Habib Al-Zikri, seorang lelaki dengan hati yang sangat lembut, penyayang dan juga penyabar. Tak peduli seberapa sering aku membuatnya kesal atau kecewa, dia selalu sabar menghadapi segala tingkah konyolku.
Dia tidak pernah marah, membentak atau berlaku kasar. Marahnya hanya sesaat, atau bahkan marah dengan senyuman penuh nasehat. Dia imam terbaik dalam hidupku, aku belajar banyak hal darinya. Mulai dari kesabaran, keikhlasan, dan berbagi dengan seksama.
Sering kulihat suamiku itu memberi makanan pada anak-anak dilampu merah, dia juga tidak segan turun ke jalanan yang dijemur matahari untuk menghampiri mereka. Dia juga selalu membudidayakan hidup sehat, setiap pagi dia selalu jogging keliling komplek sambil membawa sebotol air putih.
Aku beruntung mempunyai suami seperti dia, sayangnya aku belum bisa memberi kebahagiaan untuknya, yakni seorang anak. Ah, sialnya aku harus punya trauma menggelikan seperti ini. Tapi salutnya aku, Habib bahkan tidak merasa jijik atau mencemooh-ku.