Zay menghela napas menanggapi diamnya dua remaja di depannya. Ini bukan saatnya dia membahas hubungan adiknya, ada hal yang lebih penting harus ia jalankan.
"Rif katanya kamu hari ini mau bawa pembantu kamu ke sini ya?" tanya Zay.
Arif memutar lagi otaknya yang tadi sempat berhenti. "Astaga!" pekiknya seraya menepuk keras dahi.
"Kenapa?" selidik Khanza yang juga melupakan dulu bisikan hatinya.
"Aku lupa Za." Menampilkan deret gigi yang rapi. "Lupa bilang sama Bibi kalau hari ini mau ngajak ke sini," sesalnya.
Ckck. Zay pun menggelengkan kepala. "Makanya jangan kebanyakan main cinta, jadi pelupa," sindir Kakak lelaki Khanza itu.
"Ya sudah kalau begitu suruh Bibi kamu ke sini saja," cetus Khanza. "Bibi nggak sibuk juga 'kan? Pasti dia bisa," sambung Khanza.
"Iya juga," setuju Arif. Menyambar jaket, ia pun merogoh kunci mobilnya. "Ya sudah. Kak Zay, Za, aku pamit jemput Bibi dulu."
"Eits!" cegah Zay menghentikan langkah Arif.
