"Apa kamu lupa jasa Fahri padamu selama ini? Dia sudah menampung kamu selama kuliah di Jakarta, jadi sekarang saatnya kamu membalas kebaikannya!"
Bingung, kaget, heran dan tidak tahu harus apa. Aneh saja mendengar bunda meminta seperti itu padaku, rasanya seperti ingin ... "Hah? Kenapa harus aku?"
Bu—bukan berarti aku tidak mau, justru aku akan sangat senang jika bisa meringankan beban mbak Anisa untuk merawat bang Fahri. Lagi pula itu sama sekali bukan hal yang sulit, mengurus abang angkat sudah menjadi kewajiban bagiku.
Tapi ayolah, kenapa cara bunda bicara harus seperti itu? Tentu saja ekspresi wajah ini otomatis berubah ke mode bingung dengan tatapan penuh tanda tanya. Jasa? Bunda berbicara soal jasa? Apa dia tidak salah?"
"Kenapa? Kamu tidak mau?" tanya bunda pula dengan ekspresi menantang.