Amia pura-pura ngambek, menjauh dari sang kekasih, melipat kedua tangan di dada. Dua pipi menggelembung, bibir meruncing.
Gaya gadis itu benar-benar membuat Rezqi kesulitan untuk tidak tertawa.
"Iya, iya, maaf," ujar Rezqi lagi demi membujuk dara tersebut. "Maaf, sih. Jan ngambek kek gitu lagi, dong."
"Huuh!" dengus Amia lalu memalingkan muka.
Rezqi berdeham agar tawanya tidak keluar. "Ya udah," ujarnya kemudian. "Kamu mau tidur di sini malam ini, silakan. Ak—aku nggak bakal larang."
"Ogah!" sahut Amia dengan ketus.
"Tuh, kan," ujar Rezqi. "Ngambek deh, tuh. Ngambek, deh. Terus aku kudu ngapain lagi?"
"Bodo!"
"Jangan gitu dong, Sayang," bujuk Rezqi lagi sembari menjulurkan tangan demi menyentuh tangan sang kekasih. "Please…"
Amia menggeser badannya dengan meliuk sedemikian rupa sehingga Rezqi tidak dapat menjangkaunya.
"Udah sih," ujar Rezqi lagi. "Kan aku udah minta maaf. Please?"
"Nggak," sahut Amia. "Pokoknya aku ngambek."
"Jangan dong, Yang, please…"