"Jika aku tidak mau melepaskan tangan ini apa kamu keberatan? Anna, sungguh! Aku tidak mengerti dengan pola pikir mu." Begitu aneh Nicole berkata sampai membuat Anna mengerutkan keningnya.
"Hah? Pola pikir? Apa maksudmu, Nicole?" tanya Anna kebingungan.
"Ha-ha-ha baiklah aku akan mengatakannya langsung daripada tidak jelas seperti ini. An, kupikir kamu wanita baik-baik, tapi ternyata aku salah. Sungguh aku tidak menyangka jika kamu sama seperti wanita diluar sana yang mau menerima setiap sentuhan dari setiap laki-laki bahkan lebih parahnya lagi kamu memberikan tubuhmu dengan gratis. Padahal wanita bayaran diluar sana selalu menginginkan upah dari setiap pelayan yang mereka berikan. Tapi, ya sudahlah mungkin aku bisa mengerti karena itu kepadaku dan anggap saja pelunasan tempat tinggal mu itu sebagai pelayan untuk satu malam kita," ucap Nicole panjang lebar tanpa memperdulikan perasaan yang sesungguhnya yang sedang Anna rasakan.
Setelah ia dibawa naik setinggi mungkin, namun dengan sekali dorongan Anna bagaikan jatuh kedalam dasar jurang yang paling dalam. Hatinya bak teriris pisau saat mendengar setiap kata yang terucap dari mulut orang yang ia kagumi selama ini. Ia ingin menjerit dengan keras didepan Nicole, namun ia sadar bahwa ia tidaklah sebanding dengan apa yang Nicole inginkan. Bahwa ia bukanlah wanita pujaan yang selama ini Nicole dambakan.
Anna pun tersenyum sebelum akhirnya tertawa terbahak-bahak sembari menepuk-nepuk punggung Nicole, seolah-seolah ia sedang mendengarkan celotehan gila yang saat diperdengarkan.
"Ha-ha-ha, Nicole. Apa aku harus meminta bayaran kepada sahabatku sendiri? Ayolah kita ini sahabat jadi ah sudahlah lupakan saja. Um, oh ya apa di sini ada kamar mandi? Tiba-tiba aku kebelet pipis, atau begini saja aku pulang lebih dulu, bagaimana?" Anna mencoba terlihat tidak waras dengan berpura-pura bahagia meskipun ia sedang menutupi luka akibat penghinaan harga dirinya.
'Aku tidak menyangka jika pada akhirnya kamu hanya menganggap ku seperti wanita malam yang menginginkan kepuasan,' batin Anna.
"Anna, tolong serius! Aku tahu, An. Kamu sudah begitu baik denganku, apalagi kita sejak dulu bersama bahkan kamu mau menemaniku saat hidupku kesepian dan jauh dari keluarga. Tapi, sekarang kita sudah bukan lagi diwaktu itu jadi bagaimana pendapatmu? Berapa uang yang kamu inginkan sekarang dariku, An? Aku akan memberikan berapapun itu dan setelah itu tolong anggap kita tidak pernah melakukannya." Berulang kali Nicole mencoba untuk bernegosiasi.
"Sudahlah, Nicole. Jangan berikan apapun lagipula kamu juga sudah membayar hutang sewa rumahku dan sudah mau memperkerjakan ku selama ini. Sungguh aku tidak apa-apa," sahut Anna seraya tersenyum manis kearah sahabatnya.
"Benarkah kamu tidak apa-apa? Lalu kenapa kamu tiba-tiba meninggalkan pekerjaanmu? Aneh sekali," tanya Nicole.
"Oh ... itu anu, tadi temanku membutuhkan bantuan ku jadi ya sudah aku langsung pergi tanpa pamit. Maafkan aku, cuma kalau memang aku harus kembali bekerja aku bersedia kok." Anna terus bersikap seolah-olah tidak pernah terjadi apapun terhadapnya.
Mendengar Anna yang mau kerja keras dalam pekerjaan membuat Nicole tersenyum sembari mengacak-acak rambut wanita itu. Ia pun menjawab. "Tidak perlu, An. Hari ini aku memberikanmu izin, tapi besok-besok kamu tidak boleh lagi bolos kerja apalagi sampai pulang belum pada waktunya. Kamu tahukan aku tidak suka kepada orang yang tidak disiplin."
"Ya aku mengerti," jawab Anna seraya menganggukkan kepalanya.
"Huuh! Baiklah. Yuk kita pulang aku juga akan mengantarmu. Nanti di dalam mobil kita akan bercerita banyak hal," ajak Nicole tanpa berani dibantah oleh Anna.
"Baiklah."
Mereka pun memutuskan untuk kembali, begitupun dengan apa yang Nicole ucapakan, dirinya langsung mengantar pulang Anna tanpa menunggu lama. Tanpa membelikan makanan atau apapun. Anna hanya pulang dengan tangan kosong padahal saat itu dia begitu kelaparan apalagi sejak tadi Nicole terus memaksanya pergi hingga membuatnya tidak sempat untuk menyiapkan sarapan.
Beberapa hari kemudian.
Setelah pertemuan itu mereka tidak lagi sedekat dulu yang selalu menyempatkan diri hanya untuk sekedar menanyakan kabar meskipun dalam keadaan sibuk sekalipun. Namun, sekarang benar-benar seperti orang yang tidak saling kenal. Bagi Anna, akhir-akhir ini Nicole terlihat begitu berbeda dari biasanya. Sampai-sampai saat mereka tidak sengaja berpapasan Nicole bahkan tidak meliriknya apalagi menegurnya.
Pernah suatu ketika di saat Anna begitu terburu-buru hingga tidak begitu memperhatikan jalannya sampai akhirnya ia tersandung batu. Disaat itu juga Nicole juga sedang melewati tempat yang sama, namun lagi-lagi pria itu tidak peduli dengan apa yang sedang terjadi terhadap Anna.
Anna meringis sakit sembari mencoba bangkit sendirian walaupun lututnya sudah mengeluarkan darah segar. Jalannya tertatih-tatih lalu tiba-tiba seseorang mencoba membantunya. Hingga membuat Anna berpaling menatap sosok pria yang sedang membantunya itu.
Matanya melotot melihat seorang pria yang lagi membantunya untuk berjalan. Pria itu pun membalas lirikan Anna, bahkan ia tersebut manis saat mata Anna membulat karenanya.
"Jangan lihat seperti itu padaku nanti bisa-bisa jatuh cinta lagi," ucap pria tersebut tanpa menghilang senyuman dari wajah tampannya.
Anna ingin tertawa, namun ia menahan tawanya sampai hatinya berkata. 'Siapa pria ini? Kenapa dia terlihat tidak asing bagiku.'
"Ayo duduk dulu biar ku obati lukamu dan ... supaya kita bisa mengenal lebih jauh," ucap Pria tersebut.
"Um, baiklah," sahut Anna pasrah.
Pria itu memulai dengan mengeluarkan kotak obat untuk mengobati Anna. Namun, ia tidak pernah menjauhkan pandangannya dari wajah Anna. Sampai membuat wanita itu kebingungan.
"Um, Anna. Apa kamu tidak lagi mengenaliku?" tanya Pria tersebut.
"Memangnya kita pernah bertemu sebelumnya?" sahut Anna seperti orang yang sedang kebingungan.
"Tentu saja kita pernah bertemu bahkan menjadi teman dekat, hanya saja ... kita terpisah di saat keluargaku memilih pindah ke kota lain. Tapi, kamu pasti sudah lupa karena saat itu kamu bukannya bidadari yang secantik seperti saat ini."
Ucapan gombalan yang terdengar ditelinga Anna, sampai membuatnya ingin tertawa. Lalu ia mencoba mengingat sesuatu meskipun ia belum tahu apa yang harus ia ingat. Kemudian dirinya menjawab. "Oh ya? Sekarang aku seperti bidadari? Lalu siapa namamu wahai, Pangeran?"
"Kenalkan namaku, Hans Cristiano. Kamu cukup memanggilku dengan sebutan Hans atau seorang Pangeran. Bukankah itu begitu menarik, Anna tersayang?" Hans dengan bangganya menyebutkan dirinya pangeran. Sampai-sampai ucapannya itu membuat Anna tertawa.
Hans Cristiano, pria berkulit sawo matang, bertubuh tinggi besar, dan memiliki brewok ditambah dengan hidungnya yang mancung. Membuatnya terlihat gagah dan perkasa. Teman semasa kecil Anna. Namun, mereka berpisah karena keluarga Hans harus mengurus pekerjaan di kota lain sampai membuat mereka terpisah jauh, lalu sekarang mereka kembali dipertemukan karena Hans dengan sengaja memilih mendirikan usahanya yang bergelut dalam bidang tata boga.
Sedari tadi Anna tertawa saat mendengar semua ucapan yang keluar dari mulut Hans. Ia pun bergumam dengan sangat pelan meskipun Hans masih bisa mendengarnya. "Kamu lucu juga."