Setelah mencubit wajah Juwita yang imut, Ian akhirnya merasa puas, dan berinisiatif kembali ke tempat tidur. Tapi kemudian dia berkata.
"Aku tidak akan makan lagi, dan aku tidak bisa tidur sekarang. Mari kita membuat keributan, dengan suara yang lebih pelan."
Ian menyilangkan kaki dan mengulurkan tangan untuk membantu Anin menyelipkan sudut selimut.
"Ya."
Juwita memandang Anin yang sedang tidur, dan mengangguk dengan patuh.
Keduanya duduk berseberangan, dengan seorang anak kecil yang terbaring di tengah-tengah mereka, dan Ian hanya bisa menggaruk kepalanya lagi.
Sial, kenapa suasananya makin mirip seperti sepasang suami istri yang sengaja mengobrol larut malam setelah menunggu anak mereka tertidur.
"Nah, kapan pertama kali kita bertemu?"
Ian masih punya banyak metode. Dia tahu topik untuk memulai. Untuk gadis seperti Juwita, lebih baik dia membicarakan momen-momen yang tak terlupakan di antara keduanya.
