Suasana begitu gelap, seperti tengah berada di lorong goa.
Nuansa serba hitam rumah Mbah Tresno membuat bulu kuduk Juju mulai berdiri.
Hanya satu buah lilin sebagai penerangan aroma kemenyan, begitu kental dan menusuk hidung.
Juju merasa tak nyaman berada di tempat itu, padahal sudah beberapa kali dia datang kemari, namun kemistikan rumah Mbah Tresno, masih membuatnya belum terbiasa.
Sambil melihat Mbah Tresno yang sedang fokus komat-kamit membaca mantra, Juju berbisik ke Martiana Cemani, asisten Mbah Tresno.
"Kang, kok cuman pakek lilin aja sih? Emang kita lagi ngepet ya?" lirih Juju.
"Enggak Kang, kita gak lagi ngepet, tapi lagi ritual cari jimat, si Akang Juju kan lagi mau pelet, Salsa," jelas Martiana.
"Iya, tapi kenapa harus pakek lilin, udah mana rumah item semua, masa penerangan cuman pakek lilin sih? Gak punya listrik ya?"
"Punya kang Juju, tapi si Embah pakek lilin karna—"
"Ah, saya tahu, pasti karna syarat ritual ya?"
"Enggak!"
"Biar, makin misterius ya?"
"Enggak!"
"Biar tambah sakti ya?"
"Eng... gak!"
"La terus?"
"Biar irit listrik, Kang Juju,"
"Hah?!"Juju melotot kaget.
"Ehem! Berisik!" bentak Mbah Tresno.
Lalu Mbah Tresno mengambil segelas air putih di hadapannya.
Mbah Tresno menggunakan air itu untuk kumur-kumut lalu ....
"Byuurr!"
Seketika wajah Juju langsung basah, karna guyuran air suci yang di semprotkan langsung dari mulut Mbah Tresno.
"Ewwww," Juju sampai nyengir, karna saking gelinya, "kok saya di sembur si, Mbah?" keluh Juju.
"Jangan banyak komplain, itu bukan sembarang semburan! Tapi itu adalah semburan pembuka aura wajah!" tegas Mbah Tresno.
Juju masih peringisan sambil menahan mual, "Tapi, bau banget Mbah!" Juju mengelap wajahnya, "abis makan apa sih?" lirih Juju.
"Jengkol, eh," Mbah Tresno keceplosan.
"Emang gak ada cara lain ya selain di sembur?"
"Gak ada!"
"Terus kalau udah di sembur saya jadi apa?"
"Ya tetep jadi Juju, masa jadi Lee Min-ho!" cantas Mbah Tresno.
"Huh! Tau gitu mending gak usah di sembur, kalau kayak gini, 'kan muka saya jadi bau, terus aura ketampanan saya kalau luntur gimana? Mbah harus tanggung jawab lo!" ancam Juju.
Mbah Tresno menatap wajah Juju lekat-lekat, sambil matanya melotot tajam, Juju pun langsung menciut, karna takut Mbah Tresno akan mengutuknya menjadi Mermaid karna dia sudah berani mengocehi dukun sakti.
"Em-em-bah, mau apa? Gak ada niat mau cium saya, 'kan?" tanya Juju dengan wajah ketakutan.
"Ewww, najis!" Mbah Tresno menoyor kening Juju sampai terjatuh, "nyium juga pilih-pilih keles, masa ciuman sama biawak! Emang eike cowok apaan?!"
Seeaaat....
Mbah Tresno merapikan poninya.
'Enak aja, memeber cute Alligators yang terkenal keren dan kuat, di bilang Biawak, apa kata Iguana?' batin Juju.
Melihat Juju yang masih terjengkang karna di toyor oleh Mbah Tresno, Martiana pun mendekatinya dan menolongnya.
"Kang Juju gak kenapa-kenapa, 'kan?"
"Enggak, Kang Martiana Cemani, cuman saya khawatir terjadi sesuatu dengan wajah ganteng saya ini," keluh Juju.
"Ehem! Dasar, Odong! muka mu itu tidak akan rusak karna semburan jigong saya! Apa lagi sampai luntur kegantengan mu yang gak seberapa itu! Yang ada muka mu akan menjadi 3 kali lipat lebih ganteng dari sebelumnya! Karna yang tadi bukan sembarang semburan, tapi semburan air tadi di ambil dari 7 sumber mata air keramat yang sudah di permentasi!" jelas Mbah Tresno.
Juju pun langsung merasa girang karna mendengar pencerahan dari Mbah Tresno.
"Wah, yang bener, Mbh? Kalau wajah saya bisa 3 kali lipat lebih ganteng! Saya rela di sembur bolak-balik, Mbah!" ucap Juju penuh antusias.
Sementara Mbah Tresno hanya geleng-geleng kepala sambil melipat tangannya, sok cool.
"Tapi, By the way, any way, busway! Kalau boleh tau, airnya di permentasi sama apa ya?" tanya Juju dengan polos.
Lalu Martiana kembali berbisik di telinga Juju.
"Kotoran, Musang Kramat, kang," bisiknya.
Mata Juju langsung melotot nyaris copot.
***
Dan setelah itu Juju pun pergi dari kediaman Mbah Tresno dengan membawa sebuah buntelan kecil sebagai jimat keberuntungan menggait cewek.
Sambil memegang jimat itu, Juju merasa sangat penasaran, karna tampilannya yang unik tidak seperti jimat pada umumnya.
Di balut dengan kain perca warna merah jambu sedikit ada renda dan di hiasi pita kecil sebagai pemanis.
"Ini, jimat apa kado ultah ya?" celetuk Juju sambil garuk-garuk kepalanya.
Dan saking penasaran dia pun mencium jimat itu, karna kebetulan sejak tadi ada aroma yang mencurigakan, sangat misterius dan sedikit mengganggu pernafasan.
Dan setelah Juju menciumnya, ternyata benar, aroma aneh itu berasal dari buntelan jimat dari Mbah Tresno.
"Sialan! tu di Dukun Sedeng, kasih gua jimat apaan nih?!" Juju langsung memutar balik langkahnya, tapi di belakang malah sudah ada Martiana yang tak sengaja malah tertabrak.
Dan momen tabrakan itu terlihat begitu dramatis dan terasa mendebarkan, bak sebuah film romantis ala-ala drakor, bercampur sinetron ikatan cinta.
Tak sengaja, bibir Juju dan Martiana saling menempel. Dan menyadari akan hal itu seketika mereka berdua langsung melotot dan muntah sejadi-jadinya.
"Huek! Huek! najong najong najong! EWW!"
Martiana sampai membasuh bibirnya dengan air tuju kali sementara Juju juga sampai cuci muka dengan kembang tujuh rupa.
5 jam kemudian.
Juju dan Martiana duduk santai dan masih di depan rumah Mbah Tresno, dengan wajah pucat dan juga syok. Karna baru saja mengalami adegan yang mengerikan seumur hidup mereka.
Apa lagi Martiana saking sedihnya sampai berjanji pada diri sendiri bahwa tidak akan pernah mengingat lagi kejadian buruk itu seumur hidupnya.
Bagaimana tidak, karna Martiana sebagai jomblo akut yang sudah lumatan selama ratusan dekade itu, harus melepaskan ciuman pertamanya dengan seorang Juju.
"Kang Juju ngapain sih bukannya langsung pulang masih di sini? Kang Juju naksir saya ya?" tanya Martiana blak-blakan.
"Eww, najong! Kang Martiana yang ngapain ikutin saya!?"
"Lah, kan saya mau nagih ongkos, Kang Juju tadi belum bayar mahar sama Embah,"
"Oh, iya yah!" Juju menepuk kening sendiri sambil ketawa biadap.
"Maaf, Kang, saya hilaf," Juju merogoh saku dan memberikan amplop coklat kepada Martiana, "tolong kasih ke, Embah ya,"
"Ok ok," Martiana mengangguk-anggukan kepalanya, "terus, Kang Juju, kenapa tadi balik lagi?"
"Anu, Kang, saya mau nanya isi jimat ini apa ya? Kok baunya mencurigakan,"
Seketika Martiana terdiam sesaat.
Lalu dia menarik nafas dalam-dalam dan berbisik kepada Juju.
"Isi di dalam jimat itu adalah ...."
"Adalah apa?!"
"Adalah ....'
"Adalah apa, Kang! Ribet banget!" keluh Juju.
Martiana kembali mendekat ke telinga Juju, dan berbisik, "Di dalam jimat itu berisi, pup Ayam cemani keramat yang sudah di campur dengan pup tokek albino yang di impor langsung dari gurun sahara," jelas Martiana dengan ekspresi yang dramatis.
Seketika Juju terkejut dan berteriak yang tak kalah dramatisnya.
"APA?!"
"Biasa aja kali, Kang," lirih Martiana.
"Emang gak ada bahan lain apa buat bikin jimat? Kenapa harus yang begituan sih? Fiks! gue rasa, Mbah Tresno mandinya juga pakek begituan, buat luluran," tebak Juju sambil geleng-geleng kepala, "soalnya pas tadi deket dia, gua nyium aroma yang hampir sama," ucapnya lagi dengan gaya yang seolah-olah dia adalah detektif Connan.
"Salah, Kang Juju. Mbh Tresno gak suka luluran, apalagi pakai begituan soalnya, Mbah Tresno, jarang mandi, hanya satu tahun sekali beliau mandi, yaitu, setiap tanggal satu Suro," jelas Martiana dengan wajah polos dan tanpa sedikit pun ada rasa bersalah.
"WHAT?!"
Juju sangat menyesal karna sudah datang, ke tempat ini.
To be continued