Diva terus memeluk Helena, menggoyang-goyangkan tubuhnya tanpa rasa bersalah. Ia bahkan berani menciumi kedua pipi Helena dengan gemas, serta berulang-ulang kali. Tak melihat bahwa wanita yang sedang ia peluk itu tengah menyimpan dendam begitu besar.
Sedang David tak peduli, ia merasa hal itu biasa-biasa saja, mengingat adiknya yang memiliki sifat sangat kekanak-kanakan. Sementara Ryan, pria itu sungguh hanya dapat berdiri membisu. Ia sama sekali tak bergerak, layaknya es batu yang membeku. Ia sungguh bersimpati dengan Helena.
"Diva ...." Rengekan panjang yang Helena keluarkan, nyatanya berhasil membuat Diva menghentikan aksinya. Ia tersenyum cerah, memperlihatkan wajah cantiknya, yang jika diakui—mirip boneka.
"We? Kenapa menatapku seperti itu?" Begitu polosnya Diva bertanya. Helena jadi benar-benar yakin, bahwa sahabatnya ini telah menyabotase umurnya.
