El dilanda kebingungan, pasalnya orang yang membuat paginya tak menyenangkan sekarang akan menjadi dosennya, pengganti Miss Deri. Baru hari pertama bertemu saja sudah begini kesannya, apalagi jika ketemu tiap hari. El merasa dunianya berubah dalam sekejap.
"Anda telat dua menit!"
"Apa?" ujar El yang masih mencerna kondisinya saat ini.
"Silakan keluar jika tidak ingin ikut kuliah saya!"
"Maaf Pak, izinkan saya ikut kelas Bapak."
"Baiklah, kali ini saya berikan toleransi. Duduk!"
El berjalan menuju kursi di samping Vanya dan duduk setelahnya. Moodnya hari ini benar-benar hancur. Vanya yang menyadari mood El sedang buruk hanya bisa nemepuk punggung El sembari mengatakan "Sabar ya!"
Pertemuan pertama kali ini membahas tentang kontrak kuliah, di mana Arsen akan menjadi dosen mata kuliah Semantik di semester ini.
"Saya akan menyampaikan kontrak kuliah selama satu semester ini. 1) Dilarang terlambat meski satu menit, jika terlambat maka tidak diizinkan masuk kelas, 2) pengumpulan tugas harus tepat waktu, terlambat satu menit saja tidak akan saya terima, 3) dilarang copy paste tugas orang lain, 4) kuis akan saya adakan tanpa pemberitahuan. 5) tidak masuk tanpa pemberitahuan dua kali berturut-turut akan langsung saya berikan nilai E, Cukup itu saja."
Setelah penyampaian kontrak tersebut seluruh kelas menjadi riuh, mereka merasa keberatan dengan syarat dari Arsen.
"Maaf Pak, bisakah kontraknya diubah?"
"Ada yang keberatan dengan syarat saya?"
Semua diam, tak ada yang berani membantah ucapan Arsen. Meski begitu, mereka menggerutu di dalam hati.
"Baik kalau tidak ada, kelas saya akhiri! Selamat pagi,"
"Pagi Pak," ujar semua mahasiswa serempak.
Setelah kelas bubar, El dan Vanya pergi ke perpus. El berencana mencari refensi buku untuk mata kuliah semester ini.
"Lo yang nyari ya, gue mau numpang wifian lumayan wifi perpus kan ani lola." Ujar Vanya dengan cengiran khasnya.
"Dasar, pasti mau download Drakor deh tuh."
"Lo emang paling tahu, El." Ujar Vanya sambil menampilkan gigi pepsodentnya.
El menelusuri rak-rak buku sambil melihat tanda yang ada disetiap rak. Dia membaca beberapa buku dan memutuskan untuk meminjamnya. Setelah itu dia mengambil salah satu novel dan membacanya disebelah Vanya. Kali ini El tertarik membaca Novel dari Pramoedya Ananta Toer yang berjudul "Bumi Manusia" kalian anak bahasa pasti tak asing dengan sastrawan yang satu itu. Novel ini memang bisa dikategorikan bacaan yang berat, pasalnya membahas tentang masa kolonial Belanda, di mana sang tokoh yang asli pribumi mencoba melawan diskriminasi Belanda. Perlu pemahaman yang lebih untuk mengerti jalan cerita dari novel ini.
"El, lo apa nggak bosen baca novel itu?"
"Kenapa?"
"Nggak sih, cuma lebih seru baca novel masa kini kayak Dilan, Mariposa, Pelik, Rapijali atau yang lain kan banyak tuh."
El hanya tersenyum menanggapi ocehan Vanya. Memang benar sih, novel yang disebutkan Vanya menarik, hanya saja El sedang ingin membaca novel-novel terbitan lama bukan yang sekarang-sekarang ini sedang populer.
Vanya melihat jam tangannya dan dengan berat hati mengajak El ke kelas karena sepuluh menit lagi kelas berikutnya dimulai. Namun, sebelum ke kelas Vanya ke toilet terlebih dahulu dan meninggalkan El sendirian di koridor. Koridor terlihat sepi, entah kemana semua penghuni gedung ini. El yang bosan menunggu Vanya memutuskan untuk mendengarkan musik dari ponselnya. Setelah memasang earphone dia menatap ke gedung lain dan mengamati orang yang yang ada di lingkungan fakultasnya. Dari tempat El berada memang jangkauan pemandangannya cukup luas. Tanpa sengaja dia melihat seorang pria yang telah lama mengambil hatinya.
"Adnan, ngapain dia di sana?" monolog El.
Tiba-tiba Vanya datang dan mengejutkan El.
"Lo ngapain El, lihat apa sih?"
"Nggak papa kok, yuk masuk."
Mereka berdua pun masuk ke kelas, tetapi El masih memikirkan si Adnan yang dilihatnya bersama seorang gadis cantik. Bisa dipastikan kalau gadis itu anak tari, karena dilihat dari penampilannya sangat modis dan fashionable banget. Setelah kelas selesai, Vanya pergi meninggalkan El karena dia sudah ada janji dengan pacarnya. El yang saat ini berjalan sendirian melamun memikirkan Adnan.
"Aww," El menjerit kala dia menabrak tiang karena tak memperhatikan jalan.
"Aduh sakit banget, makin pusing deh kepala gue." Monolognya.
Tiba-tiba ada seseorang yang menyambar perkataan El.
"Ngapain cium-cium tiang?"
El pun mencari sumber suara dan menemukan dosen Nyebelin itu menatapnya dengan tatapan mengejek. El merasa sial setiap bertemu dengan dosen baru itu. Tadi pagi ditumpahin kopi, disuruh keluar kelas meski tidak jadi sih, lalu sekarang nabrak tiang. Sumpah El ingin memaki dosen yang ada dihadapannya ini. Tetapi, dia berusaha menahan semua itu karena takut nilainya jelek. Dia masih ingin selamat jadi dia menahan diri.
"Maaf Pak, apa bapak tidak lihat saya kejedot. Siapa juga yang nyium tiang."
"Oh, saya kira ingin dicium?"
El membelalak tak percaya dengan ucapan dosen di depannya ini. Apa dia bilang, ingin dicium. Ini namanya penghinaan, apa segitu nggak ada perasaannya tuh dosen ngomong. El memilih pergi daripada meladeni si Dosen gila ini.
"Saya permisi Pak,"
El tak mendengar jawaban dari dosennya, dia terus berjalan tanpa menengok ke belakang. Hari ini moodnya benar-benar hacur seperti remahan rempeyek. Lalu El memutuskan untuk pulang dan menjernihkan pikirannya.