3 hari sudah masa Orentasiku berlalu, ada sedikit rasa aneh, yang mungkin susah di jelaskan, aku tak bisa lagi dekat-dekat, mengikutinya kesana kemari, perundungan yang biasa terdengar saat aku dan dia bersama-sama, juga tak lagi kudengar.
Semua mata yang menatapku sudah beda, mata-mata dari para gadis yang iri dengan posisiku kini kembali normal, kebanggaan dekat bersamanya tak lagi ku rasakan.
Hulf. Rasanya seperti kehilangan sesuatu saja. Tapi apa? Atau aku mulai menyukainya? Tidak!
Pagi itu, aku berangkat sangat pagi, kulihat para siswa-siswi baru nampak bergerbol di depan dinding, di mana di sana tertempel sebuah papan penguman.
Aku lihat dalam papan pengumuman, nama-nama kami semua sudah tertulis rapi pada kertas-kertas yang tertempel di sana, semua telah di urutkan berdasarkan nomor absensi di dalam kelas masing-masing.
Aku yang memiliki tinggi badan semampai tidak seperti mereka yang bertubuh tinggi, dari belakang aku tak bisa melihat, namaku tercantum dalam kelas apa?
Begitu semua siswa-siswi bubar untuk masuk kedalam kelasnya, aku berusaha melihat namaku berada di kelas mana, badannku yang memiliki tinggi badan semampai, terpaksa harus meloncat-loncat, karna papan ini terlalu tinggi untukku.
Belum sempat aku ketahui dikelas apa aku kan belajar, tiba-tiba terdengar suara yang megejutkanku dan seketika itu juga aku menoleh ke belakang.
"Kamu berada di kelas B Rubby. Yah kita tidak sama dong! Aku di kelas D," kata suara itu, yang bagiku tidaklah asing, ketika aku meliat ke arahnya.
Ya memang tidak asing, dia satu gugus denganku, tapi tidak sekelas denganku nanti, wajah siwa yang nampak beda dengan siswa lain, karna wajahnya seperti ada campuran arab-arabnya.
Dan ya aku ingat, dia cowok yang angkat tangan dan mengajukan pertanyaan padaku waktu itu, uda punya pacar apa belum.
Badannya tinggi besar kulitnya putih hidungnya mancung sekali. Dan rambutnya yang nampak hitam dan lebat serta matanya yang coklat, seoalah mendekati sempurna.
Tapi pesonanya tak akan bisa menandingi Seniorku Rizky.
By the way mereka jadi kakak adek kayaknya pantes-pantes saja.
"Kenalin aku Arif, dulu kita satu gugus," katanya sambil menjulurkan tangan kanannya mengajak bersalaman.
"Rubby. Ia aku tau kok, kamu yang duduk di bangku belakang paling pojok, kan?" jawabku sambil menjabat tangannya.
"Perhatian juga ya kamu sama aku!" jawabnya
"Ah ga juga, kebetulan aku lihat saja pas berdiri didepan kelas aku bisa melihat semuanya," kataku sewot.
"By the way, Kamu sebenarnya bukan pacarnya kak Rizky kan? Dan kalian pada saling kenal waktu MOS kemarin," katanya yakin.
"Iya benar. Kok kamu tau dan yakin gitu?" tanyaku heran.
"Iyalah! Kami tinggal serumah, kami ini keluarga besar, papanya adalah om ku, dia anak tunggal om dan tanteku," jelasnya.
Akupun mengangguk tanda mengerti, dan kini aku faham kenapa mereka mirib memang ada hubungan darah yang masih sangat dekat.
"Kok bisa kalian serumah gitu Rif?"
"Iya, anak kakek nenek kami kan 3 pertama tante Fatimah, ke 2 om Ahmad papanya kak Rizky dan ke 3 mamaku dan mereka semua tetap tinggal dalam serumah ga bole misah"
"Wow, seru juga ya!"
Diapun tersenyum dan mengankat sebelah alisnya.
Tak lama kemudian bell berbunyi, dan kamipun misah masuk kelas masing-masing.
Aku memilih bangku paling depan tepat di depan meja guru, agar aku bisa dengan mudah menerima apa yang dijelaskan oleh guruku.
Serta jika di depan aku akan mudah kosentrati, karna jika dekat dengan meja guru maka pasti kami ga akan berani bercanda dengan teman sebangku.
Kembali aku bertemu dengan Zizie, dia yang dulu duduk di bangku sebelahku, dia minta sebangku denganku, dengan senang hati aku persilahkan.
Dia tersenyum padaku, dan mulai saat ini aku berteman baik dengannya.
Jam pelajaran pertamapun habis, bel berbunyi tanda jam pelajaran ke dua, setiap mata pelajaran kami melewati dengan baik, dan setiap guru yang membawakan mata pelajaran juga tergolong asik, tidak begitu killer dan keterangannya mudah di fahami.
Bell tanda istirahatpun berbunyi, murid-muridpun berhambur keluar kelas begitu guru kami keluar meninggalkan kelas lebih dulu.
Tapi tidak denganku, aku masih ingin di kelas dulu, menunggu suasana kelas benar-benar sepi, dan Zizie pergi ke kantin dulu karna ajakannya tidak aku idahkan.
Aku sebenarnya masih penasaran dengan sosok yang sedari tadi berdiri di pojok depan sana, dia terus saja memandang ke arahku.
Sebelum aku melangkah mendekatinya, sosok itu sudah pergi menembus tembok.
Sudah kuduga dari awal, Gadis itu bukanlah manusia. Tapi aku heran, kenapa melihatiku terus, mana pakai seragam putih abu-abu lagi.
Seketika badanku merinding, aku tiba-tiba saja merasa takut dan buru-buru meninggalkan kelas, yang di ikuti oleh suara gaduh gelak tawa dari mereka penghuni dari dunia lain, yang ada dikelasku.
"Brugggh.... Aduh...." aku jatuh tersungkur ketika badanku mebarak seseorang.
Dan kulihat tangan itu diulurkan padaku isyarat memberi bantuan untuk berdiri.
Kuraih tangan itu dan aku berdiri. "Arif?" kataku begitu menyadari dia adalah Arif.
"kenapa sih lari-lari gitu? Lagian kenapa kamu berlama-lama di kelas? Oh iya kita ke perpus yuk!" ajaknya
Aku yang memang mau kesana, akupun mengiyakan saja, dan kami berjalan beriringan.
Setiba di perpus aku melihat lagi gadis berseragam yang berdiri di pojok kelasku tadi, dia sekarang duduk sambil membolak balik buku.
Ku ambil buku yang ada di hadapanku asal-asalan dan mengatakan pada Arif, kalau aku mau baca buku yang telah ku ambil, sebagai alasan mendekati sosok itu, karna sedari tadi aku penasaran dengannya.
Sedangkan Arif kulihat dia masih sibuk memilih buku untuk di bacanya.
Dengan badan gemetar dan detak jantung yang sudah tak karuan, aku berani-beranikan untuk duduk tepat didepannya.
Awalnya aku ragu tapi tekat ini sudah bulat dan mantap, ku tarik nafas dalam-dalam dan ku hembuskan perlahan.
"Hey," sapaku ragu.
Sosok itu memandang ke arahku, wajahnya yang sangat pucat sudah menjelaskan dia bukan manusia dia diam sesaat lalu tersenyum, dia lalu pergi berjalan menembus meja-meja dan kursi yang ada di ruang perpus lalu hilang di balik tembok.
Tak terasa sebulan sudah aku bersekolah di sini, tapi sosok hantu wanita itu masih menjadi misteri bagiku, dia tak pernah berkata apa-apa padaku, mengganggu memang tidak, tapi dia selalu saja mengikutiku kemanapun aku pergi, akukan risih.