Adila merasa kalut begitu mendapat kabar bahwa ayahnya sedang sakit. Karena itu, ia pun segera pulang kerumah setelah meninggalkan semua pekerjaannya di butik Adila's.
Adila mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi meskipun harus hati-hati dan tetap fokus agar tidak terjadi kecelakaan. Bundanya sedang berada di rumah nenek alias ibu kandung bundanya karena sakit. Sedangkan sang ayah memilih tinggal dirumahnya sendiri.
Sesampainya di halaman rumah, Adila segera keluar dari mobil dan memasuki rumahnya. Helaan nafas terdengar begitu Adila memasuki kamar ayahnya.
"Ayah."
Ayah Adila yang bernama Roni itu menoleh keambang pintu. Putri satu-satunya itu terlihat cemas. Ia pun berusaha untuk bangun dari posisi tidurnya. Adila mencegah dan membantu ayahnya dengan hati-hati.
"Ayah tau kamu lagi sibuk. Maafin ayah nak."
Adila menggeleng. "Ayah sama sekali gak ngerepotin Dila kok. Justru Dila yang akan marah pada diri sendiri kalau sampai gak tau ayah lagi sakit."
Adila berusaha membantu Ayahnya duduk di pinggiran ranjang. Memakaikan syal pada leher ayahnya kemudian mengamit lengannya.
"Kita harus kerumah sakit sekarang. Dila gak mau ayah semakin bertambah parah."
Mereka pun akhirnya keluar kamar dan menuju pintu luar. Sesampainya di teras Roni kembali berucap di balik raut wajahnya yang pucat.
"Barusan bunda sudah ayah kabarin. Sekarang bunda menuju klinik dan kita akan ketemu bunda disana."
"Klinik?"
"Iya. Klinik. Tempat ayah cek kolestrol tiap bulan."
"Kenapa tidak dirumah sakit?"
"Ayah gak suka antri. Lama."
Adila tak banyak bicara lagi. Ia membantu ayahnya memasuki mobilnya. Memasangkan safety belt diikuti dengan dirinya yang kini memasuki mobilnya kemudian menjalankannya dengan kecepatan sedang.
"Maafin Dila ya yah."
"Kenapa kamu minta maaf?"
"Gara-gara Dila sibuk ayah sampai sakit. Seharusnya-"
"Bukan salah kamu nak. Ini salah ayah."
Mobil berhenti bertepatan saat lampu merah. Adila menoleh kearah ayahnya yang kini terlihat semakin pucat.
"Maksud ayah?"
"Tapi kamu jangan marah ya Dil." Roni berdeham. "Semalam ayah bergadang nonton sepak bola bareng Azka. Semalam Azka sampai nginap. Kami minum kopi, delivery bakso dan.. ya begitulah. Tiba-tiba ayah ngedrop gini."
Adila menghela napas. Berusaha sabar. Padahal kopi adalah pantangan ayahnya yang punya maag. Daging bakso juga termasuk. Begitupun dengan bergadang. Usia pertengahan tahun pada Romi membuatnya kerap kali jatuh sakit layaknya penyakit orang tua di usia 45 tahun keatas. Tapi mau gimana lagi, Adila pun tidak bisa marah. Terkadang ayahnya itu sedikit susah untuk menuruti saran dari orang-orang disekitarnya untuk tidak memakan makanan pantangan.
"Dil?"
Dila kembali mengemudikan mobilnya begitu lampu sudah berwarna hijau. "Iya iya ayah. Dila gak marah. Tapi jangan gitu lagi ya? Mulai besok Dila akan dirumah selagi bunda tempat nenek. Oke?"
Roni merasa tidak enak. Ia tidak bisa mengelak meskipun seharusnya sang istri yang menjaganya. Tapi sebenarnya Roni sudah mengizinkan istrinya untuk merawat mertuanya itu.
Mobil sudah tiba di halaman parkiran klinik. Adila keluar dari mobilnya, membantu Roni sambil mengamit lengannya kemudian memasuki lift untuk menuju ruangan dokter yang berada di lantai 3 untuk memeriksakan ayahnya.
Mereka sudah tiba di lantai 3. Salah satu pasien baru saja keluar dari ruang dokter yang akan mereka masuki. Seorang asisten yang biasa menjadi bagian penerimaan pendaftaran pasien pun tersenyum ramah pada Roni dan Adila karena sudah terbiasa melihat kedatangan Roni di tiap bulannya.
"Silahkan Pak Roni. Dokter sudah menunggu didalam."
Roni mengangguk dan Adila membuka pintu ruangan dokter kemudian terkejut. "D-devian?"
🖤🖤🖤🖤
Makasih buat yang sudah baca chapter ini🤗
Kalian bisa kepoin mereka selanjutnya chapter 59 di snapgram author lia_rezaa_vahlefii.
Sehat selalu buat kalian..
With Love
LiaRezaVahlefi❣️