Seorang lelaki tampan duduk lesu di sudut kamarnya. Kedua mata sembab dan hidung merah tak membuatnya bergerak untuk memperbaiki penampilannya. Bahkan, dari bangun tidur hingga siang ini lelaki itu membiarkan perutnya kosong tanpa diisi nasi ataupun makanan ringan lainnya.
Lelaki itu adalah Ardi. Ya, dia sangat terpukul dan masih saja memikirkan nasib cintanya yang harus bertepuk sebelah tangan. Bukan ia tak rela, tapi ia hanya belum siap dan belum bisa mempercayai semua takdir yang menimpa dirinya.
"Aku tidak tahu lagi akan menemukan wanita lain selain dirimu atau tidak, Ra." Ardi meraung dalam benaknya.
Rasa cintanya pada Safira benar-benar melekat dan sulit untuk dihempaskan. Wajar saja jika ia begitu kesulitan menerima kenyataan. Di hadapan Safira mungkin ia bisa dan mampu bersikap tenang dan menerima semuanya. Namun, ketika sendiri ia benar-benar frustasi dan merunduk sedih.
"Ting tong!" Terdengar bel berbunyi.