Usai sarapan pagi ini, aku dan umi pun bersiap. Berat rasanya hati ini ingin melangkah, seperti ada beban berat yang dipikul, sampai-sampai bernapas pun sulit. Umi menyuruhku mengenakan baju gamis panjang pemberian darinya dengan corak batik.
Sehelai hijab pasmina juga dia berikan sebagai pelengkap outfit-ku pagi ini. Mataku turut berkaca-kaca ketika memandang pakaian itu di tempat tidur. Indah sekali, sayangnya pakaian itu harus kukenakan untuk mempersiapkan acara pernikahan kedua suamiku sendiri.
Pedih memang, bahkan bisa kupastikan jika adikku yang ada di posisi ini, maka dia tidak akan kuat. Bahkan aku sendiri pun hampir tak kuat, tangan lemas ini meraih baju itu dengan setitik air mata yang menetes.
Dan tanpa sepengetahuanku, Habib nampak berdiri di depan pintu kamar mandi sambil memandangi tubuh istrinya ini. Tangan kokoh itu mengepal kuat, memberi kesan marah yang terpendam.
"El? Kamu sudah mau berangkat?" tanya Habib dan seketika aku terkesiap.