Chereads / call me adora / Chapter 15 - Chapter 15 : Tamu istimewa

Chapter 15 - Chapter 15 : Tamu istimewa

Adora tengah bersantai di dalam kamarnya. Wanita itu tengah berbaring di atas ranjangnya sembari menyenandungkan sebuah lagu yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri.

Jari-jari tangannya yang lentik bermain-main di ujung rambutnya. Menggulung surai hitam tebal itu hingga membuat ujung rambutnya mengikal.

"Kemana perginya bocah itu? Kenapa dia belum kembali juga?"tanya Adora entah kepada siapa. Wanita itu tiba-tiba teringat pada Blake.

Ia mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Saat ia membuat Blake kesal dengan jawabannya, sehingga membuat pria itu pergi dengan wajah masam. Mengingatnya, membuat Adora ingin tertawa. Entah mengapa, bagi wanita itu rasanya sangat menyenangkan melihat wajah kesal milik Blake.

'gonggg!!!'

Suara bunyi yang begitu keras menggema di seluruh ruangan. Namun anehnya, tidak membuat Adora merasa terkejut sedikitpun. Dengan wajah malas, wanita itu bangkit dari ranjangnya lalu berjalan ke luar.

Bunyi yang menggema tadi ternyata adalah suara bel pintu utama rumah Adora yang akan berbunyi ketika tombolnya ditekan. Bel itu hanya berada di pintu masuk rumahnya. Sementara pintu toko hanya menggunakan lonceng biasa.

"Kali ini siapa lagi yang datang?"gerutu Adora. Wanita itu melangkah gontai hingga pintu utama. Dengan ekspresi datar, ia membuka pintu bewarna merah muda itu.

"Kalian?"tanya Adora sedikit terkejut. Ia tidak menduga ketiga sosok yang sedang berdiri di hadapannya itu akan berkunjung ke rumahnya.

Di hadapan Adora saat ini, berdiri sosok Blake dengan Sean dan juga Ken. Namun, dari ekspresi ketiganya, hanya Ken saja yang terlihat senang melihat Adora. Sementara Blake, memasang wajah datar seperti biasanya. Dan Sean? Pria itu segera buang muka saat Adora menatapnya.

"Bibi Adora!"sapa Ken girang. Bocah itu kemudian memeluk Adora sebelum wanita itu sempat membalas sapaannya.

"Kau! Bocah yang nyaris mati? Sedang apa di rumahku?"tanya Adora setelah melepaskan pelukan Ken secara perlahan.

Ken cemberut. Anak itu mengerucutkan bibirnya. Wajahnya terlihat kesal. "Bibi ini sama saja dengan paman Blake! Memanggilku dengan bocah yang nyaris mati. Namaku ini Ken tahu!"

Adora sedikit terkejut dengan respon yang diberikan oleh Ken. Wanita itu melirik Blake sebentar lalu kembali menatap bocah laki-laki itu. "Aku hanya mengatakan kebenarannya."

Ucapan Adora membuat Sean menatapnya tajam. Seperti memberi peringatan pada wanita itu untuk tidak mengatakan hal-hal aneh lagi kepada putranya.

"Baiklah! Karena kau sudah datang, silahkan masuk."ujar Adora. Ia mengelus pucuk kepala Ken gemas.

Ken yang tampak semangat berniat melangkah masuk. Namun, Sean menghentikannya agar tidak melangkah lebih jauh lagi.

"Tidak perlu. Kami hanya sebentar saja. Sekarang, kami akan pulang."ucap Sean sembari menggenggam tangan putranya.

"Daddy, aku datang kesini untuk melihat bibi Adora. Kita baru saja sampai di sini. Aku tidak mau pulang sebelum masuk kedalam."rengek Ken sembari menunjuk ke dalam rumah Adora.

"Anakmu benar. Kalian sudah jauh-jauh kesini. Setidaknya kasihanilah dia. Jika kau ingin pulang, pulang saja dahulu. Biarkan dia tetap di sini. Kau bisa menjemputnya lagi nanti."ucap Adora yang mencoba memprovokasi Ken. Hal ini membuat Sean menatapnya sinis.

"Aku meninggalkan putraku di sini? Bersama kedua orang asing yang tidak jelas asal-usulnya?"sarkas Sean dengan tetap mempertahankan tatapan sinisnya pada Adora.

Adora menyeringai. Ia menatap Sean remeh. "Dua orang asing inilah yang membuat putramu bisa berdiri di sini sekarang."

Sean seketika terdiam. Pria itu tidak membalas ucapan Adora. Entah karena ia tidak ingin atau karena ia tidak bisa. Namun yang pasti, ucapan wanita itu cukup menusuk hatinya.

"Boleh aku masuk, Bibi?"tanya Ken menginterupsi ketegangan yang terjadi.

Adora yang tadinya masih menatap Sean, kini mengalihkan pandangannya kepada Ken. Wanita itu tersenyum manis. Sebelah tangannya tergerak mengelus pucuk kepala Ken lembut. "Tentu saja, anak manis."

Bocah laki-laki itu tersenyum senang. Ia kemudian menatap ayahnya yang berdiri tepat di sampingnya. "Daddy, ayo masuk. Sebentar saja. Setelah itu jika daddy ingin pulang, aku akan ikut."bujuk Ken.

Sean akhirnya menyerah. Pria itu tidak punya pilihan lain selain menuruti keinginan putranya. Jauh di lubuk hatinya, ia masih tidak ingin menginjakkan kaki di tempat ia pernah menggadaikan nyawanya. Namun, ia juga tidak bisa pulang dan meninggalkan putranya begitu saja. Tentu tidak bisa, setelah ia tahu siapa itu Adora.

Sementara itu, Adora malah tersenyum penuh kemenangan di atas kekalahan Sean. Ia benar-benar merasa bangga karena telah berhasil mematahkan keangkuhan duda tampan itu. Adora tidak bisa berhenti tersenyum menatap Sean yang telah berjalan melewatinya.

"Selamat datang di kediamanku, Jacob's family. Aku tidak tahu kalian akan berkunjung sehingga aku belum sempat untuk membenahi rumahku. Jadi, kumohon maafkan aku jika keadaan tempat ini tidak membuat kalian merasa nyaman."ucap Adora dengan maksud ingin menyambut tamu istimewanya. Wanita itu juga memberi kode kepada Blake agar segera menyiapkan makanan dan minuman untuk Sean dan putranya.

"Bahkan jika tempat ini seindah surga sekalipun, aku tetap tidak akan merasa nyaman berada di sini."komentar Sean. Pria itu menatap Adora sinis.

"Sayang sekali surga bukan gayaku, Tn. Jacob. Mungkin kau akan merasa nyaman dengan suasana khas neraka."balas Adora tak mau kalah. Wanita itu tersenyum penuh arti menatap Sean. Ia terus melakukan hal itu bahkan saat duda anak satu itu sudah tidak berkomentar lagi. Adora baru berhenti bertingkah saat mereka telah sampai di jalan menuju tokonya.

Ken mengernyitkan dahinya. Bocah laki-laki itu merasa aneh dengan keadaan di dalam rumah Adora. "Bibi Adora, bagaimana bisa ada hutan di dalam rumahmu?"tanya Ken bingung.

Adora yang mendengar bocah itu bertanya sontak menghentikan langkahnya. Ia memandang ke sekelilingnya, sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Ken.

"Ini adalah salah satu keistimewaan tempat ini. Di mana kau dapat menemukan sesuatu yang tidak akan kau temukan di tempat lain."jawab Adora.

"Tapi, bagaimana caranya pohon-pohon yang sangat tinggi ini ada di dalam rumah bibi?"tanya Ken sekali lagi.

"Aku adalah Adora. Aku bisa melakukan sesuatu yang menurut orang mustahil untuk dilakukan. Tanya saja pada daddymu, ia tahu seberapa hebat diriku ini."jawab Adora sembari tersenyum penuh percaya diri.

"Benarkah itu daddy?"tanya Ken pada Sean.

Sean menatap Adora sinis. "Daddy tidak tahu tentang semua yang bibi Adora katakan. Namun, ada satu kehebatannya yang daddy tahu."

"Apa itu?"

"Bibi Adora itu sangat pandai dalam menipu dan menjebak orang. Itu adalah keahliannya. Jadi, daddy sarankan kau harus berhati-hati agar tidak terjebak dengan tipu dayanya."jelas Sean yang mencoba menasihati Ken.

Ken mengerutkan dahinya. Bocah laki-laki itu menatap Adora dan Sean bergantian. "Bagaimana daddy bisa tahu kalau bibi Adora itu penipu? Daddy pernah ditipu olehnya?"

Seketika semuanya terdiam. Sean dan Adora saling melempar tatapan penuh arti. Atmosfer di sekitar menjadi sangat canggung hingga akhirnya duda anak satu itu menjawab pertanyaan putra semata wayangnya.

"Ya, daddy pernah tertipu olehnya. Daddy tidak tahu harus menyesalinya atau tidak. Tapi, satu hal yang daddy tahu, kejadian itu bukanlah sesuatu yang ingin daddy inginkan terjadi."