Aku masih bingung cara kerja otaknya Habib yang bisa berpikir dua kali lebih cepat dan akurat dari pada otak orang lain, khususnya otakku sendiri. Bisa-bisanya dia mengaitkan antara peristiwa bang Fahri yang hampir meninggal dengan orang terakhir yang ada di ruangan itu, yang tak lain adalah bundaku sendiri.
Bahkan aku sendiri yang sudah mendengar nama bunda di sebut dari mulut bang Fahri sendiri tidak kepikiran ke arah sana. Tapi, kenapa Habib bisa? Ya, kuakui otak suami yang sempat kuliah di Belanda ini memang jauh lebih cerdas dariku, bahkan kecerdasannya bisa melebihi rata-rata.
"Mas akan ke rumah sakit, besok!" putus Habib lalu menutup laptopnya setelah menyelesaikan berkas resign kampus yang dia ketik sendiri.
Dia kemudian menghabiskan tehnya dan menaruh gelas bekas itu ke wastafel untuk dia cuci sendiri. Mendengar keputusannya tadi, membuatku jadi mengerjapkan mata sambil berpikir akan keseriusan ucapannya.