Menarik pergelangan tangan Khanza. Dengan teramat paksa, Arif menyuapkan pizza dari tangan kekasihnya itu ke mulutnya. Dari pada si gadis cupu mengamuk atau lebih parah mendiamkannya sampai pulang nanti, lebih baik pemuda itu mengalah. Biarlah perutnya terasa sesak di dalam sana.
Khanza tersenyum kemenangan setelah Arif menelan habis potongan makanan itu.
"Jurus ngambek," sindir sang Mama. "Maafin anak, Tante ya, Rif. Dia emang suka maksa, ngambek kalau nggak diturutin maunya."
"Emang gitu juga di rumah, Tan?" selidik Arif.
"Iya, Rif. Terutama sama, Zay sama Papanya, sering banget marah dia. Nggak tahu, Tante ngidam apa waktu hamil dia."
"Ih, Mama!" rengek Khanza. "Khanza malu," aku gadis cupu itu.
"Semoga saja anak Kakak, nggak kaya kamu, Za," sahut Sisi seraya mengelus perutnya yang masih terlihat rata.
"Kakak!" rengek Khanza manja.
Arif terkekeh geli, apalagi melihat Khanza memanyunkan bibirnya. "Tukang ambekan," ledek Arif mengeraskan tawanya.
