Kaila Viviana, gadis yang memiliki darah campuran Amerika itu bersenandung kecil di dalam mobil. Pagi tadi dia mendapat kabar kalau dirinya telah diterima bekerja di sebuah perusahaan. Maka dari itu untuk memberi kesan yang bagus, dia memutuskan membeli beberapa baju yang sekiranya pantas.
Dahinya mengernyit heran saat melihat ada beberapa mobil yang berjejer di depan rumahnya. Perasaannya tak enak. Dia tidak langsung memasukkan mobil ke garasi.
Dor!
Suara tembakan dari dalam rumahnya itu lantas membuat Kaila bergegas keluar. Dirinya sempat dihentikan oleh para pria berbaju serba hitam yang berjaga di depan pintu. Namun setelah mengatakan bahwa dia adalah anak dari pemilik rumah, pria itu akhirnya membiarkan dirinya masuk.
"Papa!" teriak Kaila.
Renaldi, papanya itu tengah berlutut di depan seorang pria dengan lengan sebelah kirinya yang mengeluarkan darah. Kaila cukup yakin itu disebabkan luka tembak. Jadi mungkinkah pria itu yang telah menembak papanya?
"Apa yang kau lakukan pada papaku!" Kaila berlari mendekati ayahnya dan menatap pria itu dengan penuh amarah.
"K-Kaila .."
"Oh jadi dia anak yang kau bangga-banggakan itu?" sinis pria itu.
"Tuan, kumohon jangan sakiti anakku. Lakukan apa saja padaku tapi tuan lepaskan anakku. Dia tidak bersalah." pinta papanya sambil menahan rasa sakit di lengannya.
Kenapa papanya sampai meminta pria itu untuk melepaskan dia? Bukankah justru pria itu yang telah melakukan hal buruk pada papanya?
Pria itu menarik Kaila agar berdiri lalu menatap lekat-lekat wajah Kaila. Kaila yang merasa geram menampik tangan pria itu.
"Baiklah." ucap pria itu singkat. Dia kemudian memanggil salah satu pria berbaju hitam tadi dan berbisik.
"Baik tuan." kemudian pria yang Kaila yakini seorang bawahan itu pergi.
Pria itu mengambil pistol yang tadi tergeletak di meja. "Dengar gadis kecil. Aku tidak akan menembak papamu lagi asalkan kau ikut denganku." tawarnya.
Mata Renaldi terbelalak. Dia tidak mungkin membiarkan anak satu-satunya itu ikut dengan Raga. Yah di kota s ini mana ada orang yang belum pernah mendengar namanya. Dia adalah presdir perusahaan s. Orang yang terkenal dengan sifatnya yang begitu kejam dan tak kenal ampun pada hal sekecil apapun.
"Apa kau akan menepati kata-katamu?" tanya Kaila tegas.
"Tentu." sahut Raga.
"Baiklah aku akan ikut denganmu."
"Tidak! Kaila kau larilah. Biarkan papa disini yang akan menahan orang ini!" papanya hendak berdiri namun tidak seimbang karena ternyata kakinya yang sebelah kiri juga ada bekas luka tembak. Disana darah sudah mengalir cukup banyak.
Kaila membantu papanya berdiri, lalu memapahnya untuk duduk di sofa. Dia memanggil bi Susi, pelayan rumahnya yang sejak tadi mengintip dari balik tembok dengan raut takutnya.
Jadi tadi sewaktu Raga sampah di rumahnya, bi Susi yang berniat ingin menjamu tamu majikannya itu dibuat kaget. Raga telah menembak kaki Renaldi dan mengancam jika bi Susi berjalan satu langkah, maka dia akan menembak kepala Renaldi. Sehingga bi Susi hanya diam di tempat. Dia juga tidak bisa menghubungi polisi karena kebetulan ponselnya di tinggal di dapur.
"Maafkan saya nona. Andai saja saya tadi .."
"Bibi lebih baik segera obati papa saja ya." Kaila tersenyum tipis. Tangannya menggenggam erat tangan papanya. Seolah-olah mengatakan kalau dia akan baik-baik saja.
"Cepat ikut aku. Aku masih ada urusan!" teriak Raga. Pria itu lalu beranjak keluar lebih dulu.
"Maafkan papa, Kaila. Maafkan papa." papanya menitikkan air mata. Dia kecewa pada dirinya sendiri karena gagal melindungi putrinya.
Kaila menggeleng pelan. Setelahnya dia mengikuti Raga dengan berat hati.
bersambung...