"Kamu jangan sampai telat makan," titah Angga.
Ia masih dalam perjalanan pulang ke villa. Dalam bus yang membawanya pulang, ia menyempatkan diri untuk menelepon Alexa.
Hari masih siang saat dirinya meninggalkan Alexa.
"Aku akan meneleponmu kembali setelah sampai di villa," ujar Angga lagi.
Ia lantas menutup sambungan telepon. Ia mendesah gusar. Matanya menerawang jauh ke luar jendela bus. Ia mengingat wajah Alexa saat terakhir ia berpamitan dengan Alexa.
"Aku harap kamu baik-baik saja di sana," gumam Angga.
Sepanjang perjalanan menuju villa, pikiran Angga tak henti-hentinya memikirkan Alexa. Ia sangat hawatir pada Alexa.
"Hissh ... kenapa bisa berbenturan begini?" rutuk Angga.
Ia sangat tidak mengharapkan kejadian seperti ini secara berbarengan. Angga dihadapkan oleh dua pilihan yang sulit. Ia tidak bisa meninggalkan Alexa dan juga tidak bisa mengabaikan ayahnya yang tengah sakit. Tapi tentu saja, Angga tidak bisa menentukan takdir. Ia hanya manusia biasa.