Chereads / Kisah Putri SANG KIAI / Chapter 1 - S1. Gelisah.

Kisah Putri SANG KIAI

Ririnby
  • 228
    Completed
  • --
    NOT RATINGS
  • 115.6k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - S1. Gelisah.

Hari berganti malam, malam ini hawanya sangat gerah. Kiai Fattah duduk di serambi Masjid sambil menikmati bulan sabit dan ribuan bintang.

Malam yang larut waktu menunjukkan pukul satu malam. Kiai Fattah memegang dadanya yang terasa sakit. Rasanya ada yang menusuk ulu hatinyanya, matanya berderai air mata saat datang rasa cemas.

"Allahumma inni as aluka khoirahaa wa khoiramaa jabaltahaa alaihi wa auu'du bika minsyarriha waminsyarrimaa jabaltaha alaihi.

Ya Allah sesungguhnya aku memohon kebaikannya dan kebaikan apa yang Engkau ciptakan pada dirinya. Dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan apa yang Engkau ciptakan pada dirinya. Hati ini sangat gelisah, dan dari tadi aku tidak melihat Sofil, sepuluh santri sudah mencari namun tidak juga menemukan dia. Ya Allah lindungi putraku jauhkan dari marabahaya dan maksiat besar Ya Allah ingatkan dia akan siksaMu yang nyata Ya Allah ... Aamiiin Ya Robbal a'lamin," ujar Kiai Fattah lalu berwhudlu dan melaksanakan solat malam.

Perasaan yang tidak jauh berbeda Umi Fadillah bersujud diatas sajadahnya dan terus menitihkan air mata, firasat seorang ibu, perasaannya tertuju pada Sofil, bukan pada Fatih yang pergi jauh. "Ya Allah kehelisahan ini menyerang dan rasa takut hadir, hadir dengan bersamaan muncul wajah Sofil, ya Allah ... Ya Allah ... Hiks, berilah jalan yang terang kepada putra hamba, berilah hidayah untuknya Ya Robb, jangan adakan fitnah yang akan membuat dia semakin jauh ya Allah. Jauhkan dia dari marabahaya, Ya Allah hanya kepadaMu hamba meminta petunjuk dan kepadaMu pula hamba meminta perlindungan. Ya Allah semua datangnya dari diri sendiri, jika Sofil tidak berubah karna dia tidak ingin, maka tolong rhidoi jalanya, berikanlah jalan terang walau setitik, Ya Allah ... Aku hanya seorang Ibu yang Engkau amanahkan untuk melahirkanya, dulu dia suci saat keluar dari rahim, dan kini penuh dosa dan kesalahan. Hamba sadar, hamba belum juga menjadi Ibu yang baik, namun jika pada akhirnya dia dijalan yang benar tolong mudahkan jalanya. Malam ini kedua putraku pergi, yang satu jauh namun sudah bisa menjaga diri dari nafsu, semoga Engkau mengistiqomahkannya, dan satunya hanya Engkau yang bisa melindungi dari hasrat terlarang. Ya Allah ..." suaranya terpecah, segrra menghapus bekas air mata, beliau bangun dan kembali whudlu.

Sedang putra sedang asik mabuk bersama teman-temannya Pemuda ini sudah tidak terkendali, dia minum dan memuaskan keinginannya, dia meneguk tiga botol.

'Nasya aku tidak sanggup lagi karna dia hari ini kamu sangat acuh tidak seperti biasanya. Aku sudah tidak tahan lagi, aku memutuskan untuk minum pumpung gratis, inilah surga dunia yang akan membawa siksa di neraka, aku sadar namun aku belum ada rasa takut. Aku tetap meneguknya tanpa henti, inilah yang aku rindukan beberapa hari lalu. Nasya aku yang tergantung kepadamu, namun karna kemarahan aku melampiaskan ini, ini alasan yang buruk namun ini adalah pelepas dahagaku,' batin pemuda itu, yang sudah tidak sadarkan diri.

Gadis berparas cantik, dengan temannya saling menepuk tangan tanda berhasil menjebak putra Kiai.

"Setelah ini aku akan mengaku ke Kiai itu, bahwa putranya sudah menghamiliku, jadi biar tambah percaya, aku harus tidur bersamanya, aku masih sangat ingat ketika SMP dia mengolok ku dan mengataiku cupu, jelek, heh, kini dia tidak berdaya," ucapnya.

"Sana nikmati dan puaskan hasratmu, aku sendiri juga butuh asupan itu, lihat aku akan memikat gadis yang disana," jelas teman prianya pergi ke tempat lain. Kemudian gadis itu membuka baju Sofil, dia sudah mengecup dada Sofil, melumuri bibir Sofil. dengan bibirnya, dia naik di atas tubuh Sofil, yang tak sadarkan diri dalam posisi duduk.

Putra Kiai mendorong gadis itu, hingga terpental. "Najis," ternyata dia masih bisa mengendalikan diri. Sofil berdiri dan segera pergi dengan sedikit gleyoran.

"Ya Allah bodohnya aku ..." sadarnya dengan penuh menyesal. Malam yang sangat sunyi datanglah sesuatu yang dahsyat yang menyerang dadanya. Sofil terjatuh dijalan dan meratapi dirinya sendiri, dia sangat menyesal dan marah akan dirinya yang tadi tidak bisa mengendalikan diri untuk minum.

"Ya Allah ... Ya Allah... Ya Allah ... Hek hiks, Astaghfirullah .... Astaghfirullah..." Dia terisak di jalanan sepi, tergeletak diatas jalan aspal, barulah pemuda itu menyadari semuanya. Itulah yang ditunggunya sejak lama, perasaan yang benar-benar takut akan Allah, dia sudah merasakan getaran yang berkecamuk.

"Ya Allah ... Ya Allah ... Aku malu padaMu, Ya Allah ... Ya Allah ... Hek hek hiks." Dia terus memanggil asma Allah sambil meronta dalam tangisan yang penuh penyesalan.

Malam itu seorang Kakek bungkuk, renta mendekatinya, "Berdiri, tubuhku sudah tidak kuat untuk membantumu berdiri, " ujarnya, Sofil berdiri lalu berjalan dengan lemas mengikuti langkah kakek yang menuntunnya, keduanya berada di tepi jalan. "Kalau mau taubat jalan masih panjang, namun jika kamu tetap ditengah jalan kamu bisa saja kecelakaan dan tidak jadi taubat," jelas Kakek itu, Sofil mengangkat kepalanya, menatap nanar Kakek itu.

"Ya Allah ... Ya Allah ... Ya Allah, hek hek hek hiks, esth ... Astaghfirullah ..." Sofil tertunduk malu, menutup wajahnya, dengan suara yang menggetarkan jiwa.

Putra Kiai sudah menemukan titik putih yang dicarinya, malam itu memukuli diri sendiri.

"Jika kamu menyiksa diri Allah akan semakin marah, jadi hentikan ini dan tempuh lah jalan lurus," jelas Kakek itu menepuk bahunya lalu pergi meninggalkan Sofil sendiri.

"Ya Allah hamba malu menyebut Asmamu, Ya Allah ... Hiks, hiks. Getaran didalam sini sangat menyiksa batin, ya Allah Engkau menunjukkan jalan dan kini hamba benar-benar takut kepada Engkau. Ya Allah ... Ya Allah betapa bodohnya aku, yang sudah tau namun tetap menuruti maunya setan. Ya Allah ... Aku akan menempuh jalan lurus, sekuat dan sebisaku walaupun aku tidak pantas untuk di ampuni. Ya Allah ... Aku malu, heh ... He he hek hiks, heh ...."

Dia bersujud dalam tangisan penuh sesal di trotoar.

Bersambung.