Dapat kabar begitu, hati Zara sesak bukan main. Anak macam apa dia sampai Papa kandungnya sakit pun tak tahu. Sakit parah. Kanker stadium akhir.
"Papa ...," Zara bergumam dengan lirih.
Lelaki paruh baya di samping Agra itu tersenyum dengan tipis, "Sebelum papa nggak ada, papa pengen manfaatin waktu bareng semua anak-anak papa. Sama kamu, Kai, Agra, Citra. Semuanya."
Zara mengigit bibir bawahnya. Apalagi saat ia sendiri baru menyadari kalau wajah papanya benar benar pucat. Tak bisa membohongi perasaannya, Zara menoleh ke arah Mahendra.
"Papa ... izinin aku untuk tinggal sama--"
"Nggak." Mahendra menatap putrinya datar.
Ia selalu berharap tiap waktu, Zara tak memiliki papa selain dirinya. Gadis itu hanya miliknya saja. Zara jadi Putri kandungnya.
"Om nggak bisa egois." Agra mengeluarkan suaranya.