Chereads / Hubungan Penuh kenikmatan / Chapter 1 - Pertemuan Pertama

Hubungan Penuh kenikmatan

Dandelion793
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 135.3k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Pertemuan Pertama

21++

Terdapat adegan dewasa.

Mohon bijak dalam membaca.

***

Namaku Natasya Dandelion, umurku sekitar 20 tahun kurang tiga bulan. Aku asal Surabaya tetapi menetap di Jakarta. Hobiku adalah membaca buku fiksi, berhalu sampai menembus batas. Sangat menyenangkan membaca novel ditemani segelas coklat panas. Benar-benar surga kedamaian bagi seorang haluitis. Haha.

Aku seorang mahasiswa di salah satu universitas yang ada di Jakarta, juga pegawai magang di salah satu perusahaan ternama. aku bekerja sebagai sekretaris dua, selain karena rekomendasi dari kampus karena nilaiku tinggi, perusahaan ini juga milik sahabat ayahku.

Ditempatkan sebagai sekretaris dua, sekaligus belajar tentang tugas dari kekretaris itu sendiri, setelah selesai magang aku naik jabatan menjadi sekretaris sesungguhnya, karena Mbak Nana akan resign untuk melahirkan anak ke duanya.

Setelah pulang kuliah nanti, aku akan bekerja di perusahaan itu. Ayah berkali-kali mengingatkanku untuk datang tepat waktu, ada acara penting katanya.

"Dua jam lagi, segera bersiap. Pastikan kamu tidak terlambat. Akan ada anak pak direktur untuk perkenalan diri sekaligus acara pengangkatan jabatan menjadi direktur baru, menggantikan ayahnya."

Aku menghembuskan napas pelan, lihatlah. aku mengeluarkan suara 'puh' menatap layar handpone. Ini sudah pesan ke-lima kalinya, belum lagi pesan lisan saat di rumah. Sepenting apa sih acaranya?

Matahari mulai turun di ufuk barat, tepat pukul 18.00 bel pulang kampus berbunyi, satu jam lagi menuju acara penobatan direktur baru. Dengan terburu-buru aku segera melesat pulang ke rumah.

Gaun warna biru muda ini sangat cocok dengan kulitku yang putih bersih, aku memakai heels dengan warna senada, ditambah sedikit riasan natural di wajah.

Kakiku melangkah menuruni anak tangga menuju ruang tengah. Papa dan Mama sudah Standby sedari tadi.

"Sudah papa bilang kan, bersiap lebih awal." papa menghembuskan napasnya lalu melirik jam dipergelangan tangan.

"Maaf, Papa kan tahu, tadi Tasya kuliah dulu."

Papa tidak berkomentar, hanya menyuruhku dan Mama segera ke mobil untuk berangkat.

Dua puluh lima menit, kami datang tepat waktu setelah hampir terlambat. Papa dan Mama mengajakku memasuki aula hotel tempat utama acara digelar. Banyak tamu dari kalangan dunia bisnis. Aku cukup mengkuti Papa dan Mama menemui relasinya.

Aku mengikuti Papa bertemu pak direktur, sekadar sapaan hangat dengan sedikit 'basa-basi' tentang penerus pak direktur.

"Kevin, anak saya yang akan menggantikan jabatan saya. Dia sudah cukup dewasa, bulan lalu baru saja pulang dari kuliahnya di Amsterdam." pak direktur menjelaskan, aku ikut mangguk-mangguk mengikuti gaya Papa.

Dua puluh menit menyapa rekan bisnis, aku memutuskan untuk berpisah dari rombongan, menghampiri jamuan yang sedari tadi memanggilku meminta untuk dikonsumsi.

Acara dimulai, pembukaan pertama diawali dengan sambutan dari pak direktur, dilanjut dengan anak pak direktur. Oh my God, seperkian detik aku terpaku, menatap anak pak direktur yang sedang memberi sambutan, begitu berkharisma. Sangat tampan. Aku terpesona beberapa saat, begitu pun yang lainnya. Mereka seakan-akan terhipnotis ke dalam belahan jiwa anak Pak direktur.

Aku mengalihkan pandangan, kembali fokus pada kue-kue yang aku ambil.

Papa memberikan kartu kamar hotel, "kita akan menginap di sini. Acaranya berlangsung dua hari. kalau mau istirahat duluan saja, Papa dan Mama mau bertemu rekan bisnis yang lainnya."

Aku mengerucutkan bibir sembari mengangguk. Sangat membosankan datang ke acara formal seperti ini, semua berhubungan dengan bisnis.

Mama tersenyum, "Langsung istirahat saja, Mama juga pengen istirahat kalau bisa, tapi lihat, di samping Mama, Mama punya bayi besar." Mama terkekeh melirik Papa sekilas.

Aku ikut terkekeh, kembali mengangguk.

"Yasudah Mama pergi dulu menemani Papa."

Suasana ramai tapi aku kesepian, kakiku berjalan menuju bar di pojok gedung. Meminta segelas minuman dengan kadar alkohol rendah. Aku tidak terlalu kuat minum, tapi aku bisa jika hanya meminum satu atau dua gelas saja, tidak lebih dan tidak boleh dilebihkan. Bisa-bisa aku 'tumbang' karena minuman.

Mataku menatap keramaian di tengah aula, saling berbincang. Bahkan diacara pesta pun topiknya tetap tentang bisnis.

Bartender memberikan segelas bir padaku. Aku meneguk habis bir tanpa sisa, rasa panas segera menjalar di tenggorokan.

Aku memesan segelas minuman lagi, kali ini aku memesan koktail yang segera dibuatkan oleh bartender.

Aku benar-benar bosan. Tapi pandanganku sudah mulai berkabur, aku tidak biasa meminum lebih dari dua gelas alkohol.

Papa datang bersama direktur dan anaknya.

"Yaampun, kamu kenapa minum alkohol? Kamu kan tidak kuat minum." Papa mengomel, aku menyeringai memperhatikan deretan gigi putihku.

Papa menepuk dahi, "Haduh ya sudahlah. Segera istirahat setelah ini." aku mengangguk.

"Tasya, ini pak Direktur, dan ini anaknya, Kevin. Dia menggantikan posisi ayahnya sebagai direktur baru." Papa memperkenalkan.

"Tasya." Salamku menyalami tangan Pak direktur dan anaknya.

Aku tidak mengerti, Papa dan Pak direktur menyeringai begitu lebar, saling bertukar kontak mata. Lantas Pak direktur berdeham.

"Kevin, kamu disini saja. Tasya tolong temani Kevin. Saya dan orang tua kamu punya meeting penting."

Aku menatap Mama. "Hanya menemani, Sya. Mama ikut Papa dulu." mama mengelus lenganku. Aku mengangguk.

Aku menengadah untuk sekedar menatap Kevin, tinggi sekali dia.

"Duduk, pak." Aku memulai percakapan lebih dulu.

"Koktail dua." Kevin memesan pada bartender.

Aku diam, memperhatikan bartender dengan lihai meracik minuman.

"kamu pegawai magang?" Kevin bertanya.

Aku mengangguk, "Iya, Pak."

"Sebentar lagi, kamu akan resmi menjadi sekretaris saya."

Aku juga sudah tahu. Bartender memberikan dua gelas koktail sesuai pesanan. Pak Kevin memberikan satu gelas koktail padaku. Aku menelan saliva. Apa ini, aku tidak akan bisa minum lagi, atau tidak aku akan mabuk.

"Sebagai simbol kerja sam kita." Kevin mengangkat gelasnya.

Aku menahan nafas dan ikut mengangkat gelas 'cheers' lalu meminum sedikit koktail. Ini hanya sedikit, tidak masalah.

Kevin mengajakku bicara tentang bisnis juga hubungan Papa dan ayahnya. Aku mulai gelisah ditempat, wajahku sudah merah, aku mabuk.

Entah disengaja atau tidak, Kevin malah mengangkat gelasnya lagi, meminta untuk minum bersama. "Cheers" ucapnya, aku mengikuti. Meminum koktailku sampai habis.

"Mauku pesankan minuman lagi?" Kevin menawarkan, aku menggeleng segera menolak.

Pandanganku benar benar kabur. Aku tidak bisa bertahan lebih lama. Anak direktur sialan, Kevin memberiku segelas koktail lagi. Aku menolak, tapi Kevin terus memaksa.

Baiklah, aku mengikuti kemauannya sekali lagi. Lantas berdiri. "Permisi, sepertinya saya harus istirahat terlebih dahulu." aku izin pamit. Kevin mengangguk, membiarkanku pergi.

Kakiku melangkah dengan Sempoyongan, pandanganku tidak jelas. Efek minuman itu kuat sekali.

Braak!

Aku menabrak dinding pembatas. "Kau tidak apa-apa?" Kevin memapahku untuk berdiri, kenapa dia disini?

"Tidak, terima kasih." aku melepaskan genggaman lengan Kevin dan segera meneruskan jalan. Langkahku semakin sempoyongan sesekali ingin terjatuh.

Kevin melingkarkan lengannya di pinggangku, kali ini aku tak menolak. Kevin memapahku kedalam lift menuju kamar hotel di lantai sembilan.

Tunggu. Bukan kah tadi di kartu kamarku lantai delapan. Aku memberontak tertahan. Memukul dada bidang Kevin tak bertenaga. "Ma.maaf..lhantai kamar.. Saya.. Nomor.. Dhelapanh.. Ah.." Aku mendesah tertahan saat Kevin dengan tiba tiba memelukku erat.

Aku kembali memberontak, sekujur tubuhku panas. Sangat panas, aku butuh air. "Lhepash...." aku terus memberontak. sedangkan Kevin semakin mengeratkan pelukannya, tidak berkata apapun.

Pintu lift terbuka, Kami melangkah keluar. Kevin membawaku menuju salah satu kamar hotel. Pikiranku mulai liar, takut Kevin berbuat macam-macam.

Kevin mengeluarkan kartu dari sakunya. Menempelkannya pada pintu, pintu kamar terbuka. Kevin membawaku masuk ke dalam.

Aku memberontak berusaha kabur. Tidak bisa, bagaimana kalau Kevin berbuat tak senonoh. Pikaranku mulai melayang.

Kevin menidurkanku di ranjang king size, sangat empuk dan membuat nyaman.

"Akh.." aku tersentak. Kevin tiba-tiba mengangkat tubuhku, membuka resleting dibalik dress. Aku membelalak, tanganku berusaha menghentikan gerakan Kevin. Tapi aku tidak bisa melawan dengan tubuh mabuk tak bertenaga.

"Pak Kevin, tholong hentikan." Aku mencoba mencegah ditengah kesadaranku yang tersisa.

Kevin tidak terpengaruh, tangannya dengan mudah melucuti pakaianku.

Aku tersentak saat Kevin berhasil melepas pakaianku dan melemparnya kesembarang arah. Refleks aku menutupi bagian dadaku yang masih tertutup bra dengan satu tangan, dan tangan satunya untuk menutupi bagian kemaluan.

Kevin menyeringai melihatku waspada, matanya penuh gairah melihat tubuh polosku.

Aku mencoba duduk, Kevin membiarkan, terus memperhatikan. Tubuhku bergeser ke tepi ranjang, dengan sempoyongan aku berjalan mengambil bajuku yang tergeletak.

Belum genap kakiku melangkah, aku sudah ambruk terlebih dahulu. Aku terjatuh, kakiku lemas tak berdaya. Kevin menghampiriku menggendongku kembali ke atas ranjang, sia-sia aku berjalan.

Tangannya membelai surai rambutku lembut. Matanya menatapku tak berkedip, seperti sedang menghipnotis.

Aku terpaku, badanku mematung, jantungku seakan berhenti berdetak. Kevin menciumku, ciuman lembut, seolah mengajariku cara berciuman. Otakku memberontak tidak membenarkan ini, tapi tubuhku tidak bisa menolak.

Kevin terus melumat bibirku, membasahi dengan salivanya. Benda kenyal itu tersa nikmat menempel di bibirku. Ini adalah ciuman pertamaku, direnggut tanpa meminta izin terlebih dahulu.

"Akh.." aku tersentak saat Kevin menggit bibirku pelan. Mulutku terbuka, memberikan akses untuk Kevin menciumku lebih dalam. Lidahnya aktif mengabsen gigiku satu persatu, mengecap, menelusuri semua bagian rongga mulut. Tanpa sadar aku melingkarkan lenganku ke leher Kevin. Menarik tengkuknya untuk memperdalam ciuman.

Tubuhku semakin panas, gairah bergejolak dalam diriku. Aku mencoba membalas ciuman Kevin, lidah kami saling beradu, menukar saliva. Kevin menciumku semakin ganas. Ciumannya tak selembut sebelumnya. Kami sama-sama terbakar gairah. Aku mengerang menarik rambut Kevin. Ini sangat nikmat. Aku lupa kalau sebelumnya aku berusaha kabur.

Kevin melepaskan ciumannya, memberi jeda untuk mengatur nafas. Dadaku naik turun menatap Kevin dengan tatapan sayu. Entah ada apa dengan diriku, aku merasakan gairah yang luar biasa.

"Panggil aku Kevin, honey." Ia bergumam, lantas kembali berciuman. Kami saling berciuman dengan penuh gairah, saling bertukar saliva, lidah kami saling mengcap satu sama lain. "Akh.." aku mendesah di tengah ciuman panas kami.

Tangan kanan Kevin tak tinggal diam, ia mulai meraba bagian dadaku. Ciumannya turun ke leher jenjangku. Menyesapnya, dan menggigit kecil leherku, meninggalkan bekas kemerahan tanda kepemilikan.

"Akh.. Ahh.. Kevinhhh.. Ah.." aku meracau kenikamatan. Dadaku membusung, mataku terpejam sangat menikmati, baru pertama kali aku berhubung intim, rasanya sangat nikmat. "Akh.. Kevin.. " aku kembali meracau.

Kevin berhenti sebentar, memperhatikan wajahku yang prustasi dengan kenikmatan yang ditasakan. Ia menyeringai, "Kau menikmati honey?" tanyanya, aku menatap Kevin sayu. Dapat kulihat ia tersenyum smirk penuh kemenangan.

Matanya tetap menatapku, tapi tangannya dengan lihai menjelajahi tubuhku. Meraba bagian dadaku, meremasnya dengan kencang.

"Akhhh.." aku mendesah kenikmatan. "Kheevihhnn, ahh.."

Kevin semakin meremas bola dadaku, matanya terus memperhatikanku yang kenikmatan. Aku merasakan sesuatu yang tegang di bawah sana. Menggesekkan 'miliknya' di sekitar pahaku.

Kevin kembali menciumku, menelusuri seluruh tubuhku dengan lidahnya, tangannya dengan mudah membuka ikatan bra milikku, sekarang terpampang dengan jelas bagian dada polosku.

Kevin menghisap twinsball seperti bayi, permainan lidahnya membuatku merasakan kenikmatan tiada tara, membuatku seperti terbang menembus awan. Sangat nikmat.

Kevin terus menciumku semakin membuatku melayang lupa daratan, lidahnya menggesekkan ke dalam pusar milikku.

"Aaakhhhhh.." Aku meregang, tubuhku seperti tersetrum sengatan listrik, aku telah mencapai pelepasanku yang pertama. Membuatku menggelinjang sangat nikmat, cairan bening itu keluar dari bagian bawah tubuhku. Merembas keluar sampai mengenai seprei. Kevin memelukku sambil mencium tengkukku.

"Berapa umurmu?" tanyanya di sela-sela berciuman.

Aku menjawab sambil menggerang nikmat, "dhuaaah puluh tahun.. Shh.. Ahh.. "

Kevin menghentikan ciumannya, menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan. Namun kembali mencium bibirku, ciuman lembut.

Aku menatap tak mengerti, Kevin hanya tersenyum, terus mengecup wajahku tanpa cela. "Ternyata aku akan memiliki bayi besar sepertimu." ucapnya yang tidakku mengerti.

Kevin memelukku erat, menghembuskan napasnya di tengkuk leher, membuatku merinding diterpa nafas Kevin.

Kevin Kembali menciumku dan membuat beberapa tanda kepemilikan.

"Shh.. " aku mendesah tertahan.

"Mendesah lah dengan kencang, honey. Sebut namaku dengan kencang." Kevin membisikkan kalimatnya.

Kembali mulai dari awal, berciuman dengan sangat agresif, saling menyerang, membalas, beradu menukar saliva, memperdalam ciuman.

Kevin bangkit dari ranjang. Aku menatap tak percaya Kevin. Lihat, sedari tadi kami bergelung dalam hubungan intim, Kevin belum melepaskan pakaiannya sama sekali, hanya bajunya saja yang berantakan.

Kevin melepas kancing bajunya, menanggalkan semua pakaiannya termasuk celana dalamnya. Wajahku memerah melihat 'milik' Kevin begitu tegang berdiri sempurna, sangat besar membuatku menelan ludah.

"Honey.." panggilnya kembali meniduriku. Aku menahan nafas saat dada bidang Kevin ada di hadapanku, tanganku tanpa sadar menyentuh perut sixpack milik Kevin.

Kevin menarik celana dalamku, lantas melemparnya ke sembarang arah. Tubuhku sudah polos tanpa sehelai benang pun. Kami sama-sama bertubuh polos.

Tangan Kevin bergerak memainkan payudara milikku, memilin puting seperti anak kecil, mulutnya menghisap dengan kencang puting payudaraku. Membuatku menggerang kenikmatan.

Kevin terus menghisap seperri bayi yang sedang menyusu. Aku menekan kepala Kevin, menenggelamkan wajahnya ke arah dua gundukan besar milikku. Ini sangat nikmat. "Ahhh.." aku mendesah tak tertahan.

'Milik' Kevin yang sudah tegang mulai menggesekannya dibagian selangkanganku. Aku semakin meracau sangat nikmat, kepalaku bergerak kesana dan kemari.

"Ah.. Kheviiiinnnn shhhh... " Aku meracau tidak jelas sambil terus menggelengkan kepalaku.

"Yes, Honey?" Tangan Kevin mulai meraba bagian sensitifku. Membuatku semakin meracau kenikmatan.

"Kheeviinn.. Ahhh... Chepaat."

"Ya. Honey?" Kevin melepaskan ciumannya. Membuatku menatap Kevin kecewa.

"Akh.. "

Kevin dengan Kasar meras payudaraku.

"Khevinn. chephaatt. shhh. akh."

"Jangan menyesal honey." ucap Kevin memperingati, aku tak mengerti, bibirku kembali mendesah saat Kevin mulai menciumku lagi. Aku tidak menyadari, di bawah sana, milik Kevin sudah menegang sempurna. Sedetik kemudian Kevin memasukkan miliknya ke dalam lubang kenikmatan milikku.

Aku mendesah sangat kencang, Sangat sakit juga nikmat secara bersamaan.

"Aaaakkhhhhh..... Khevinh..shhh ahhh... Shakit.."

Detik itu juga aku menangis, ini sangat menyakitkan, 'milik' kevin sangat besar memasuki 'milikku'. Aku menangis... "Sa.. Sakit , Kevv... "