"Terima kasih," kata Amia. "Itu yang saya perlukan. Katersediaan kamu melatih para karyawan yang belakangan terlihat lembek dan malas."
Ambar tertawa halus, geleng-geleng kepala. Paling tidak ia bisa memahami apa yang sebenarnya dimasudkan oleh Amia.
Yaa, karyawan yang malas bergerak—mungkin pula itu karyawan yang dimaksud adalah para petinggi di satu bidang yang kerjaannya cuman mengawasi, makan, duduk, tidak banyak bergerak. Ya, ia cukup memahami itu.
Dan dari obrolan mereka—baik tadi komunikasi lewat telepon dan sekarang itu—setidaknya, Ambar dapat memperkirakan bahwa gadis di sampingnya kini itu boleh dibilang sangat-sangat sukses. Dengan menyebut karyawan-karyawannya, besar kemungkinan gadis itu pemilik satu atau dua perusahaan.
Bayangkan itu, gumam Ambar di dalam hati,
"Mengenai biaya," lanjut Amia. "Saya tidak masalah, Mbar. Yang penting bagi saya, para karyawan itu bisa kembali bersemangat, bergairah."
"Saya percaya itu," sahut Ambar sembari tersenyum memandang Amia.