Chereads / Pernikahan Sementara / Chapter 30 - Saya Rasa Nyonya Butuh Hiburan

Chapter 30 - Saya Rasa Nyonya Butuh Hiburan

"Hallo baby Ci!" Panggil Alex kala melihat Arsyilla duduk di kantin menikmati semangkuk bakso bersama kedua sahabatnya. Ia menghampiri gadis itu dan duduk di hadapannya dengan menatap intens Arsyilla.

"Kenapa lo? Gitu amat liatnya." Asryilla menyeruput mi yang mengakibatkan kuah bakso nyiprat kemana-mana.

"Eiiiyuuhhh Ci  jorok ih...." Kesal Zanetha, kuah tersebut nempel di seragamnya.

Arsyilla tidak perduli, dia makan terus dengan semangat, perutnya udah meronta minta diisi sejak melihat Dhika sarapan tadi.

"Neng kemana aja, kok baru keliatan? Babang kan kangen." Alex menarik turunkan alisnya persis kayak ayunan anak Tk.

"Betapa, nunggu wangsit biar hidup gue ada perubahan." Arsyilla menjawab di sela ia mengunyah bakso. Enaknya setiap gigitan daging yang ia kunyah langsung di telan, rasanya kayak apa gitu lo, pokonya enaklah.

"Terus ada perubahannya?" Alex menumpangkan tangannya di atas meja dan menyangga kepalanya, ia menatap Arsyilla penuh kehangatan kayak air panas yang baru mendidih terus di dinginin abis itu di anggurin, dia nggak peduli kalau kuah bakso Arsyilla nyiprat kemukanya juga.

"Nggak ada, makin sial iya." Arsyilla menenggak air mineralnya.

"Ci, makan jangan bar-bar bisa? Lapar boleh tapi jangan kalap juga." Omel Zanetha.

"Neth, lo ribet banget sih? Yang nikmatin makanan gue, yang bar-bar juga gue, kok lo yang sibuk?" Ketus Arsyilla, ia masih kesal sama sahabat yang satu ini.

"Kuah lo nyiprat." Zanetha menggembungkan pipinya kesal.

"Alah gini aja lo ributin, kalau seandainya yang nyipratin pak Mahar, jamin gue lo minta di siram pakek kuah bakso sama dia. Asal dia yang buat semua bebas dimata lo." Sungut Arsyilla.

Cecillia udah sakit kepala menghadapi keduanya, jadi ia memilih menekuri nasi gorengnya yang juga terasa kuah bakso karena cipratan Arsyilla waktu nyeruput mi dengan semangat empat lima, kalah lah pokoknya pejuang.

"Ya nggak gitu juga Ci, lo jang--"

"Males gue dengerin lo," ucap Arsyilla. Alex hanya jadi penonton, liat Arsyilla garang gini nyalinya ciut juga, lebih baik diem ajalah daripada dia yang di semprot.

Gabriel datang menghampiri bangku mereka lalu menepuk pundak Arsyilla pelan seketika gadis itu menangkisnya kasar, ia tidak tau jika itu tangan Gabriel, sebab cowok itu datang dari arah belakang, yang tau itu Alex karena dia ada di belakang Arsyilla, ia terpingkal melihat Gabriel kesakitan akibat tangannya di pelintir Arsyilla, sakit banget pasti.

"Ci," lirih Gabriel.

"Oh, sorry gue nggak tau itu lo. Lo juga Lex kenapa nggak kasi tau gue atau lo halangin gitu." Omel Arsyilla.

Alex mengelus dada karena kena semprotan Arsyilla juga.

"Semua kejadian secepat kilat, gue nggak sempat nahan." Alex berdramatisir.

"Lupain Ci, sekarang ikut gue. Ada yang mau gue omongin." Potong Gabriel sambil mengurut tangannya yang terasa nyeri.

"Uks, biar sekalian di obatin pakek salep tangan lo." Gabriel mengangguk. Mereka pergi menuju uks hanya berdua saja, tadinya Alex menawarkan diri tapi di tolak mentah-mentah sama Arsyilla.

"Gue yang usaha, si Gab yang dapat," gumam Alex sedih sambil menatap pungguk keduanya yang kian menjauh.

"Lo lebay, cocoknya jadi pemain theater." Ketus Zanetha.

"Kok lo yang sewot, suka-suka gue lah. Ribet ya hidup lo." Nyolot Alex.

"Bisa diam?" Suara Cecillia membuat keduanya mingkem secara bersamaan di saat mereka ingin menyemburkan lava panas. Cecillia menarik nafas pelan, hatinya sakit melihat Gabriel yang tidak menyapanya, melirikpun tidak.

***

"Lo kemana aja? Kok baru hari ini keliatan, kata Cecil sama Aneth lo alpa."

"Gue butuh nenangin diri." Arsyilla meletakkan kepalanya di atas meja yang ada di ruangan kesehatan itu, ia tidak membantu Gabriel mengoleskan salep di tangan yang habis di pelintir olehnya.

Arsyilla tidak sepeka itu untuk perduli, dan Gabriel pun tidak keberatan.

"Lo nggak jadi ikut tes olimpiade?" Arsyilla menggeleng, matanya ngantuk. Gini emang kalau udah kenyang bawaannya pasti pengen tidur, apalagi ruangan sepi dan adem kayak gini, kelopak mata Arsyilla jadi sayup.

"Ci, lo nggak bisa pertimbangin gue? Rasanya belum rela gue cuma jadi temen lo, bisakah buat gue pengecualian?" Tak ada jawaban, yang di dengar Gabriel dengkuran halus. Itu artinya gadis itu tertidur.

Gabriel tertawa kecil melihat itu, beginilah Arsyilla yang selalu apa adanya tidak pernah menjaga image meskipun banyak siswa yang memujanya.

"Gue bakal nungguin lo, Ci." Ia mengusap pelan rambut Arsyilla, mengabadikan wajah Arsyilla yang tertidur pulas dengan ponselnya, sangat menggemaskan.

***

Dhika berada di perusahaan Sjgroup untuk membenahi semua pekerjaannya yang ia tinggalkan selama ke America dan mencari Arsyilla yang drama minggat dari rumah. Mengingat gadis itu tanpa sadar bibirnya naik keatas, tadi ia hampir menyerempetnya dan ia lihat dari spion gadis itu mendumal, sudah pasti menyumpah serapah dirinya.

"Sedang apa dia?" Tanya Dhika begitu Boy masuk keruangannya.

"Maaf bos, saya tidak mengantar nyonya pulang, ia bilang ada kerja kelompok dirumah temannya." Alis Dhika bertaut, ia meletakkan bolpoinnya.

"Cari tau dirumah siapa, dan guru apa yang memberi tugas tersebut."

Boy mengernyitkan alis, dia merasa ini di luar batas pekerjaannya, masa ia harus nguntit remaja?

"Aku tau dia bohong, kau bodoh bisa di kelabuinya. Mana ada orang kerja kelompok di bioskop." Jangan tanya darimana Dhika tau, ia menyadap ponsel istrinya, bukan tanpa alasan. Kalau gadis itu kumat kaburnya ia tidak akan kelimpungan lagi.

"Seret dia bawa pulang." Putus Dhika, ia kembali menekuni berkas-berkasnya yang bertumpuk di atas meja.

"Saya rasa nyonya butuh hiburan," ucap Boy.

Dhika menatap tajam Boy yang berani menyanggahnya, meskipun benar dia tidak akan membenarkan begitulah egoisnya seorang Mahardhika, apapun itu Arsyilla harus nurut padanya.

"Seret atau gajimu di potong." Boy macam makan buah simalakama, jemput nyonya kasian nggak di jemput dia yang kasian.

"Nyonya bilang wajah saya udah tercemar." Boy kembali mencari alasan, Dhika menggeram marah.

"Mengatasi anak kecil saja kau kwlahan Boy? Punya ponsel atau bodyguard lainkan? Akal punya kan? Apa begitu juga harus aku ajarkan?!" Dhika mengendurkan dasinya, kepalanya makin berdenyut nyeri.

Dengan tangannya ia mengibaskan Boy, memerintahkan pria itu agar keluar. Boy bukan tidak bisa menyeret nyonya kecilnya, hanya saja dia kasian pada gadis itu yang sudah pasti tertekan.

Mengehela nafas ia memutuskan menjemput nyonyanya sesuai perintah bos, alamat mall juga sudah di kirim kan Dhika, itu artinya perintahnya mutlak harus di tunaikan.

***

Dimall Arsyilla sedang berada di dalam bioskop, sialnya Aneth mengerjainya, katanya nggak nonton horor, lalu ini apa namanya, udah horor campur thiller lagi, sepanjang nonton Arsyilla menutup mata dan kupingnya, ia takut nonton beginian walaupun penasaran, cukup dengar orang jelasin aja dia udah berasa takut kok, nggak perlu nonton langsung.

Gadis itu diam aja sepanjang film di tayangkan, menyumpal kupingnya dengan headset menyetel musik rock and roll yang sama sekali nggak di sukainya, tapi demi menyamarkan suara dalam bioskop itu mendadak Arsyilla suka, tapi nggak membantu juga. Matanya ia tutup sama jaket itupun masih menutup rapat matanya sendiri nggak ada yang longgar sedikitpun.

Orang teriak dia yang panas dingin, kayak manapun besarnya volume hp, tapi telinganya tetap aja nangkap suara horor di sekitarnya, apalagi suara dari layar besar itu jelas banget malah, nggak guna ni headset.

Bukan nggak guna cuma karena fokusnya yang memang kesuara dan aura mencekam membuat Arsyilla lebih merasakan ketakutan itu.

Berharap yang musthail di dalama hati, lampu bioskop hidup. Dua jam Arsyilla berada di dalam asli mukanya pucat pasi kayak tepung tapioka, bibirnya yang di liptint dingin kayak es batu.

"Ci, sepanjang film di putar lo nutup mata sama kuping, cemilan aja nggak kesentuh kok muka lo kayak yang paling menikmati tu film?" Goda Zanetha.

"Masih bisa ya lo ngomong? Gue udah males sahabatan sama lo."

"Ya udah, jangan pegang dan peluk gue dong kalau gitu." Sepanjang jalan menuju keluar bioskop Arsyilla memeluk kuat Zanetha dan Cecil, dia di tengah pokoknya ngga mau tau, harusnya ada orang juga di belakangnya yang jagain.

"Ntar di luar, kita putus." Arsyilla masih menutupi wajahnya dengan jaket, jalan meraba, pengunjung lain merasa aneh ngeliat tingkahnya.

"Temen saya kebawa suasana, mendalami film tadi." Jelas Zanetha kepada orang yang menatap bingung Arsyilla.