Kaila hanya menunduk di sepanjang perjalanan. Pikirannya sibuk memikirkan kondisi papanya. Raga yang melihat Kaila diam cuek saja. Sampai akhirnya mereka tiba di rumah Raga, emm lebih tepatnya sih disebut mansion karena ukurannya yang begitu besar.
Setelahnya Kaila keluar dari dalam mobil, mengikut di belakang Raga. Para pelayan sudah menyambut di depan pintu sambil menunduk hormat seakan Raga adalah raja mereka.
"Bersihkan wanita ini. Ingat harus benar-benar bersih. Aku tidak mau dia menyebarkan virus di rumahku." ucap Raga pada pelayan yang lebih tua diantara mereka. Kaila sih cukup yakin orang itu adalah kepala pelayan disini.
Kepala pelayan itu mengangguk. "Baik tuan."
Raga masuk ke dalam rumah lebih dulu. Kepala pelayan itu mengajak Kaila agar mengikutinya. Kaila menurut saja. Mereka berdua menaiki tangga. Di lantai dua ini ada banyak sekali kamar. Entah itu semua berpenghuni atau tidak, Kaila tidak peduli.
Mereka sampai di sebuah kamar dengan pintu tunggal. Kaila sedikit waspada karena kamar-kamar yang lain memiliki pintu ganda. Takutnya di dalam bukan kamar biasa.
Tapi sewaktu kepala pelayan membuka pintu, Kaila disuguhkan dengan pemandangan yang begitu mencengangkan. Kamar itu rupanya didesain dengan apik. Dia yakin gadis kecil manapun akan berpikir kalau dirinya mendadak menjadi seorang putri dari negeri dongeng. Yah itu karena kamar tersebut penuh akan nuansa berwarna merah muda.
Dari dinding, almari, sofa, gorden, tempat tidur, bahkan sampai langit-langit sekalipun berwarna memiliki warna yang senada. Dia jadi agak ragu dengan kepribadian Raga. Hari ini di rumahnya pria itu terlihat memusuhi papanya. Lalu mengapa dia yang selaku anak dari musuh Raga malah diberi tempat tinggal yang seperti ini?
Dia melangkah masuk, dan membuka kamar mandinya. Hanya tempat itulah satu-satunya yang dia harapkan tidak memiliki warna yang sama. Mau putih, biru, coklat, atau hitam sekalipun dia tidak peduli. Asalkan bukan merah muda.
"Huh syukurlah." Kaila menghembuskan napas lega. Yah meski lebih dominan berwarna putih, masih ada beberapa peralatan mandinya yang berwarna merah muda.
"Eh?!" Kaila terkejut saat kepala pelayan tiba-tiba masuk dan hendak menarik bajunya. "Apa yang kau lakukan?"
"Membantu nona mandi." ucapnya santai seakan ini pekerjaannya sehari-hari.
Kaila menepis tangannya."Tidak perlu. Kau tinggalkan aku sendiri."
Kepala pelayan itu berpikir sebentar, lalu mengiyakan. Dia lalu menulis sesuatu di secarik kertas yang Kaila tidak tahu didapatnya darimana.
"Tapi nona harus mengikuti instruksi yang saya berikan." katanya sambil menyerahkan secarik kertas tadi. "Jangan ada yang sampai terlupa, karena saya akan memeriksanya nanti." dia menunjukkan sebuah alat seperti scan yang biasanya untuk mendeteksi adanya barang-barang terlarang. Tapi bedanya yang ini ada tulisan pendeteksi kebersihan.
Gila. Benar-benar gila. Mungkinkah Raga ini memiliki penyakit yang ah dia lupa apa namanya. Ya intinya penyakit tersebut begitu memperhatikan kebersihan yang ada di sekitarnya.
Tapi pada akhirnya Kaila menurut saja. Daripada nantinya harus repot berurusan dengan Raga maka dia akan mandi sesuai dengan urutan pada secarik kertas tadi. Melakukan semuanya tanpa ada yang terlewatkan.
Begitu selesai, Kaila keluar dari kamar mandi. Melirik jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh malam. Oh astaga. Dia hampir membutuhkan waktu dua jam hanya untuk mandi. Ini memecahkan rekor mandinya selama dua puluh tahun.
Tit tit tit.
"Baik sudah selesai." ucap kepala pelayan. "Itu pakaian untuk anda nona." dia menunjuk baju yang tergeletak di atas tempat tidur. Setelahnya dia pergi.
Kaila yang sudah kedinginan itu segera memakai baju tadi.
Krukk.
Dia mengelus perutnya yang keroncongan karena hari ini baru makan sekali, itupun cuma roti. Beruntung, disaat bersamaan Raga membawakan nampan berisi makanan. Kaila awalnya senang. Tapi kemudian dia berpikir kenapa Raga tidak menyuruh pelayan dan malah mengantarkannya sendiri?
"Makanlah. Kau lapar kan?" Raga meletakkan nampan di meja.
Kaila tak menyentuh makanan itu dan hanya melirik Raga. Kemungkinan besar makanan ini ada racunnya, batinnya pasti.
"Kenapa? Tak sesuai selera kah?" tanya Raga. Dia geram karena Kaila tak kunjung menjawab. Wanita itu malah menatap makanan dengan perasaan ngeri.
"Atau kau mau ini dulu baru mau makan?" Raga menarik dagu Kaila agar menatap dirinya. Kemudian dia mendekatkan wajahnya.
Cup.
bersambung~