Aku dan umi sampai ke rumah bunda dengan diantar oleh abi yang kebetulan baru saja mau keluar untuk beberapa urusan kecil. Kenapa tidak diantar Habib? Karena dia ada urusan dengan caffe cabangnya di kota ini.
Saat melihat halaman, sudah tidak ada mobil bang Fahri yang menandakan bahwa laki-laki itu pasti sudah pulang ke Jakarta sejak tadi pagi. Rumah terasa begitu sepi, tidak ada suara kecuali kicauan burung yang bertengger di pohon mangga tetangga.
Kuketuk pintu, membunyikan bel, tetap tidak ada yang menjawab. Sampai beberapa menit kemudian, pintu terbuka dan menampilkan seorang wanita muda berbaju gamis panjang dengan warna pastel.
"Assalamu'alaikum, Mbak," kataku pada mbak Anisa.
"Wa'alaikumsalam. Umi, El ayo masuk!"
Mbak Anisa membawa kami masuk dan menyuruhku untuk menunggu di ruang tengah. Sudah seperti tamu saja, padahal aku juga putri di keluarga ini. Tapi ya sudahlah, lagi pula mbak El sedang memanggil bunda di kamarnya.