Semesta memberikan pertanda, tapi diri menyangkal hati berbisik bicara. Khanza yakin ini hanya perasaan rana saja, dia hanya tidak terbiasa tanpa sang Kakak di sisinya. Diam tanpa sepatah kata, ia pun hanya memandangi keluar jendela.
Arif berulang kali menghela napas kasar, ingin merayu, membujuk, dan menggombal. Namun posisi mereka yang sedang tidak berdua membuat pemuda tampan itu mengurungkan niatnya.
"Pak kita cari tempat makan sebentar ya?" pinta Arif.
Sontak Khanza menoleh. Sungguh dia tidak ingin makan. Namun belum sempat ia ungkapkan, Mang Usup sudah lebih dulu memecah keheningan di sana.
"Maaf Den. Tuan melarang saya membawa kalian ke mana-mana. Kata Tuan kalian harus langsung ke sekolah dan langsung pulang nanti ke rumah."
Helaan napas pasrah pun Arif berikan. Dia tahu Tuan siapa yang dimaksud di sini, pasti Papa Khanza yang terlalu mengkhawatirkan keselamatan mereka.
"Kamu lapar?" tanya Khanza ia menyadari kalau Arif pum tidak sempat sarapan tadi.