Pintu mobil baru saja hendak terbuka ketika Habib ingin memintaku masuk ke dalamnya. Tapi sebuah tangan datang tiba-tiba mendorong pintu untuk kembali tertutup. Pandangan kami berdua langsung mengarah pada sang pemilik indra peraba, dan ternyata dia adalah Umar.
Aku mengernyit bingung sambil melihat Umar yang saling menatap dengan Habib. Mereka seperti anak SMA yang sedang jatuh cinta saja. Pandanganku beralih pada jok belakang mobil Habib yang kosong, Aisyah memang tidak ikut ke persidangan, karena abi melarangnya.
"Lebih baik Aisyah di rumah saja, nanti kalau ada apa-apa di sana malah repot." Begitulah kata abi sebelum kami pergi.
Abi memang tidak pernah marah pada Aisyah, bahkan saat dia tahu kalau Habib menghamili adikku itu. Abi hanya kecewa pada Habib, karena dia pikir Aisyah hanyalah korban atas nafsu anaknya yang tak bisa di kontrol.
"Mau apa kamu?" tanya Habib pada Umar.
"Aku ingin bicara dengan El, berdua saja," jawab Umar sambil melirikku.