Chereads / Magic Mirror / Chapter 5 - Rahasia Altair

Chapter 5 - Rahasia Altair

Violet masih diam menatap Gemaya yang berdiri sambil menjulurkan tangannya. Violet tidak bisa berpikir sama sekali. Setelah menolaknya mentah-mentah di istana tadi, kini dia datang tanpa diantar dan bersikap sedikit lebih lembut.

"Kau tidak ingin membalas uluran tanganku?" tanyanya yang membuat lamunan Violet berakhir. Violet membalas tangan Gemaya. Namun, saat berjalan, kakinya justru terasa sakit di bagian lutut. Saat itu juga Gemaya bertanya, "Kaki mu sakit, putri Violet?"

"Ah, entahlah. Aku baru merasakannya sekarang."

Winter menyibak rok Violet dengan kasar, lalu melihat ada luka yang sudah mengering di lututnya. Violet mundur, maksudnya, kenapa Gemaya bersikap lancang seperti ini.

"Oh, maafkan aku. Aku tidak sengaja. Kakimu terluka. Bisa berjalan?" katanya diakhiri pertanyaan.

Violet ragu untuk berjalan. Aneh saja, kenapa dia baru merasakan lukanya sekarang. Mungkin ini akibat jatuh karena ingin menaiki kuda bersama Altair, pangeran brengsek itu. Meninggalkan seorang perempuan sendirian di hutan. Bagaimana jika Violet kenapa-kenapa? Untung saja ada Gemaya!

Gemaya duduk, memberikan punggungnya. Hal itu membuat Violet bingung. "Ada apa? Punggungmu sakit?" tanya gadis itu.

Winter menoleh dia berdecak kesal. Bodoh mungkin batinnya. "Akan aku gendong. Aku tidak menerima penolakan. Kalau kau menolak aku tidak ingin menunggu jalan pincang mu," balasnya.

Violet segera naik ke punggung Gemaya. Gemaya mulai berjalan, dan Violet mulai bertanya, "Kau jalan dari istana? Maksudku, bukankah kau tadi tidak pergi? Lalu kenapa tiba-tiba kita bertemu?"

"Kau selain menyebalkan, juga cerewet ya. Aku hanya mencari udara segar tadi. Seharusnya aku menunggangi kuda, tetapi aku tidak tertarik. Terus kau bertanya soal kita bertemu? Aku berniat minum saja tidak lebih. Eh bertemu denganmu," terangnya. Namun, membuat Violet semakin penasaran. Penjelasan yang diberikan Gemaya seperti tidak benar-benar jelas.

"Oh begitu."

"Di mana pangeran Altair?" tanya Gemaya.

"Pangeran sialan itu meninggalkan diriku. Aku bahkan ingin menangis tadi karena sikap bodohnya." Mendengar jawaban Violet, Gemaya refleks menjatuhinya. Violet meringis hingga mengaduh. Apa Gemaya dan Altair juga suka melihat orang-orang jatuh heh?

"Jangan menyebutnya pangeran sialan." Suara Gemaya tiba-tiba saja menjadi dingin.

"Dia meninggalkan diriku sendirian di hutan! Di mana hatinya eh?" Violet sedikit meninggikan suaranya.

"Dia punya tugas lain yang lebih penting."

***

"Kau dari mana saja? Pangeran Altair bahkan sudah santai sejak tadi." Scarlett bersuara tidak menatap Violet karena matanya tertuju pada seseorang.

"Ternyata di balik sikap cuek dan dinginnya dirimu. Kau punya hati ya? Lihat bagaimana cara kau menatap pangeran Winter."

Scarlett langsung menoleh dengan pandangan tajam. "Jangan berdalih. Aku bertanya, tidak perlu mengurusi tentang diriku," ujarnya.

"Aku ditinggal. Untung saja ada pangeran Gemaya. Kalau tidak, mungkin aku tetap di hutan meraung-raung minta tolong," terang Violet.

"Dasar, brengsek. Meninggalkan perempuan sendirian di hutan." Umpatan Scarlett membuat Violet bertanya tentang satu hal, "Maaf, aku sedikit kepo. Kau terlihat begitu membenci Altair. Ada apa? Maksudku, sepertinya tidak dengan berita dirinya yang pembawa sial itu."

"Sudah kubilang, Vi. Jangan mengurusi urusanku."

***

Violet baru saja ingin memejamkan matanya. Namun, dia terusik oleh suara banyak orang di dekat kamarnya. Violet memilih untuk keluar dan mengikuti asal suara itu. Suaranya terdengar seperti kegaduhan. Sungguh, Violet saja terganggu.

Di balik tiang besar, Violet sembunyi. Di sana ada Pangeran Altair dengan pangeran-pangeran lainnya. Violet tidak bisa melihat jelas, tetapi pendengarannya masih baik untuk saat ini.

"Lihatlah dirimu Al. Kau bukan manusia seutuhnya. Kami lelah dengan harus menutupi semuanya. Kesialan yang kau buat ini karena kau juga berdarah serigala." Gemaya bersuara begitu lantang. Hingga tangan Altair mengepal kuat, matanya tiba-tiba saja berubah hijau terang.

"Aku juga tidak ingin dilahirkan seperti ini!" balasnya dengan nada tidak kalah tinggi.

"Hanya anggota kerajaan saja yang tahu soal aib ini. Dan, seharusnya kau tak ikut dalam ajang pencarian permaisuri. Kau harusnya berada di kastilmu sendirian bersama hewan-hewan itu!" Libra menimpalinya.

Belum juga Altair membalasnya, Gemaya sudah menodongkan samurai panjang di dada Altair.

"Berharap gadis-gadis itu menyukaimu? Bahkan, aku juga tahu kau diam-diam menyukai Aurora. Cih, Aurora lebih pantas untuk Aries."

Altair mengepalkan tangannya. Dengan berani dia memegang ujung samurai itu, hingga tangannya berdarah-darah. Meski tidak terlihat sempurna, tetapi Violet di balik tiang itu, menutup mulutnya. Sebenarnya ada apa? Apa rahasia yang dimaksud mereka? Kenapa Altair seperti dibedakan di sini.

"Dasar hewan kaparat!" Gemaya menusukkan samurai itu di dada Altair. Hingga membuat Altair meringis. Dia memegangi dadanya.

"Jangan karena kau hanya berbeda sedikit denganku. Kau bisa berleha-leha, Al. Kau bukan manusia sempurna. Kau itu serigala! Pembawa sial dan aib bagi kerajaan ini!" imbuhnya.

"Cukup, Gemaya!" Aries kini turun tangan. Dia meninggikan suaranya pada Gemaya. laki-laki itu menyunggingkan senyumnya. Lalu melempar samurai itu, dan pergi dari sana.

Mendengar perkataan dari Gemaya. Violet benar-benar menutup bungkam mulutnya. Matanya melotot, hingga menyisakan bulu kuduk yang sudah berdiri jenjang. Jantungnya berdetak kencang. Jadi ... Altair adalah ...?

"Sedang apa kau di sini?" Violet terkejut. Winter sudah di hadapannya dengan tatapan tajam yang menusuk. Violet seperti kepergok sekarang. Dia bahkan tidak tahu akan menjawab apa.

"Aku sedang bertanya pada mu tuan putri Violet. Kau tidak sedang menguping pembicaraan orang lain bukan?" tanyanya lagi.

"A-aku, aku kebelet buang air kecil. Aku bahkan baru sampai dan kaget melihat pangeran Altair sudah begitu Dia kenapa?" Violet memilih pura-pura tidak tahu saja agar riwayatnya masih aman. Bisa-bisa ditebas langsung kalau mengaku.

"Jangan ingin tahu tentang orang lain. Kau ingin buang air kecil kan? Silakan."

Violet memajukan bibirnya membentuk kerucut. Lalu pergi dari hadapan Winter. Ah, padahal Violet memiliki banyak pertanyaan di kepalanya.

***

Violet tidak bisa tidur. Dia ingin tahu apa yang baru saja ia lihat dan ia dengar. Akhirnya, gadis itu memilih berjalan dan merasakan angin malam di balkon. Saat menyibak gorden dan membuka jendelanya. Alangkah terkejutnya, Violet mendapati Altair tengah terluka. Lukanya belum mengering, masih sama sejak di mana Gemaya menusuknya.

"Oh, astaga. Sedang apa kau di sini?!" Violet bertanya dengan nada tinggi. Altair mendengus lalu bertanya balik, "Bisakah kau tidak berteriak?

"Kau, kau mengintip ku heh?" Violet berkacak pinggang.

Altair tidak menghiraukan ucapan Violet. Laki-laki itu memegang dadanya yang terus berdarah. Tangannya juga belum dibalut. "Astaga, ada apa denganmu?" Violet berakting tidak tahu apa-apa. Altair menatapnya dalam, lalu menjawab, "Aku terjatuh dan batang kayu kecil menusuk dadaku. Tidak seberapa, tapi sakit sekali."

Ingin rasanya Violet membantah. Padahal gadis itu juga tahu sebab terjadinya luka itu.

"Sebentar." Violet masuk, dan kembali dengan beberapa kain yang dibawa dari kerjaannya. Gadis itu menyentuh tangan Altair. "Agar darahnya tidak terus keluar. Kau harus menyumbatnya. Kalau saja betadine sudah diciptakan. Mungkin akan lebih mudah," ungkap Violet.

Altair meringis, dengan kerutan di keningnya. Dia pun bertanya, "Betadine? Makhluk seperti apa itu? Apakah ada monster di sini?"

"Kau ini, sudahlah. Biar kujelaskan kau tidak akan paham. Sudah, giliran luka di sini. Kau bersihkan saja dengan kain dan air ini. Aku tahu kau akan menolaknya jika aku membantu."

"Lakukan saja. Aku tidak akan menolak." Violet hampir berdiri. Namun, mendengar suara dari Altair, Violet mengurungkan niatnya. Gadis itu tersenyum, melihat Altair tidak tersenyum membalasnya, Violet segera membasahi kain dan membersihkan darahnya.

Altair menatap lekat pada Violet yang begitu tenang mengobati lukanya. Hingga beberapa saat, Altair bersuara. "Menikahlah denganku, Violetta."