri yang sudah memaksa Suri datang ke Luksemburg saat itu, Christian juga menyalahkan Asher yang dengan bodohnya meninggalkan Suri di ruang tunggu.
"Teruslah memainkan peranmu, anak angkat. Bersikaplah seperti tuan muda keluarga Clarke, nikmati rasa belas kasihku padamu sepuas-puasmu. Karena jika waktunya tiba aku akan menendangmu keluar lagi dari rumah keluargaku."
****
Auckland, Selandia Baru.
Seorang wanita berbadan subur berlari dengan tergesa-gesa menuju pintu gerbang yang nyaris terbuka sempurna dengan membawa sebuah sebuah ipad yang terbungkus hardcase berwarna merah darah, wanita itu berusaha untuk sampai tempat waktu di pintu gerbang untuk menyambut sang tamu agung yang baru kembali dari perjalanan bisnisnya di Eropa.
"Oh Marlen, aku kira kau ketiduran," ucap seorang pria paruh baya pada Marlen sang wanita berbadan subur yang baru saja berlari menuju tempat mereka berdiri saat ini.
Nyonya Marlen memegangi dadanya, mencoba menetralkan pernafasannya sebelum mulai bicara. Berlari dari ruang kerjanya ke halaman depan seperti ini bukanlah suatu hal yang dia senangi.
"Apa ini ulah anak itu?"
"Iya, kalau bukan dia siapa lagi. hanya anak nakal itu satu-satunya alasan aku semakin gemuk," jawab Nyonya Marlen lirih dengan masih tersengal-sengal.
"Sshh jaga ucapanmu, Tuan Areez pasti tidak akan suka jika kau berkata seperti itu tentangnya."
Nyonya Marlen menghela nafas panjang. "Iya, Tuan Areez adalah satu-satunya alasanku masih mempertahankan anak itu di tempat ini."
Bersambung