Sejak kecil, aku sudah mengenal Farida. Tapi ternyata itu saja belum cukup untuk membuatnya menyayangiku selayaknya kakak pada umumnya. Dia terus saja mengarang cerita tentang ini dan itu demi membuat dirinya seolah menjadi korban atas perbuatan yang sama sekali tidak pernah kulakukan.
Kali ini bukan hanya aku yang geram, tapi mbak Anisa juga tidak kalah geramnya. Dia bahkan sampai menuntut tanggung jawab pada Farida dengan mengatakan bahwa adik bungsu kami itu akan mempertanggung jawabkan perbuatannya nanti.
Dan saat ini mbak Anisa sudah kusuruh istirahat di sofa yang tersedia di ruang rawatku sementara sembari Habib menjaga bang Fahri di ICU. Melihat mata panda itu terlelap, aku jadi merasa kasihan pada kakak iparku satu ini.
Dia pasti sangat terpukul. Dalam keadaan hamil muda, dimana suami yang seharusnya ada menjaganya, kini malah terbaring lemah di pembaringan rumah sakit. Mbak Anisa harus melakukan tugas rumah sendirian, mengurus Azka dan juga keperluan sekolahnya.