"Jadi, bang Fahri lumpuh?" tanya Umar tanpa jeda lagi.
Lelaki yang kini duduk di kursi kosong yang baru saja di tinggal Azka itu menatapku dengan serius. Tapi alhamdulillahnya, aku bisa menahan air mata untuk tidak keluar. Menelan saliva, sekali lagi melirik ke arah Azka dan memastikan kalau dia tidak mendengar pembicaraan kami.
"Kamu sudah tahu?" tanyaku pula pada Umar sambil tetap menggendong tangan kiri dengan arm sling biru yang kupunya.
Umar mengangguk. "Mbak Anisa juga sudah tahu. Tadi sebelum ke sini, aku dan Azka sempat menjenguk bang Fahri dulu."
Aku semakin tertarik ketika mendengar bagin ini dari Umar. Lantas aku pun membenarkan posisi dudukku untuk bisa mendengar ceritanya lebih jelas. Kuminta Umar untuk menceritakan kronologi kejadiannya.