"Datang?" Aku mengintipnya.
Bibir Hopy berkedut. "Ke studionya. Menurutmu apa yang aku bicarakan?"
Aku memutar bahuku dan melepas jaketku. "Aku suka kamu."
"Tunggu saja sampai kita bercinta. Kau akan semakin menyukaiku."
"Apakah lelucon bercinta pernah menjadi tua?"
"Mereka tidak, tidak."
Aku kembali ke pintu untuk menggantung jaketku di pasak di sampingnya. Melirik ke luar jendela, aku melihat Mini Cooper putih yang familier berayun ke tempat parkir di sampingku.
Perut Aku turun.
Itu jatuh lagi ketika Mely membuka pintu dan memanjat keluar. Dia mengibaskan rambutnya dari wajahnya dan menaikkan tas jinjing di atas bahunya. Dia mengenakan mantel wol merah muda pucat yang elegan dan kacamata hitam pantat besar, dan ketika dia mulai berjalan, aku bisa melihat sekilas lututnya yang telanjang melalui celah di mantelnya. Sinar matahari menyinari kulit mulus dan pucat itu, dan aku teringat akan betapa lembut perasaannya di sana.
