Violet menaiki kereta kudanya bersama Glorya. Terlihat Violet begitu risih dengan baju yang begitu tradisional ini, ditambah riasan wajah yang menurutnya sudah berlebihan.
"Tuan Putri terlihat sangat cantik hari ini. Aku yakin pangeran-pangeran akan terpana melihatnya," puji Glorya.
Violet menampiknya, "Bisa saja kau. Padahal kupikir, kau lebih cantik daripada diriku." Tentu Violet berkata seperti itu. Dulu, saat menjadi Alana saja dia tidak memikat laki-laki manapun. Dia itu cupu. Kerjaannya cuma buku dan kue saja.
"Tuan Putri, yakinlah denganku. Apa Putri tadi tidak bercermin? Aku saja takjub melihat Putri," kilah Glorya.
Violet diam, dan kembali bicara lain. "Masih jauh kah?"
"Tidak, hanya lurus sebentar lagi. Oh, ya. Putri harus tahu. Sebelumnya Putri itu senang akan ikut pemilihan permaisuri ini. Namun, sepertinya yang aku lihat sekarang lain. Wajah Putri terlihat biasa saja."
Violet tidak menanggapinya. Karena memang dia bukan Violet yang dimaksud. Duh, sulit sekali menjelaskan mereka yang tidak pernah akan percaya.
Saat Violet memandangi pohon-pohon besar yang begitu rindang, ada kupu-kupu yang sama terbang mendekatinya. Tidak lama kupu-kupu itu hilang. Violet mulai berkomentar, "Apa di sini banyak kupu-kupu warna biru?"
"Kupu-kupu biru? Aku belum pernah melihatnya. Kata orang, itu kupu-kupu langka putri. Apa Putri pernah melihatnya?"
Violet menjawab santai, "Apa kau tidak lihat ada kupu-kupu itu tadi?"
Glorya nampak gelisah sekarang. Dia memandangi segala arah, lalu bertanya, "Apa putri tahu tanda ketika orang melihat kupu-kupu biru?" Violet menggeleng. Glorya mendekatkan dirinya pada Violet. Kemudian berbisik.
Tidak lama, Violet mendengar gerbang kerajaan dibuka. Violet segera turun bersama Glorya. Kerajaan yang begitu besar.
"Barang-barang putri sudah dibawa oleh pelayan di sini. Maaf putri, aku hanya ikut sampai di sini karena peraturan. Tidak ada yang boleh menemani semasa pencarian permaisuri. Aku akan berdoa semoga putri mendapatkan yang terbaik. Pangeran Aries, dia pangeran yang terbaik di sini."
"A-aku tidak tahu harus berbuat apa," beo Violet.
"Tenang putri, ah, itu pelayan untuk putri. Silakan ikut mereka. Di sana akan ada beberapa putri raja."
"Baiklah, kau hati-hati di jalan."
"Kau juga putri. Hati-hati di sini. Aku harap kau tidak akan mengalami masalah."
Violet mengangguk. Lalu menatap Glorya yang sudah masuk kereta kuda lalu pergi menjauhi istana.
"Mari putri violet. Semua orang sudah hadir di aula istana."
"Ah, iya."
***
Violet duduk berjejeran dengan ketiga putri yang ada. Mereka ada Aurora, Scarlett, Hinata.
"Kita menunggumu sejak tadi, putri Violet."
Violet menoleh, mendapati Scarlett sudah menatapnya tajam. Seperti menandakan ketidaksukaan. "Kau mengenaliku?"
"Bodoh. Nama kita semua terpampang di depan. Lagi pula siapa yang tidak mengenalimu? Putri angkuh."
Hei. Sepertinya Violet harus memberikan cermin yang begitu besar untuk Scarlett. Bisa-bisanya mengatai angkuh. Tidak ngaca dirinya lebih angkuh sekarang. Mana judes sekali.
"Karena putri sudah lengkap. Izinkan saya memperkenalkan pangeran Nuvoleon."
Bunyi gong ditabuh dengan keras. Rasanya kuping Violet hampir pecah dibuatnya.
Semua pangeran yang duduk memperkenalkan diri. Namun, ada satu yang menjadi fokus bagi Violet. Kursi kelima pangeran kosong.
"Di mana pangeran yang satunya lagi?" tanya Violet pada Scarlett.
"Kau, selain angkuh ternyata cerewet dan banyak ingin tahu."
"Aku hanya bertanya. Tidak masalah jika tidak ingin menjawabnya. Aku rasa di sini yang angkuh itu kau." Mendengar perkataan dari Violet, Scarlett menatapnya bak burung elang yang siap menerkam ular seliweran di sawah. Violet menyengir melihatnya. Sepertinya tipe seperti Scarlett tidak bisa diajak bercandaan.
"Penting apa pangeran Altair datang? Dia hanya pangeran yang dikabarkan tidak pernah dianggap di kerajaan ini. Dia itu pembawa sial. Semua orang membencinya," jelas Scarlett.
Altair? Sepertinya ayah Violet pernah mengucapkan nama itu.
"Lagi pula kita hanya berempat. Tidak ada satupun dari kita yang akan mau dengannya."
"Kau tidak mau, Putri Scarlett?"
Scarlett justru mengerutkan keningnya. Lalu berbalik tanya, "Apa kau mau terkena sial karena menikahinya? Ambil jalan mulus saja. Pilih pangeran lain, asal jangan Winter."
***
Violet mencari-cari keberadaan kamar kecil di sana. Tiba-tiba saja dia ingin buang air kecil. Sialnya, semua pelayan ada di aula. Violet memang bodoh tidak memanggil salah satu dari mereka tadi.
Violet benar-benar tidak tahan. Dia memegangi perutnya dan berlari linglung. Sampai dia ditabrak seseorang. Violet yang jatuh. Dia tersungkur. Sepertinya hidungnya yang pesek akan tambah tenggelam ke dalam.
"Awh, jalannya lihat-lihat dong. Jatuh sakit tahu!" Violet membersihkan gaunnya. Lalu memegang hidungnya yang kecil itu.
Violet menatap seseorang yang menabraknya tadi. Laki-laki dengan pakaian serba hitam dengan tatapan mematikan. "Mata kau saja yang tidak dipakai," tuturnya. Dia kembali berjalan menghindari Violet.
"Hah? Kau saja yang tidak pakai mata! Dasar tidak tanggung jawab, menabrak asal pergi saja. Pantas saja kejadian ini sudah sering aku temukan di duniaku. Ternyata awal mulanya dari kau."
Laki-laki itu berhenti dan berbalik. Tatapannya begitu dingin, apalagi dengan iris mata hijau miliknya. "Kau tahu aku siapa? Berani-beraninya berbicara itu padaku!"
"Kau sendiri tidak tahu aku siapa heh? Aku seorang putri yang sedang ikut pencarian permaisuri. Kalau raja tahu soal ini, kau sudah pasti dipecat dari pengawal," balas Violet.
"Oh, jadi putri pendek ini ikut pemilihan permaisuri? Dan, oh ho! Lancang sekali dirimu mengataiku pengawal!"
"Terus aku harus menganggapmu apa? Kau seorang pangeran? Jangan mimpi! Pakaian mu saja seperti habis melayat saja."
Laki-laki itu tampak bingung dengan bahasa Violet. "Sudah pendek, tidak tahu diri, menggunakan bahasa alien lagi."
"Kau yang tidak tahu diri. Aku akan bicara dengan raja setelah ini. Oh, atau ketika aku sudah mendapatkan pangeran Aries, aku akan memintanya untuk menebas kepalamu!" sembur Violet.
Laki-laki itu tertawa. Lalu berkomentar, "Kau bukan tipe idealnya. Aries sudah pasti tidak akan memilihmu."
"Lancang sekali kau!"
Violet hampir ingin memukulnya jika pengawal tidak tiba-tiba datang.
"Maaf, pangeran. Anda ditunggu di aula. Bagaimanapun juga kau ikut andil dalam pemilihan permaisuri ini."
Violet membentuk mulutnya menjadi 'O'. Apa dia tidak salah dengar. Pengawal tadi menyebutnya dengan pangeran? Tapi ... Dia tidak seperti pangeran. Lebih cocok jadi pengembala domba.
"Aku juga akan ke sana tanpa kau datang." Laki-laki itu pergi. Sekarang hanya menyisakan Violet dan pengawal itu.
"Maaf, tadi itu bukannya pengawal juga sepertimu?"
Pengawal itu membungkuk. "Bukan tuan putri. Dia pangeran kelima kerajaan ini. Dia pangeran Altair."
Mendengar jawaban itu, rasanya Violet ingin jatuh pingsan. Jadi, tadi itu Altair? Astaga tamatlah riwayatnya! Apa dia langsung didiskualifikasi? Oh ho! Ayah Violet akan marah nanti.
***
"Tuan putri harus bisa memanah dan berkuda. Jadi, siapa yang akan sampai duluan dan tepat sasaran akan mendapatkan pangeran sesuai maunya."
Violet menghela napas panjang. Jangankan berkuda. Menunggangi kambing saja dia tidak becus. Apalagi kuda yang segede gaban ini? Dan, memanah? Haduh, bisa-bisa panahnya mencolok matanya sendiri.
"Kau harus memilihku untuk menebus kesalahanmu, putri Violet."
Violet yang baru saja mengambil peralatan panah dan berkuda tiba-tiba langsung merinding dengan suara menakutkan itu. Violet langsung menoleh. Dirinya melotot saat mendapati Pangeran Altair menatapnya begitu tajam.