Helena berjalan santai dengan jaket tebal berbulunya ke sebuah apartemen. Cukup luas.
Wanita itu menekan tombol bel pada dinding rumah begitu sampai. Ia menunggu beberapa saat, hingga wanita paruh baya datang membukakan pintu.
Ia tampak bingung melihat kedatangan Helena. Wanita dengan rambut blonde yang sangat cantik.
"Maaf menganggu. Saya baru saja membuat sebuah masakan. Jadi, saya berniat untuk membaginya kepada Anda," ucap Helena sopan. Dia membuka tas kantongnya, mengeluarkan sebuah wadah ramekin pyrex dari sana.
Ia dengan sopan memberikan masakannya tersebut pada wanita paruh baya yang kini telah membuka seluruh pintu apartemennya.
"Oh, ya. Kamu wanita yang sangat baik, mau masuk dulu?" Terlihat wanita paruh baya itu menampilkan ekspresi bahagia. Ia juga menerima makanan yang Helena berikan.
"Tidak, tidak perlu. Terimakasih banyak telah menawarkan. Saya harus membagikan makanan kepada tetangga yang lain." Helena menolak halus. Masih dengan senyuman cantik di wajahnya.
"Begitu. Terimakasih banyak atas makanannya, ya."
"Sama-sama. Saya permisi." Setelah mendapat anggukan dari sang pemiliki rumah, Helena akhirnya segera melanjutkan perjalanannya ke apartemen lain.
Apartemen kedua, Helena memberikannya kepada seorang ibu hamil. Akibatnya, Helena mendekam di apartemen tersebut selama beberapa saat. Karena, sang ibu hamil sangat mengidolakan Helena dan ingin agar idolanya masuk ke apartemennya.
Setelah bebas di apartemen kedua, Helena harus terperangkap di apartemen ketiga. Ia memberikan masakan buatannya tersebut pada seorang nenek-nenek yang tengah bermain dengan cucunya di taman belakang. Helena juga rela menghabiskan setengah jamnya yang berharga untuk menemani sang cucu bermain.
Lalu kini, Helena sedang dalam perjalanan pulang ke apartemen kesayangannya. Bahkan ia sudah tidak memikirkan bagaimana masakannya itu yang belum sempat ia cicipi.
Kawasan apartemennya berada di ibu kota, Seoul. Kawasan apartemen sederhana yang memiliki jalanan umum. Kadang Helena suka berjalan-jalan di sini, karena dapat menikmati heningnya dunia dan bagaimana angin berhembus. Ada beberapa kursi taman juga yang tersebar di sepanjang kanan-kiri jalan.
Saat sampai di tikungan menuju halaman apartemen luas dan mewahnya, manik mata Helena tak sengaja mendapati seorang pria yang ia kenali.
Helena mengernyit heran, sebelum akhirnya memperhatikan sekeliling. Tidak. Ia hanya memperhatikan CCTV yang terpasang di banyak penjuru. Saking banyaknya, Helena tidak dapat menghitung hanya dengan jari.
Rasanya wanita itu ingin pura-pura tidak tahu dan masuk ke dalam apartemennya saja. Lalu, makan masakannya dan tidur sepuasnya karena hari ini ia mengambil libur sepuluh jam.
Namun, sayangnya ia tidak melakukan semua itu. Helena malah mengambil benda pipih dari saku jaketnya, dan mengetikkan pesan kembali pada Jack.
[Bisakah Oppa matikan semua CCTV di kawasan apartemenku? Juga, tolong hapus CCTV lima menit sebelum ini, ya.]
Satu menit setelahnya, balasan dari Jack membuat Helen tersenyum.
[Akan segera dikerjakan.]
Percayalah. Selama dua menit Helena hanya berdiri. Beruntung ia tidak menggunakan high heels.
Dengan menenteng kantong tas yang kosong, Helena berjalan mendekati Kai. Tampaknya pria itu tengah kebingungan dengan benda pipih hitam yang ia genggam kuat.
Hanya menggunakan sweater hitam dan celana pendek senada. Pria itu sangat cepat berganti rambut. Kemarin rambutnya hitam pekat. Tapi sekarang, warna rambutnya sudah berganti menjadi orange.
"Ada yang bisa aku bantu?" tawar Helena dengan suaranya yang dingin begitu sampai di samping Kai.
Pria itu hampir saja menjatuhkan handphonenya. Ia menatap Helena dengan pandangan terkejut. Mulutnya terbuka kecil, dengan kedua bola mata yang membulat karena kedatangan Helena.
"Kau ...–oh?"
Kai menetralkan ekspresinya. Beberapa saat setelahnya, ia menjawab dengan suara yang mungkin sedikit .... ragu?
"Aku ... kehabisan daya handphone." Pria itu berucap dengan suara yang menurut Helena sangat lucu.
Berusaha menahan tawanya atas tingkah konyol Kai, Helena berusaha memberikan bantuan. Yah, secara, meskipun mereka adalah sepasang mantan—tetapi berpisah secara baik-baik.
"Ini sepertinya sudah hampir sore. Lalu, rambutmu ... kenapa basah kuyup?" Helena menyadari rambut orange Kai yang basah. Tampak airnya seperti tercemar ...?
"Rambutku terkena genangan air karena mobil yang berkendara terlalu cepat."
Uhuk!
Helena hampir saja tertawa jika tidak menyadari bahwa orang yang ditertawakannya ada di depan mata.
"O–oh .... Kalau begitu, bagaimana jika ke apartemenku sebentar? Tepat di sana. Agar kau dapat membersihkan rambutmu." Bukankah Helena adalah wanita yang baik? Ia bahkan mau merelakan apartemen tersayangnya untuk seorang pria yang kini terlihat amat kasihat.
Kai mengangguk pelan. Ia kemudian dipersilakan Helena untuk mengikutinya ke apartemen.
Bangunan besar dengan cat putih yang begitu modern. Tentu itu adalah apartemen Helena. Ia mendesain–nya hampir sama dengan rumah sang mama.
Tampak ragu, tetapi pada akhirnya Kai tetap masuk ke dalam apartemen Helena. Hingga dirinya sampai di ruang tamu yang dapat dibilang sangat luas.
Helena menoleh ke belakang, Kai sama sekali tidak duduk di sofa. Ia kemudian berdehem. "Kau bisa langsung ke kamar mandi untuk mencuci rambutmu. Ada di atas sana. Mau aku antar?"
Kai menganggukkan kepalanya. Ia juga mendongak, menatap dua tangga putih yang saling bersandingan dengan cukup jarak. Lalu bertemu dengan lantai atas yang dapat dengan jelas terlihat dari ruang tamu.
"Ayo." Helena mengajak pria itu untuk mengikutinya di belakang.
Kai menurut, ia terus mengikuti langkah Helena di belakang. Mulai dari menaiki tangga, hingga sampai di lantai atas.
Jika boleh jujur, lantai atas adalah privasi Helena. Jarang ada orang yang dapat memasuki kawasannya ini. Tapi, apa boleh buat? Mantannya ini juga termasuk orang kaya yang mana mungkin hanya diberi akses kamar mandi kecil.
Jadilah Helena membawa Kai ke kamar mandi kedua di lantai atas. Jika dihitung, sangat luas untuk seukuran kamar mandi. Fasilitasnya juga begitu mewah, pasti cocok untuk Kai yang selalu berpenampilan mahal.
"Silakan, kau bisa memakainya sepuasmu." Tangan Helena menunjuk pintu putih kamar mandi. Mirip seperti pintu rumah yang besar dan lebar sebenarnya.
"Terimakasih," ucap Kai pelan.
Setelahnya, Helena segera pergi dari sana. Wanita itu memilih untuk turun ke bawah. Tepatnya, dia akan membuat minuman selama Kai masih sibuk membersihkan rambutnya.
Mempersilakan tamu masuk ke dalam rumah tanpa menjamunya? Itu bukan sifat Helena. Dia adalah wanita mewah yang selalu membuat tamunya bak raja—asal tidak menyebalkan.
Helena pergi ke arah dapur, ia kemudian membuat segelas teh hangat. Tak perduli dengan rasanya, yang pastinya enak. Tentu. Karena teh yang ia sajikan adalah teh celup mahal dari Malaysia. Secangkir teh celup buatannya telah tersaji rapi di atas nampan.
Namun kemudian, tatapan mata Helena tertuju pada microwave. Dia teringat dengan makanannya yang belum sempat dilahap barang sesendok pun.
Helena menghela. "Dia belum selesai, jadi aku dapat memakannya, 'kan?"
Helena memakai sarung tangannya, kemudian membuka microwave tersebut.