Mulut Umar baru saja ingin terbuka untuk menyampaikan rasa protesnya terhadap Farida, tapi istrinya itu sudah lebih dulu membungkam mulut Umar dan memintanya masuk duluan ke mobil, sementara dia ingin bicara berdua denganku.
Awalnya Umar menolak permintaan Farida yang satu ini, tapi kemudian aku juga memberikan suara dan menyuruhnya untuk menunggu di mobil, karena aku memang perlu menjelaskan sesuatu pada adik tiriku ini.
Dia menarikku sedikit lebih jauh dari mobil hitam Umar yang terparkir di depan garasi. "Maksud Mbak apa bicara seperti itu? Mbak tidak usah sok mengatur hidupku, karena kita bukan siapa-siapa!"
"Farida sadarlah! Ini Jakarta! Tidak semua orang yang kamu kenal bisa di percaya, kamu bahkan belum genap sebulan mengenal Bara tapi kalian sudah berani jalan berdua, maksudnya apa? Apa kamu tidak tahu itu dosa?"