Katanya hari pertama selalu bikin deg-degan, apalagi kalau dosennya macam anak singa. Bikin spot jantung pastinya.
Elvina
Hari ini jadwal El cukup padat, kuliah dari pagi sampai hari sore. Hari ini adalah hari Rabu dan akan menjadi hari paling berat bagi El. Biasanya orang mengeluh jika hari senin, tapi berbeda dengan El yang membenci hari Rabu. Selain jadwalnya yang padat, hari Rabu adalah salah satu hari dimana dia akan bertemu dosen galak baru itu. Rasanya El enggan berangkat hari ini, tapi dia takut dengan dosen barunya itu. Ingat, kalau peraturan Arsenio beberapa hari yang lalu bahwa mahasiswa yang tidak masuk tanpa pemberitahuan dua kali berturut-turut akan langsung diberikan nilai E. Tentu El tak mau hal itu sampai terjadi, bisa-bisa dia akan semakin sering bertemu dengan dosennya itu.
"Lo kenapa El?" tanya Abah, panggilan akrab El pada temannya yang bernama asli Bahtiar.
"Nggak papa Bah, biasalah hari rabu. Dulu pas masih ada Miss Deri rasanya nggak seberat ini deh."
"Loh masak sih, bukannya dosen pengganti Miss Deri ganteng banget ya?"
"Ganteng sih ganteng Bah, tapi nggak guna kalau sifatnya kayak gitu."
"Semangat deh, untung gue nggak dapet tuh dosen."
Setelah kelas ini berakhir, El dan Bahtiar menuju masjid kampus untuk menunaikan ibadah salah dhuhur. Kemudian, mereka berdua dan juga beberapa teman lainnya menuju kantin untuk mengisi tenaga yang sudah terkuras habis. Sejenak El bisa santai bersama teman-temannya, di sana juga ada Visya.
"El lo udah dapet refensi yang Pak Arsen rekomendasikan?"
"Eh emang udah dibilangin? Kok gue nggak tahu Sya?"
"Udah, Lo nggak lihat grup?"
El, memeriksa ponselnya dan ternyata benar ada pemberitahuan. Tapi karena hari ini jadwalnya penuh dia tak sempat membuka ponselnya.
"Mati gue, lo udah dapet Sya?"
"Belum beli sih, tapi gue udah pinjem anak sebelah."
"Duh, gimana ya?? Gue belum beli dan juga belum pinjem nih?"
El tampak panik, dia bingung harus pinjam ke siapa. Kelasnya akan dimulai 15 menit lagi. Akhirnya menghubungi teman-temannya dan syukurlah ada yang bisa meminjaminya. El bergegas menemui temannya untuk meminjam buku sebelum kelas dimulai. El meninggalkan teman-temannya yang masih di kantin. Mereka merasa kasihan dengan El, baru kali ini mereka melihat El sepanik ini. Padahal biasanya El selalu prepare semua dan termasuk mahasiswa rajin.
"Nan," sapa El setelah melihat orang yang dia cari.
El berlari menghampiri Adnan, di depan jurusan. Adnan memberikan bukunya pada El. El menerimanya dan tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih.
"Makasih Nan, kamu penyelamatku kali ini."
"Sama-sama, nanti habis kuliah mau aku temenin beli buku-bukunya?"
El mengangguk dengan antusias, Adnan selalu bisa membuat moodnya membaik. El sebenarnya masih ingin bersama Adnan tetapi setelah melihat jamnya, El harus segera masuk ke kelas. Akan fatal jika dia telat meski semenit saja. El pun pamit pada Adnan dan segera berlari menuju kelasnya. Setelah sampai di depan pintu kelas, El mengatur napasnya karena masih terengah-engah karena menaiki tangga tadi. Dia merasa bersyukur karena dosennya belum datang. Baru saja El bersyukur, tapi dia sudah dikejutkan dengan seseorang di belakangnya.
"Jangan berhenti di depan pintu, Anda menghalangi jalan saya." Ujarnya ketus.
El menengok dan menemukan dosennya berada tepat di belakangnya, El sontak terkejut dan mundur. Saking terkejutnya El hampir terjatuh karena mundur dan menginjak tali sepatunya yang lepas. Beruntung dosennya itu menarik tas El sehingga dia tak jatuh dan merasakan kerasnya lantai. Setelahnya dosennya itu masuk tanpa memperdulikan El. El segera duduk dan menyiapkan buku-buku perkuliahannya.
El berusaha fokus memperhatikan penjelasan Pak Arsen, dia bahkan mulai mencatat hal-hal penting di buku catatannya. Sesekali El melihat jam tangannya, dia membantin kenapa waktu rasanya berhenti dan tak kunjung usai. Dia mulai tak fokus dan mengingat-ingat kejadian tadi di mana Arsen menolongnya. Meski tidak secara langsung tetapi El merasa harus berterima kasih. Tadi dia tak sempat berterima kasih.
Ternyata El melamun dan yang lebih parahnya dia dipanggil oleh Arsen. El baru tersadar ketika Arsen berada di depannya dan menggebrak mejanya. Sontak El berteriak"Astagfirullah." Dia terkejut, sangat terkejut malahan.
"Anda tidak memperhatikan saya dari tadi?"
"Maaf Pak, saya tadi memperhatikan kok."
"Kalau gitu jelaskan kembali apa yang saya sampaikan!"
El melirik Vanya, tapi Vanya tak bisa berbuat apa-apa. El mencoba menjelaskan hal-hal yang dia pahami sebelum dia melamun. Arsen tanpak belum puas dengan penjelasan El karena memang belum lengkap. Tapi Arsen memilih kembali ke depan dan melanjutkan perkuliahan. Tetapi tanpa banyak orang yang tahu, Arsen membisikkan sesuatu kepada El. "Selesai perkuliahan temui saya!"
El mulai over thinking, dia takut Arsen akan menghukumnya.
***
Dengan cemas El ditemani Vanya menunggu di depan ruangan Arsen. Beberapa saat kemudian Arsen datang dan meminta El masuk. El duduk dihadapan Arsen dengan perasaan penuh kewaspadaan.
"Berikan nomor WA kamu!"
El bingung, kenapa juga dosen gila ini minta nomor whatsappnya. El masih diam tak beranjak dari lamunannya.
"Kamu tidak dengar? Mulai besok kamu akan jadi asisten saya!"
"Apa? Bapak tidak salah? Kenapa harus saya Pak?"
"Kamu mau membantah saya? Ingat, dosen selalu benar dan mahasiswa seperti kamu tidak berhak menolak."
"Tapi kenapa harus saya Pak?"
"Terserah saya, saya hanya ingin kamu. Cepat berikan!"
El menghela napas panjang, dia ingin menolak lebih jauh tapi dia takut jika dia menolak maka nilai mata kuliahnya akan terancam jelek. Dengan berat hari El mengetikkan nomornya di ponsel Arsen yang diserah padanya tadi. Setelahnya Arsen meminta El keluar dari ruangannya. Sebelum keluar El mengucapkan terima kasih pada Arsen karena telah menolongnya tadi. Arsen hanya menanggapi ucapan terima kasih El dengan "Ya."
Vanya melihat raut wajah sahabatnya semakin kusut setelah keluar dari ruangan Arsen. Dia bertanya apakah El dihukum, karena kejadian di kelas tadi.
"Enggak kok Nya, yuk kita pulang." El berjalan tanpa semangat sambil bercerita kepada Vanya. Vanya akhirnya tahu kenapa El menjadi seperti ini. Vanya hanya bis menyemangati El. Saat sampai di gazebo, El melihat Adnan menunggunya.
"Kenapa?"
"Nggak kok, kita jadi pergi?"
Adnan mengangguk,
"Gue pergi sama Adnan dulu ya Nya."
Vanya mengangguk dan mengucapkan untuk berhati-hati. El berjalan ke parkiran, sedangkan Adnan masih di gazebo karena Vanya memberitahunya kalau El sedang dalam kondisi mood yang tidak bagus. Vanya meminta tolong pada Adnan untuk menghibur El.
Adnan paham dan segera menyusul El.