Chereads / Pria itu Terobsesi Dengan Anakku! / Chapter 10 - Pemeriksaan Kehamilan

Chapter 10 - Pemeriksaan Kehamilan

"Perusahaan mana?" Aksa bertanya kepada salah satu direktur di kantornya yang juga kebetulan mendampingi di sampingnya.

"Itu adalah perusahaan bangkrut yang diakuisisi oleh Anda dua bulan lalu, mereka memproduksi mesin kecil." Direktur itu tidak berani melewatkan satu hal pun, "Karena pabriknya terletak di dekat teluk, limbahnya telah mencemari air di sana dengan serius. Grande Group akan membangun sebuah taman hiburan, jadi kita membeli perusahaan itu dan omong-omong kita juga membeli tanahnya. Orang di dalam mobil itu pasti putra dari pemilik utama dari perusahaan itu yang sekarang jadi gila."

"Apakah kompensasi dan pengeluaran lainnya telah dialokasikan?" Aksa bertanya lagi.

"Ya, tuan, sudah diberikan semua sebulan yang lalu."

Aksa mengangguk sedikit, menunjukkan bahwa dia mengerti. Dan pria di dalam mobil itu masih berteriak-teriak, tampaknya tak kenal ampun. "Uang telah diberikan kepadamu, dan kamu juga telah menerimanya. Itu urusanmu sendiri bahwa kamu tidak dapat membayar gaji para karyawan sekarang. Kecanduan alkohol yang diderita ayahmu hanya menunjukkan bahwa dia sangat lemah hatinya. Ibumu sakit parah dan saudara perempuanmu tidak bisa pergi ke sekolah, itu bukan salahku. Kita sudah membuat perjanjian jual-beli dengan jelas. Tidak ada gunanya jika kamu datang kepadaku."

Aksa melanjutkan dengan hampa, "Sekarang, aku akan memberimu kesempatan untuk pergi dari sini. Jika kamu tidak pergi, jangan salahkan aku karena bersikap kasar."

"Aku tidak akan pergi! Kamu… Kamu mengandalkan kekuatanmu sendiri, jadi kamu mengurangi uang yang kamu berikan kepada kami! Kamu sebenarnya bisa memberi kami uang lebih banyak!" Pria itu masih berteriak, wajahnya memerah karena marah.

Kiara sedikit kasihan pada pria di mobil itu. Dia pasti tidak bisa melawan Aksa yang agung itu, seperti Kiara yang mencoba menolak kontrak yang diberikan pria itu tadi malam.

Saat ini Aksa mengerutkan kening. Dia dengan tidak sabar bergegas ke kepala keamanan di sebelahnya, "Keluarkan dia! Ingat, jangan sampai aku bertemu dengannya lagi di rumah ini."

Setelah selesai berbicara, Aksa merasa ada yang kurang, "Usir dia jauh-jauh, jangan biarkan dia masuk lagi. Kita harus meningkatkan keamanan di sini."

"Ya, tuan."

Aksa mengangguk sedikit, tidak lagi membuang-buang waktu. Dia berbalik dan berjalan kembali. Dia bergegas berkata pada direktur di kantornya, "Pergi dan periksa ke mana perginya kompensasi untuk perusahaan mereka."

"Ya, tuan."

"Aksa! Aksa, jangan pergi!" Ketika pria di dalam mobil melihat Aksa hendak pergi, dia melompat keluar dari mobil dan mengacungkan pisau, tampak menakutkan. Tapi, bagaimanapun juga, dia masih muda, dia ditundukkan oleh sekelompok pengawal begitu dia keluar dari mobil. Dia langsung terbaring di tanah, dan kepalanya ditodong dengan pistol.

"Keluarkan dari rumah ini!" Kepala keamanan memerintahkan orang-orang untuk menyeret pria itu keluar dari rumah Aksa. Kemudian, dia yang membawa mobil milik pria itu keluar.

Kiara bisa mendengar teriakan pria itu dari ruang tamu. Dia merasa senasib dengannya.

"Apakah itu terlihat bagus? Masih ingin melihat?" Suara dingin Aksa datang secara tiba-tiba. Kiara terkejut, dan dengan cepat mengangkat kepalanya untuk melihat Aksa berdiri di sampingnya. Pria ini menatap dirinya dengan tatapan tajam.

"Itu…" Kiara tersenyum palsu, "Tidak apa-apa, aku hanya kebetulan turun dan mendengar suara berisik."

"Datanglah ke ruang makan untuk sarapan. Dokter yang akan memeriksamu akan datang." Aksa juga berjalan ke ruang makan.

"Aksa!" Kiara memanggil Aksa, dan bertanya dengan rasa ingin tahu, "Apa yang akan kamu lakukan dengan pria itu sekarang? Apa kamu akan membunuhnya?"

"Ya." Aksa dengan sengaja menakut-nakuti Kiara. Setelah berbicara, dia mendengar suara terkejut. Belum puas membuat takut Kiara, Aksa berbicara dengan dingin lagi, "Jika tidak ingin mati di sinis seperti dia, patuhi saja perintah dariku."

Kiara menelan air liurnya susah payah. Terlepas dari apakah Aksa bisa melihatnya atau tidak, dia mengangguk seperti ayam yang mematuk beras.

Aksa tidak berbicara lagi, dan melanjutkan langkahnya. Jika bukan karena kehamilan Kiara, dia pasti sudah mengabaikan gadis ini.

Beberapa saat kemudian, Kiara dan Aksa akhirnya selesai makan. Kiara ragu-ragu dan berkata, "Aksa, boleh aku ke kampus hari ini? Memang masih libur, tapi aku rindu suasana kampus. Boleh, ya?"

"Tuan Aksa, dokter sudah ada di sini." Suara Asih tanpa sengaja terdengar.

"Oke." Aksa menjawab, "Dokter akan memeriksa tubuhmu. Jika janin di dalam perutmu tidak ada masalah, kamu bisa keluar."

Setelah mendengar nada ini, Kiara merasa bahwa dia seperti selir yang diperlakukan baik di zaman kuno, jadi dia hampir memberi hormat dan berteriak pada Aksa untuk memberi rasa hormat.

"Tuan Aksa, apa saya bisa memulai pemeriksaan?" Dokter yang datang adalah seorang wanita paruh baya, mengenakan jas putih, dan dia terlihat sangat berpengalaman. Dia diikuti oleh beberapa perawat muda dan cantik.

Kiara juga diam-diam melihat beberapa perawat itu menatap Aksa. Mereka tampak ingin menyapa, tapi sayang sekali Aksa tidak bisa memahami ini. Dia tidak peduli sama sekali dengan para perawat itu.

"Periksa dia baik-baik." Aksa memerintahkan, dan langsung pergi ke ruang kerja di lantai atas.

Kiara dibawa ke atas oleh Asih. Tanpa basa-basi, dokter itu langsung memeriksa nadi, mengukur tekanan darah, dan mengambil sampel darah Kiara. Entah berapa lama waktu yang dibutuhkan sebelum akhirnya selesai. Dokter juga mengatakan bahwa hasil pemeriksaan tidak akan keluar sore hari. Kiara bisa menunggunya paling cepat esok hari.

Ketika Kiara turun ke lantai bawah, dokter sudah melapor ke Aksa. Dia hanya mendengar satu kalimat, "Sangat sehat."

"Tuan Aksa, kita pergi dulu, dan ketika hasilnya keluar, saya akan meminta seseorang mengirimkannya secara langsung. Mengenai nutrisi dan rencana olahraga, saya akan mendiskusikannya dengan pakar terkait dan menyampaikannya dalam tiga hari."

"Bagus." Aksa mengangguk, "Asih, antar para tamu keluar."

Mendengar kata-kata ini, Kiara menuruni tangga dan mendekati Aksa dengan cepat, "Bagaimana? Aksa, aku sangat sehat, kan? Bolehkah aku keluar sekarang? Aku bosan di rumah."

Aksa melirik Kiara, "Ya, tapi kembali sebelum jam empat sore."

"Siap!" Kiara menjawab tanpa ragu-ragu, lebih baik bisa keluar meski sebentar daripada tidak sama sekali.

Aksa menatap Kiara dengan tatapan aneh, "Mobilnya sudah menunggu di luar."

Kiara tertegun selama dua detik, hanya untuk menyadari bahwa Aksa ternyata telah menyiapkan mobil untuknya. "Terima kasih! Aku tidak tahu masih ada orang baik di dunia ini."

Kiara memuji tanpa ragu-ragu, dan berbalik dengan gembira. Aksa yang menatapnya merasa heran pada gadis itu. Meskipun orangtua Kiara adalah profesor di universitas, dan gaji mereka lumayan, ditambah uang yang mereka dapat dari proyek penelitian, tapi Keluarga Adinata tampaknya sangat sederhana. Keluarga itu juga harus dianggap berada di level atas, tetapi orangtua Kiana memperlakukan orang lain lebih baik daripada saat memperlakukan anak mereka sendiri.

Setiap liburan, orangtua Kiara pergi ke daerah terpencil untuk mengajar anak-anak di sana. Gaji mereka selama setengah tahun disumbangkan. Biasanya orangtua Kiara juga mensponsori dua atau tiga anak dari keluarga yang kurang mampu untuk bersekolah dalam waktu yang lama, sehingga Kiara tidak tahu bagaimana rasanya punya uang berlimpah sejak kecil karena dia selalu diajari hidup sederhana.

Kiara saat ini menuju ke mobil yang disiapkan Aksa. Dia tidak bisa menyebut mobil apa itu, jadi dia mengambil gambar mobil itu dan memberikan fotonya pada Donita. Donita hanya memberikan balasan berupa harga mobil tersebut. Kiara merasa bahwa dia tidak hanya merasakan perasaan menjadi orang kaya, tetapi dia juga seperti berada di puncak saat tahu harganya.