Chereads / Pria itu Terobsesi Dengan Anakku! / Chapter 7 - Pecahan Vas dan Lem

Chapter 7 - Pecahan Vas dan Lem

Kiara sedikit malu menerima kesopanan tingkat tinggi dari semua orang yang bekerja di rumah ini. Saat dia mengejar Aksa, mereka semua membungkuk untuk menyapa di sepanjang jalan.

Memasuki ruang tamu, Kiara dengan cepat meminta Aksa untuk datang ke meja makan. Dia dengan serius menarik kursi untuknya. Meja makan itu panjangnya tiga meter, ditutupi taplak meja bermotif gelap. Ada dua

kursi di setiap ujung meja. Kiara berpikir dalam hati, tidak baik jika hal-hal menjadi begitu jauh dalam pembicaraan ini, dan terlepas dari aturannya, dia menyeret kursi dari ujung lain ke sisi pria itu.

Kiara merapikan kursinya, duduk, dan matanya tidak berkedip. Dia terus menatap Aksa tanpa berkedip. Aksa mencoba meletakkan sendoknya beberapa kali untuk membuat Kiara sadar akan perbuatannya yang menggelikan ini, tetapi tampaknya urat malu gadis itu sudah mati. Dia masih menatap Aksa hingga sekarang.

Aksa menghela napas tak berdaya, "Kiara, apa yang ingin kamu lakukan?"

"Aku… hm… begitulah." Kiara tersenyum malu-malu. Saat menatap ketampanan Aksa yang sangat berkelas ini, dia sebenarnya juga kebingungan dan tenggelam tanpa sadar. Setelah itu, dia pun bertanya, "Aksa, bolehkah aku meminta hadiah?"

Aksa memandang Kiara bolak-balik, dan berpikir dalam hati. Gadis ini sama sekali tidak kenal malu. Setelah hanya setengah hari tinggal di rumahnya, apakah Kiara sudah berani meminta hadiah padanya? Tidak heran dia melakukan semua cara untuk menyenangkan hati Aksa.

"Apa yang kamu inginkan?" Aksa akhirnya meletakkan sumpitnya, dan dengan elegan menyesap sup di mangkuk ke dalam mulutnya.

"Vas porselen di koridor lantai dua yang paling dekat dengan kamar tidur. Aku ingin itu."

"Vas yang berhias emas dan swarovski di lemari? Itu yang kamu maksud?" Aksa bertanya untuk memastikan.

Kiara tertegun, dan mengangguk lagi dan lagi, "Ya, ya, yang itu!"

Tanpa mengangkat kepalanya, Aksa melanjutkan, "Kamu memiliki penglihatan yang bagus, kamu memilih yang terbaik."

"Kalau begitu, kamu mau memberikannya padaku?" Kiara bertanya dengan sedih sambil menepuk perutnya, "Itu adalah yang diinginkan putramu di dalam sini."

Aksa mengontrol kesabarannya, "Bagaimana kamu tahu itu adalah anak laki-laki?"

"Itu…" Kiara cemberut, "Kalau begitu aku ubah. Vas itu adalah apa yang diinginkan oleh putrimu."

Aksa menolak tanpa mendiskusikannya, "Tidak. Aku tidak akan memberikannya padamu. Vas itu terlalu berharga. Jangan menggunakan anak itu sebagai alasan."

"Aku ingin itu…" Kiara berkata dengan suara rendah, "Jika kamu ingin anak ini tetap di perutku, berikan aku vas itu!"

Aksa mengerutkan kening, "Kiara, apakah kamu selalu begitu menyebalkan?"

"Memangnya kenapa?" Kiara berkedip, matanya yang indah dipenuhi dengan air mata. Saat dia berkedip, air mata di dalamnya seolah akan meluap.

Aksa tiba-tiba tenggelam saat melihat mata Kiara. Dia lupa harus mengatakan apa.

Kiara juga melihat ini. Dia mengambil kesempatan itu untuk mendekat, "Apa menurutmu aku seperti ini juga pada orang lain? Aksa, kita punya hubungan. Kita punya anak, tentu kita harus bersikap layaknya pasangan, kan?"

Alasan macam apa ini? Aksa diam-diam berbicara pada dirinya sendiri. Karena dia menghadapi satu-satunya wanita yang pernah melakukan hubungan intim dengannya, apa dia harus mengorbankan vas itu? Apa wanita ini tidak akan bersikap normal sepanjang hari jika Aksa tidak memberikan yang dia mau?

"Kecuali untuk anak itu, kita tidak ada hubungan apa-apa." Setelah kembali ke akal sehat, Aksa mengoreksi kesalahan Kiara tepat pada waktunya.

"Tapi…"

"Oke, ayo makan dulu." Aksa sepertinya tidak mau bicara lagi, dia memotong Kiara dengan agak serius.

Kiara bergegas menutup mulutnya dan tiba-tiba mengambil sendok di samping piring. Tapi saat makan, dia masih mengambil sayuran untuk Aksa, "Ayo, makan ini. Ini enak."

Asih mengawasi dari samping. Matanya menunjukkan rasa gembira. Ini luar biasa! Rumah yang kosong ini akhirnya terasa hidup dengan hadirnya Kiara.

Setelah makan, agar bisa tampil baik di depan Aksa, Kiara dengan antusias pergi ke dapur untuk membantu mencuci piring. Meskipun Asih berulang kali mencegahnya, Kiara tidak merasa ingin menyerah.

"Nona Kiara, bagaimana jika Anda berikan segelas air ini kepada Tuan Aksa? Tuan biasanya selalu meminum segelas air hangat setelah makan malam," kata Asih.

"Oke!" Kiara dengan senang hati mengambil air dan keluar dari dapur, tapi Aksa sudah hilang. Saat dia mengangkat kepalanya, dia hanya melihat Aksa menghilang di sudut koridor lantai dua. Sial!

Kiara kaget dan lari ke atas, "Aksa! Jangan naik!"

Sangat disayangkan, Kiara tampaknya agak terlambat. Ketika dia berlari ke koridor di lantai dua, Aksa sudah berdiri di samping lemari yang kosong. Dia mendengar suaranya, lalu menoleh ke arah Kiara, "Di mana vas yang aku letakkan di sini?"

"Ah… ini…" Wajah Kiara menjadi pucat dan keringat dingin mengucur di telapak tangannya, "Apakah ada vas di sini? Aku tidak tahu. Aku… aku baru saja datang hari ini dan aku tidak tahu apa-apa."

Aksa memandang Kiara, dan berkata dengan ringan, "Kalau begitu aku akan pergi ke ruang CCTV untuk melihatnya."

"Jangan!" Kiara segera membujuk pria itu agar tidak pergi, "Aku… bisakah aku menjelaskan ini padamu? Tadi siang… ada kecelakaan."

"Kecelakaan?" Aksa menyipitkan matanya, dan menebak bahwa vas itu mungkin sudah pecah sekarang. Dengan kemarahan di dalam hatinya, dia berkata, "Kiara, kamu baru saja berada di sini kurang dari sehari, dan kamu sudah berani menjatuhkan vasku? Jika kamu tinggal lebih lama di sini, apakah kamu akan menghancurkan rumah ini?"

"Itu…" Kiara menelan ludah. Dia menunjuk ke perutnya, "Anakmu… dia terlalu nakal! Aku baru saja ingin melihat vas yang indah itu, tapi dia menendang perutku. Aku baru pertama kali merasakannya, dan tidak siap, jadi vas yang aku pegang di tanganku, jatuh ke lantai. Aku tidak bisa meletakkan benda itu di lemari dengan benar. Aku tidak punya uang untuk membayarnya kembali. Apakah kamu akan memukulku? Atau, pikirkan sesuatu yang bisa aku lakukan untuk memberi ganti rugi padamu. Aku sangat bersalah dan aku akan menemukan cara untuk menggantikannya."

Hati Aksa membara. Dia mengepalkan tangannya sambil menggertakkan gigi, lalu berkata, "Menurutmu apa yang bisa kamu ganti untukku?"

"Aku akan membantumu merekatkan vas porselen itu kembali oke?" Kiara tersenyum lebih lebar. Dia berlari melewati Aksa, kemudian menuju ke kamar tidurnya. Setelah beberapa saat, dia keluar sambil memegang pecahan vas di tangannya. Pecahan-pecahan itu sudah direkatkan. Kiara perlahan-lahan meletakkannya di dudukan, "Aku sudah lama menempelkannya, bagaimana? Lumayan, kan? Anggap saja motifnya memang model retak."

Melihat retakan dan bekas lem yang berantakan di vas, Aksa menjadi semakin marah. Ketika dia menyentuh vas, tangannya gemetar, "Kiara, apakah kamu ingin membuatku kesal?"

Kiara menciut ketakutan. Dia menundukkan kepalanya sangat rendah, dan tidak berkata apa-apa. Ketika Aksa mengetahui bahwa wanita yang bersamanya malam itu adalah Kiara, dia meminta orang-orang untuk memeriksa informasi Kiara tanpa henti. Dia mengetahui bahwa Kiara lahir dari keluarga terpelajar, kedua orangtuanya adalah dosen di universitas. Ibu Kiara dikenal anggun dan sopan.

Saat tahu itu, Aksa merasa beruntung, pikirnya, anak di perut Kiara pasti akan memiliki gen yang baik. Tapi dia tidak berharap Kiara memberinya 'kejutan' sebesar itu hanya dalam satu hari. Bahkan Kiara sendiri terlihat seperti anak kecil yang belum dewasa, bagaimana dia bisa punya anak nanti?

"Kiara, berapa umurmu?" Aksa bertanya dengan cemberut.

"20 tahun di paruh kedua tahun ini." Kiara berkedip dan menjawab, "Kenapa? Berapa umurmu?"