Di sebuah pemakaman umum, Habib memberhentikan mobilnya. Tepat di depan gerbang, aku turun dari mobil dan melihat dengan jelas plang nama TPU yang di dijadikan sebagai tempat ayah di makamkan.
Dua bulan lalu, aku datang ke sini bersama keluarga yang lain untuk memakamkan ayah. Dua bulan lalu, air mata semua orang membanjiri salah satu nisan. Dua bulan lalu, ada penyesalan yang tersemat di hati Habib.
Dan sekarang, aku kembali datang ke sini, ke makam yang sama dengan nisan bertuliskan nama ayah, Abdullah. Makanya sudah di penuhi beberapa rumput liar, tapi itu sama sekali tidak menghalangiku untuk tetap duduk di samping nisannya sambil mengusap tanah.
Air mataku kembali jatuh ketika mengingat peristiwa besar hari ini. Peristiwa yang sudah di rencanakan Habib dan menjadi awal kekecewaan semua keluarga. Dimana Farida mengakui kesalahannya dua bulan lalu dan harus di penjara.
