Tidak sulit melayani suami, tidak juga sulit membuat suami tersenyum dipagi hari. Bagi Habib, cukup dengan membuatkan teh untuknya saja sudah bisa membuatnya tersenyum. Meski rasanya enggan melakukan kebiasaan ini, tapi aku tidak bisa menolak permintaan Habib.
Setelah dia pulang dari masjid subuh tadi, dia cepat-cepat meminta segelas teh hangat padaku. Dan saat ini dia sedang mengganti pakaian dikamar.
"Apa hak-mu melarangku mencintai El?"
"Aku suaminya, jelas aku berhak melakukan apapun padanya!"
"Begitu ya? Kamu berhak melakukan apapun padanya, termasuk menyakiti perasaannya, begitu?!"
"Tutup mulutmu dan berikan buku itu padaku!"
Tiba-tiba aku mendengar suara orang berdebat di lantai atas. Itu seperti suara Habib dan Umar, tapi kenapa mereka bertengkar? Suaranya cukup keras, sampai membuat bunda dan mbak Anisa yang masih sibuk di kamar mandi mendadak keluar.
"Ada apa itu, El? Kenapa Habib marah-marah?" tanya mbak Anisa.