Kebetulan bertemu dengan Ambar, dan kebetulan pula ternyata Ambar bersahabat baik dengan Rezqi. Apa ini tidak terasa terlalu mudah? Terlalu kebetulan?
Tidak, tidak, tidak, pikir Amia. Bagaimanapun, Amia tidak mempercayai hal bernama kebetulan sepeti yang selalu dikatakan Pak Ben kepada dirinya. Semua sudah ada yang mengatur.
"Hemm…"
Amia bergumam seorang diri seraya mengetuk-ngetuk pipinya dengan jemari tangannya yang lentik itu. Lalu, satu senyum lebar muncul di sudut bibirnya kala nama Pak Ben kembali melintas di dalam pikirannya.
Segera gadis itu meraih ponselnya di atas pembaringan, dan langsung saja menghubungi Pak Ben.
"Hallo, Pak Ben," sapa Amia ketika panggilan teleponnya itu dijawab oleh Pak Ben.
"Yup," sahut Pak Ben. "Ada yang bisa saya bantu, Bu Mia?"
"Dibantu, ya? Hemm…"
Lalu terdengar suara tawa Pak Ben dari sambungan komunikasi tersebut. Dan hal ini semakin memperkuat dugaan yang ada di dalam pikiran Amia terhadap semua kebetulan sebelumnya itu.