Chereads / Pernikahan Sementara / Chapter 25 - Tidak Kembali Ketempat Laknat

Chapter 25 - Tidak Kembali Ketempat Laknat

Arsyilla menunggu maghrib untuk keluar penthouse Dhika, gadis itu sudah bertekad untuk tidak kembali ke tempat laknat ini, enak aja main bentak anak orang, jangan anggar karena kartu unlimited itu, Arsyilla bisa mengganti semua uang walaupun ujung-ujungnya dia bangkrut.

Nggak apa-apa lah demi harga diri.

Arsyilla memblock nomor si Gundu dan Boy, jangan sampe di teror apalagi di lacak. Tujuan gadis itu saat ini adalah villa keluarganya yang ada di puncak.

Naik apa Arsyilla kesana? Ya naik mobil lah masa naik odong-odong.

"Cil, gue pinjam supir lo dong suruh anterin gue ke villa."

"...."

"Mau nenangin otak, ntar kalau gue udah tenang gue cerita, jangan kasi tau Aneth."

"...."

"Biar aja gue absen, yang penting sekarang supir lo suruh jemput gue di cafe tempat kita biasa, lo gak usah ikut, bye." Cecillia tidak mengerti kenapa Arsyilla seperti ini, tapi dia melakukan apa yang Arsyilla minta.

***

Pagi ini Dhika udah rapi dengan pakaian kerjanya, ia sebenarnya masih sangat lelah namun pekerjaannya sudah menumpuk, masalahnya bersama Arsyilla menguras emosi jiwa dan raganya.

Anehnya kenapa dia harus mendebat hal yang tidak penting. Teringat jika kembali ke Indonesia tidak sempat mengabari kekasihnya, Dhika segera mengirimi pesan.

Saat keluar kamar ia melihat lantai dua, kamar Arsyilla tertutup rapat, mungkin gadis itu telah pergi kesekolah, pikirnya.

Tidak sengaja ia melihat kartu yang ia berikan pada gadis itu tegeletak di atas meja ruang tamu, alisnya mengernyit heran kenapa benda itu ada di sana.

Tanpa berpikir panjang ia mengambilnya dan akan memberikan kartu itu pada Arsyilla nanti, gadis itu pasti tidak sengaja meninggalkannya.

"Pagi Bos," sapa Boy.

"Kamu mengantar nyonya?"

"Saya menunggunya." Alis Dhika mengernyit lagi, jika Boy belum mengantar Arsyilla berarti gadis itu belum berangkat atau sudah berangkat lebih awal.

"Dia piket." Dhika berbohong, dia tidak ingin ada orang yang tau jika mereka bertengkar, mungkin saat ini gadis itu sedang merajuk.

Dhika menyunggingkan senyum mengingat gadis labil tersebut, setelah itu ia meninggalkan penthouse.

Tadinya ia ingin kekantor, tapi entah kenapa dia mengubah tujuannya, ia membuka jass dan dasinya, menggulung kemeja navynya, agar lebih terlihat seperti seorang guru.

*

"Woy, pak Dhika udah masuk!" Seru seorang siswi melapor entah pada siapa, ia berlari kencang masuk kedalam kelas Arsyilla.

"Yang bener lo?" Tanya seorang siswi sambil meraih cermin yang sedang di pakai teman sebangkunya, ia mengoleskan lipt tint di bibir hitamnya, agar bisa merah dan manis kayak sari gula.

"Sumpah, semua anak cewek teriak histeris, pak Dhika di antar bodyguard gitu, sumpah ganteng banget tu bodyguard." Jelas si pembawa berita.

"Wih bodyguard, berarti pak Dhika kaya dong."

"Keliatan kali dari pembawaannya, dia bukan kepala sekolah biasa." Sahut satu siswa yang sibuk merapikan poni.

Maya cs yang mendengar itu juga sibuk mempercantik diri, Dhika memang idola sejuta siswi di sekolah, meskipun siswinya gak sampek sejuta juga.

"Cia kok belum dateng ya?" Aneth mendadak khawatir, sebab musuh bebuyutan Arsyilla udah masuk, mana mungkin sahabatnya itu berakhir damai kalau udah bermasalah dengan Mahardhika, suami masa depannya.

"Cill, telpon Cia dong, gue telpon no nya gak aktif, gak online juga."

"Terus kalo gue yang hubungi aktif gitu?" Kesal Cecil.

"Oh iya juga, jadi gimana dong. Pak Dhika udah ngajar hari ini mana mungkin dia lepas, dan Cia gak biasa telat gini. Khawatir gue."

"Kalo sampek pak Dhika masuk dia belum datang berarti Cia absen."

"Lo kok enteng banget sih Cil, gak ada worrynya gitu." Kesal Aneth.

"Lo tau sendiri kemarin Cia sekacau apa gara-gara Gundu dan Wewe, mungkin lagi healing dia." Cecil berusaha menjaga rahasia dengan baik.

"Masa gara-gara setan dia absen?!" Tanyanya kesal.

"Jadi kok lo yang kesal sama gue, Neth?"

"Kebawa suasana gue." Aneth berdo'a agar sahabatnya masuk kelas di detik-detik bel terakhir. Cecillia sebenarnya kasian tapi ia juga harus menjaga amanah.

Maya senyum-senyum sendiri karena guru tercintanya udah balik masuk, kebetulan pelajaran matematika di jam pertama, harinya kembali cerah, dan matematika menjadi pelajaran favoritnya kembali.

Ralat, guru matematikanya.

Langkah Dhika mantap menuju kelas Arsyilla, ia tidak peduli tatapan memuja dan kagum dari para siswa dan dewan guru yanh melihatnya sedikit berbeda hari ini, bagaimana tidak tujuan awalnya kan bukan kesekolah.

Tapi gara-gara gadis itu, otaknya menjadi kacau begitupun dengan jadwalnya.

"Morninh class." Begitu masuk kedalam kelas.

Tangan Dhika mengepal karena tidak mendapati Arsyilla di bangku yang biasa gadis itu duduki.

"Morning sir," jawab siswa serentak.

"Ada yang absen? Siapa?" Tanyanya pura-pura tidak tau.

"Arsyilla Ayunda, pak." Suara Maya menghentikan Zanetha yang ingin menjawab.

Cecillia dan Zanetha muak melihat tampang Maya yang sok cantik.

"Keterangan?" Tanyanya pada Zanetha, ia mengabaikan Maya. Gadis itu malu bukan main.

Kedua sahabat Arsyilla tertawa horor dalam hati.

"Alpa," jawab Zanetha tidak semangat.

"Ok, fokus class." Sejam pertama Dhika mengajar seperti biasa, tapi di menit berikut ya ia tidak bisa menahan diri, keberadaan Arsyilla menari-nari di kepalanya.

Gadis itu memang tidak bisa duduk diam, pikirnya.

"Saya ada urusan, pelajaran akan di lanjutkan guru pengganti." Dhika meninggalkan kelas dengan langkah lebarnya.

"Pak Dhika kenapa ya? Gak Fokus banget."

"Mana gue tau Neth, mules kali," jawab Cecillia acuh, ia mengagumi Dhika namun tidak selebay Aneth dan siswi lain.

"Yah, pak Dhika pergi, semangat hidup gue kebawa sama dia," celetuk seorang siswi yang langsung mendapat tatapan tajam dari Maya.

"Awas ada yang ngamok! Ada yang merasa memiliki padahal doi tak menanggapi!" Seru Zanetha menyindir Maya.

"Maksud lo siapa?" Tanya Cecillia memanas-manasi.

"Adalah, cewek gak tau diri," jawab Aneth.

"Lo ngatain gue?" Ucap Cecil.

"Lo ngerasa Cil? Ya gue bilang buat lo. Jadi cewe jangan sok kecakepan, dapat bekasan aja bangganya selangit. Ke got lo Cil, cuci muka pake air comberan, kali aja lo sadar." Keduanya terbahak-bahak.

Wajah Maya sudah merah padam menahan amarah karena satu kelas pasti tau sindiran itu untuk dirinya.

"Dengar ya kalian semua, pak Dhika itu belum taken sama siapapun, jadi jangan takut ngehalu atau ngagumi pak Dhika, kalo ada yang marah berarti tu orang sakit jiwa!" Seru Zanetha lagi.

"Lagian ya, gue rasa pak Dhika ngerasa something sama Cia, doi tau banget pas liat bangku Cia kosong, gue jamin dia basa-basi aja nanyak tadi. Terus pergi karena nggak semangat, Cianya gak hadir."

Zanetha sengaja memprovokasi dan mengarang cerita yang seolah nyata, semua orang tau itu membuat Maya marah, tanpa mereka tau apa yang di katakan Zanetha semua benar.

"Neth, lo berani banget ngarang," bisik Cecillia.

"Biar aja, seneng gue liat muka si lampir merah padam."

"Lo nggak takut bermasalah sama pak Dhika?"

"Itu yang gue tunggu," jawabnya centil.

"Maksud lo?" Tanya Cecillia bingung.

"Kan kalo di panggilnya, bisa berduaan sama doi di ruang kepsek, masalah hukuman keseribu aja, yang penting bisa mandangin wajahnya itu lo." Mata Zanetha berbinar

"Gue rasa lo yang sakit jiwa," ketus Cecillia sambil geleng kepala.

"Terus kalo Cia marah gimana? Lo nyebar fitnah."

"Minta maaf sambil melas, terus lo bantuin gue buat dapat maafnya Cia, nggak mungkin persahabatan kita off gara-gara ini," jawan Aneth tenang.

"Mungkin aja Neth, kalo gue dan Cia lelah sama lo." Cecillia selemah mungkin mengatakan itu.

"No, lo bedua nggak bisa idup tanpa gue, begitupun gue. Nyawa kita udah terikat jadi satu." Zanetha mencubit sayang pipi sahabatnya yang menatapnya kesal.