Sean mendudukkan dirinya di atas kursi di ruang kerjanya. Duda anak 1 itu baru saja selesai menghadiri meeting dengan beberapa kolega bisnisnya.
Pria tampan itu menyandarkan bahu tegapnya pada sandaran kursi. Ia memejamkan matanya sambil menghela napasnya pelan. Tangan kanan Sean memijit pangkal hidungnya.
Ia berada dalam posisi seperti itu cukup lama. Sebelum akhirnya, Sean kembali membuka mata. Hal pertama yang menyambut penglihatan pria itu adalah, sebuah bingkai foto yang di dalamnya terdapat foto seorang bocah laki-laki yang tengah tersenyum lebar. Dia adalah Ken, putranya yang sebenarnya tengah tertawa lepas saat foto itu diambil.
Sean meraih foto itu ketangannya. Bagian permukaan bingkai sudah sedikit berdebu. Pria itu mengambil tisu lalu mengusap bahian yang berdebu tersebut. Dipandanginya lama foto bocah kecil yang menghangatkan hatinya itu.
Senyum itu adalah senyum yang sudah lama tak ia lihat sejak Ken berada di rumah sakit. Jika ia merindukan senyuman putranya itu, Sean hanya bisa melihat lewat foto-foto maupun video lama Ken yang ia simpan baik di poselnya maupun yang sudah dicetak.
Namun, sekarang pria itu dapat dengan bebas melihat senyum polos penuh kebahagiaan pada wajah putranya secara langsung. Tidak perlu lagi menggunakan foto. Ia juga sudah bisa dengan bebas mendengarkan ocehan-ocehan random bocah 10 tahun itu tanpa harus memutar ulang video-video Ken yang ia simpan.
Semua ini berkat Adora. Sean tidak tahu apakah ia harus bersyukur atau sebaliknya karena telah dipertemukan dengan wanita aneh itu.
Di satu sisi, ia sangat bersyukur dengan kesembuhan Ken yang sebelumnya nyaris mustahil untuk terjadi. Namun, di satu sisi lainnya ia juga beribu kali merutuki keadaan mengingat harga yang harus ia bayar kepada Adora untuk kesembuhan putranya.
Sean meletakkan kembali bingkai foto yang telah ia bersihkan tadi ke atas meja kerjanya. Pria itu kemudian bangkit dari duduknya lalu berjalan mendekati jendela ruangan yang transparan. Jendela itu dapat memungkinkan Sean untuk melihat keadaan di luar kantornya hingga dalam jarak beberapa Kilometer.
Pria itu memandang keluar jendela. Memandangi kendaraan-kendaraan yang berlalu lalang di jalanan. Ia juga dapat melihat beberapa orang termasuk karyawannya yang tengah berinteraksi dengan sesama pengguna jalan lain di luar sana.
Namun, ada satu hal yang sedikit mengganggu penglihatannya. Pria itu menajamkan penglihatannya agar dapat melihat lebih jelas hal yang mengganggu dirinya tersebut.
Sedetik kemudian, Sean dibuat ternganga. Tepat di sisi jalan, di samping zebra cross ada Adora dan seorang pria yang Sean ingat bernama Blake tengah menunggu lampu merah bersama pejalan kaki lain.
Adora terlihat seperti biasanya. Setelan serba hitam yang membalut tubuh semampai miliknya. Ada sebuah topi bundar yang berhias setangkai bulu bewarna abu-abu di atas kepalanya.
Wanita itu terlihat santai menunggu lampu merah. Sementara Blake tampak kesulitan di belakangnya. Pria itu membawa banyak sekali tas belanjaan yang sudah bisa dipastikan itu milik Adora. Sean dapat melihat Blake berulang kali menggerutu namun langsung terdiam ketika Adora menatapnya.
Sean berdecak. Pria itu memutar bola matanya malas sebelum akhirnya mengoceh dengan singkat. "Apa dunia memang sesempit ini? Aku selalu melihatnya bahkan di tempat kerja sekalipun. Apa semesta sudah tahu bahwa aku akan memberikan jiwaku padanya? Sehingga kemanapun aku pergi aku akan selalu bertemu dengan Adora."
***
Blake menghela napasnya kasar. Pria itu menatap nyalang Adora yang membelakanginya. Ia tahu bahwa Adora menyadari hal tersebut. Namun, Blake tidak memperdulikannya.
Sungguh wanita itu benar-benar membuatnya sakit kepala. Setelah memaksanya masuk kedalam toko yang penuh dengan underwear wanita, sekarang ia dipaksa membawa sepuluh tas belanjaan milik Adora yang beratnya tidak manusiawi.
"Nak kau baik-baik saja?"seorang wanita paruh baya bertanya kepada Blake. Sepertinya, wanita itu jauh lebih peka terhadapnya dibandingkan Adora.
Adora yang mendengar seseorang bertanya kepada Blake, sontak menolehkan kepalanya. Ia menatap wanita itu sejenak lalu tersenyum dengan sangat manis.
"Tentu saja dia baik-baik saja, Nyonya. Dia sudah kulatih untuk selalu kuat dalam kondisi apapun. Bukan begitu, Blake?"tanya Adora dengan senyum penuh arti.
Blake memutar bola matanya. Pria itu lebih memilih diam. Ia tahu apa yang akan terjadi jika terlibat perdebatan dengan Adora.
Wanita paruh baya tadi menatap Blake iba. Ia tidak tega melihat raut wajah Blake yang tampak begitu kelelahan walaupun pria itu tidak tampak berkeringat sekalipun.
"Hey, Nona. Kasihanilah adikmu. Lihat! Dia membawa semuanya sendiri."ucap wanita paruh baya itu.
"Tidak, Nyonya. Jika kau berkata seperti itu, berarti kau meremehkan kekuatannya. Asal kau tahu saja, porsi makan pria ini bisa mencapai 5× porsi makan manusia normal. Sangat tidak wajar jika dia tidak mempunyai tenaga yang sebanding."jelas Adora panjabg lebar.
Wanita paruh baya itu menggelengkan kepalanya. Dia sedikit terkejut dengan pernyataan yang dibuat Adora. Ia tak lagi membalas perkataan wanita itu. Namun, mata wanita paruh baya itu masih sesekali menatap iba pada Blake.
Lampu untuk pengendara lalu lintas berubah menjadi merah, sedangkan lampu untuk pejalan kaki telah berubah menjadi hijau. Tanpa menunda lagi, Adora dan para pejalan kaki lainnya segera menyeberang.
Tidak butuh waktu lama untuk para pejalan kaki tiba di seberang jalan kemudian mereka berjalan ke arah tujuan masing-masing. Begitupun dengan wanita paruh baya tadi yang mengambil arah berbeda dengan Adora setelah ia mengucapkan kata simpatinya sekali lagi kepada Blake.
"Sepertinya wanita itu sangat memperdulikanmu."komentar Adora sepeninggal wanita paruh baya itu.
"Semua orang itu perduli. Kau saja yang tidak perduli."balas Blake.
"Hey, aku ini bukan orang. Kau tidak bisa menyamakanku dengan mereka."
Blake tidak membalas lagi. Pria itu memilih diam dan lanjut mengekor di belakang Adora. Mengikuti kemanapun wanita itu pergi.
Blake menghentikan langkahnya karena Adora yang tiba-tiba berhenti di depannya. Pria itu menatap bingung pada Adora yang sepertinya tengah menatap sesuatu. Wanita itu terlihat fokus menatap ke arah halaman sebuah gedung pencakar langit di hadapan mereka.
"Ada apa?"tanya Blake penasaran.
Adora memicingkan matanya agar dapat melihat lebih jelas. Setelah merasa yakin dengan objek yang ia lihat, wanita itu menyeringai. Ia menatap Blake penuh arti.
"Kau ingin tumpangan gratis, my kitty?"