Zara terdiam di tempatnya, lidahnya begitu terasa kelu. Ia tak bisa berujar apa-apa. Ia tak ingin memberi Ghibran sebuah harapan lagi. Zara tak ingin itu terjadi. Sudah cukup kemarin ia memberi harapan pada Ghibran yang berakhir sebuah kekecewaan untuk lelaki itu sendiri.
"Kak, jadi pulang enggak?" Zara bertanya pada Ghibran.
Ghibran menghela napasnya berat sebelum akhirnya memakai sealtbelt dan melajukan mobilnya sendiri. Lelaki itu melajukan mobil dengan kecepatan rata-rata. Beberapa kali ia melirik Zara yang tampak menatap hilir mudik di luar sana. Banyaknya kendaraan di luar sana.
"Zara ... kamu laper?" Ghibran membuka suara, mencoba memecah keheningan di antara mereka.
Entah, sejak di mobil semuanya terasa canggung. Ralat, sejak dia mengucapkan kalimat itu. Ghibran merutuki dirinya sendiri. Harusnya ia mengerti. Zara baru patah hati, pasti sulit bagi gadis itu membuka hati untuk orang baru.
