Setelah mendapat pertolongan pertama pada pelipis Alexa, Angga membawa Alexa pulang ke rumahnya. Dia sangat hawatir dengan kondisi psikologi Alexa yang terguncang akibat insiden yang diakibatkan oleh ibunya.
Sepanjang perjalanan, Alexa terus diam. Tidak ada sepatah kata yang keluar dari mulutnya. Matanya menatap nanar ke luar kaca mobil.
Angga pun ikut terdiam. Dia snegaja memberi ruang untuk Alexa. Dia tidak ingin mengusik hati Alexa yang tengah kacau. Hingga sampai di depan pintu pun, Alexa masih membisu.
"Kamu beristirahatlah. Selamat malam, Alex … " ucap Angga saat sudah di depan pintu kamar Alexa.
"Kamu juga … " jawab Alexa lemah.
***
"Kamu gak boleh menyerah. Aku akan selalu ada di sampingmu."
Alexa membalikan posisi tidurnya. Ucapan Angga yang terngiang di benak, membuat dirinya tidak bisa tidur malam ini. Detik pada jam dinding di kamarnya terus bergerak hingga menunjukkan hampir tengah malam.
Seolah rasa kantuk enggan menghinggapi pelupuk matanya. Dia terjaga sepenuhnya. Entah akibat dari terlalu banyak hal yang berkecamuk di pikiran Alexa atau karena perutnya mendadak sangat lapar.
Alexa beranjak dari tidurnya. Dia berniat ke dapur mencari cemilan pengganjal lapar. Perlahan dia membuka tuas pintu kamarnya dan membukanya pelan. Dia berjalan menuruni tangga. Sesaat kemudian, Alexa memicingkan matanya. Dari kejauhan, matanya seolah menangkap sosok yang tengah duduk di kursi makan.
Dengan langkah ringan, Alexa mendekati sosok itu. Cahay remang membuatnya sulit mengenali sosok itu.
"Astaga! Alex! Kamu mengagetkanku!" seru Angga saat dirinya bangkit dari duduk dan terkaget saat dirinya hendak berbalik menuju kamarnya.
"Aku juga kaget, Ga! Kukira ada maling, kenapa lampunya gak dinyalakan?" cecar Alexa tidak kalah terkejut dengan Angga.
"Kamu sendiri, mau apa ke dapur? Kenapa belum tidur?" Angga balik tanya.
"Aku … gak bisa tidur," sahut Alexa.
"Haish … kenapa gak bisa tidur? Kamu seharusnya beristirahat. Aku gak mau kamu sakit," ujar Angga hawatir.
Alexa menarik kursi lalu mendaratkan bokongnya perlahan di sana.
"Coba, cerita sama aku. Apa yang membuatmu gak bisa tidur? Kamu masih kepikiran dnegan mamamu?" tebak Angga.
Alexa terdiam. Dia sendiri bingung alasan dirinya masih terjaga. Dalam diam, dia mencari-cari apakah memikirkan mamanya yang membuatnya tidak bisa memejamkan mata ataukah hal lain. Hal lain apa?
"Kalau kamu masih memikirkan mamamu, lebih baik kita pikirkan jalan keluarnya besok. Sekarang, kamu arus istirahat. Isi kembali tenagamu buat merawat mamamu besok," ujar Angga penuh perhatian.
Alexa menoleh ke arah kanannya --arah dimana Angga duduk. Netra Alexa kini bisa melihat dengan jelas ketulusan di dalam mata Angga –terlebih lagi karena lampu sudah dinyalakan oleh Angga sebelum dirinya duduk di samping Angga.
"Kenapa? Apa ucapanku ada yang salah?" tanya Angga was-was.
Alexa menggeleng pelan.
"Angga … " panggil Alexa lembut.
"Terima kasih … " lirihnya.
"Terima kasih? Untuk apa? Kamu kenapa, Lex?" tanya Angga kebingungan.
"Terima kasih karena kamu sudah perhatian sama aku. Kamu begitu peduli dan … tetap setia berada di sampingku. Meski secara nyata aku sudah menolak perasaaanmu, tapi sikapmu gak berubah sedikitpun padaku," ujar Alexa.
"Maaf … aku gak bisa menerima perasaan tulusmu padaku," lirih Alexa tertunduk.
Angga menghela nafas berat. Dia berusaha membuang rasa kecewanya saat mendengar kalimat menyakitkan dari Alexa. Dia meraih tangan Alexa.
"Kamu gak usah berterima kasih. Sudah seharusnya aku bersikap begitu padamu. Dan … tentang perasaanku, kamu gak usah merasa bersalah. Kamu gak usah meminta maaf padaku. Aku gak terlalu memikirkan itu," ujar Angga.
Jika berpura-pura bahagia bisa dikategorikan pekerjaan yang berat, maka Angga tengah menjalaninya sekuat tenaga. Ucapannya sangat berlawanan dengan perasaan hatinya.
"Sekarang kamu istirahat," ujar Angga sambil mengantar Alexa kembali ke kamarnya.
"Selamat malam Alex, " ucap Angga setelah mengantar Alexa ke depan pintu kamarnya.
'Bukan tidak! Belum, lebih tepatnya. Kelak hatimu akan terbuka lebar untukku, Alex. Aku akan menunggumu meski haru jutaan tahun lamanya,' batin Angga sambil memijak anak tangga demi anak tangga dengan langkah gontai.
***
"Angga! Angga!"
Alexa menggedor pintu kamar Angga dengan gusar, beruntung pintunya cukup kokoh sehingga tidak mudah ambruk digedor oleh Alexa.
Angga terperanjat dari tidurnya sejak gedoran pertama berbunyi. Dia langsung lompat dari ranjangnya dan berlari mendekati pintu.
Cklek!
Wajah gusar Alexa langsung menyembul dari balik pintu.
"Ada apa, Lex?!" tanya Angga panik.
Belum terucap kalimat jawaban dari Alexa, sebuah jeritan memekak telinga keduanya.
"Aaa ... !!!"
Alexa tiba-tiba saja menjerit. Bagaimana tidak! Dia melihat pemandangan yang membuat wajahnya merona malu.
"Kenapa?"
"It-itu, anu ... !" ujar Alexa sambil menutupi wajahnya dengan sebelah tangannya, sedangkan tangan sebelahnya lagi menunjuk tubuh Angga.
Angga langsung meruntut arah telunjuk Alexa. Dia menatap tubuhnya sediri dan tersadar alasan jeritan dari Alexa. Dia buru-buru menutup kembali pintu kamar.
"Ma-maaf. Kamu tu-tunggu saja di ruang makan!" seru Angga setelah menutup pintu.
"Haish ... Bodoh, kamu Ga! Tadi itu memalukan sekali!" rutuknya.
Angga lantas menyambar kaos serabutan dari lemari bajunya dan dilanjut mengenakan jeans belel kesayangannya yang teronggok di atas lantai.
Ya! Alexa menjerit karena netranya bersirobok dengan dada bidang milik Angga yang tak berpenghalang dengan ditambah pemandangan celana kolor berwarna biru yang menutupi bagian bawah Angga. Memalukan!
Setelah mematut diri di cermin, Angga lantas membuka pintu dan menemui Alexa. Kali ini dia sudah memastikan penampilannya sudah berpakaian lengkap.
"Kenapa, Lex?"
Raut wajah Alexa berubah hawatir.
"Mamaku, Ga ... " sahut Alexa menggantung.
"Mamamu kenapa, Lex?" tanya Angga tak kalah hawatir.
Bukannya menjawab pertanyaan Angga, Alexa malah menyodorkan ponsel ke hadapan Angga. Angga meraih dan langsung melihat apa yang ingin ditunjukkan oleh Alexa padanya.
Sebuah pesan dari dokter Rifda. Dalam pesan itu, dokter Rifda tidak memberitahukan secara detil dari kondisi nyonya Renata. Dia hanya memberitakan bahwa ada yang ingin dibicarakan oleh dokter Rifda pada Alexa perihal kondisi terbaru dari nyonya Renata.
"Aku takut, Ga ... " lirih Alexa.
"Ssh ... Kamu gak usah takut. Bisa saja beliau hanya ingin berbicara hal lain atau malahmembicarakan kemajuan dari kondisi mamamu. Beliau ingin memberitahu secara langsung padamu," ujar Angga mencoba menenangkan perasaan gusar Alexa.
Alexa bergeming.
"Ya sudah, kamu siap-siap saja dulu. Kita ke rumah sakit sekarang."
Setelah mendapat anggukan setuju dari Alexa. Angga pun melakukan hal yang sama, bersiap dan dilanjut menyiapkan mobil. Dalam hati dia berharap, tidak ada hal buruk yang terjadi pada ibunya Alexa. Jika sampai hal itu terjadi, Angga pasti akan kebingungan untuk menghibur sang pujaan hatinya itu.
"Sudah siap? Kita berangkat sekarang."
Angga melajukan mobilnya perlahan.