Mutim POV
Aku tidak tahu, sebutan apa yang pantas disematkan Mbak Dinda padaku. Pelakor, yang terang-terangan datang ke rumahnya bersama ibu mertuanya yang meminta sang anak untuk menikahiku. Meminta mas Andi untuk menjadikanku istri, di rumahnya, di depan istri sahnya. Sungguh kalau pun karena itu Mbak Dinda membenciku, Aku terima.
Ini semua berawal dua minggu lalu. Ibuku yang mengidap diabetes kolaps karena kadar gulanya saat itu mencapai angka lima ratus lebih. Dia menitipkan aku yang sebatang kara ini pada ibu Tun, Tunirah, Ibu mas Andi, istri dari sahabat mendiang bapak, Ibu dari Mas Andi.
Ibuku seorang perantau, semua keluarganya berada di pulau Sumatera, sepeninggalan bapak, Ibu memilih tetap berada di sini hanya bersama denganku. Aku sendiri memilih untuk mengabdi menjadi tenaga pengajar di Pesantren tempat aku menimba ilmu agama. Pesantren yang berjarak dua puluh menit bersepeda. Setiap hari aku berangkat jam setengah tujuh pagi dan pulang setelah salat Asar.