"Huu, dasar pe-ak!" dengus Ambar pada Steaven.
"Lhaa, elu sendiri?" balas Steaven dengan wajah mengerut. "Sendirinya aja nggak tahu, malah bilang gua pe-ak? Sialan!"
"Lagian," timpal Rezqi membela Steaven. "Kita kan langsung mendaftar di resepsionis tuh resort, bukan via online."
"Nah tuh!" sahut Steaven.
"Halaah," dengus Ambar pula. "Alesan!"
Amia tertawa lagi menyaksikan bagaimana kelima sahabat itu bertengkar hanya gara-gara sama-sama tidak tahu nama resort tempat mereka menginap.
"Ada-ada aja kalian," gumam Amia.
Setidaknya, ada satu keinginan yang tumbuh di dalam hati Amia saat itu juga. Keinginan untuk memiliki teman-teman seperti Ambar dan yang lainnya itu. Selama ini, Amia boleh dikatakan tidak memiliki teman karib. Teman-teman yang ada—selain Pak Ben—hanyalah teman dalam pekerjaan saja. Itupun sudah dapat dipastikan hubungan itu terjadi lantaran Amia yang seorang pemilik perusahaan. Atau, katakanlah para karyawannya itu segan dan menaruh hormat padanya.