"Ustadz, di mana Abah Zailani dan Abi Sidiq?" tanya Gibran pada Fajar saat berada di halaman luar.
"Aku juga tidak tahu Ustadz, mungkin sudah berangkat lebih dulu." ucap Fajar sambil mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Kyai Haji Zailani dan Ayahnya.
"Assalamualaikum Ustadz, apa Ustadz mencari Abah Zailani dan Abi Sidiq?" ucap salah satu santri yang sedang menyapu halaman.
Gibran menganggukkan kepalanya.
"Apa Akhi tahu di mana beliau?" tanya Gibran dengan serius.
"Abah Zailani dan Abi Sidiq sudah berangkat lebih dulu bersama Ustadzah Fitriah." ucap Santri itu sambil menganggukkan kepalanya.
"Baiklah, terima kasih ya Akhi jaga Pondok Pesantren selama kita pergi." ucap Gibran kemudian masuk ke dalam mobilnya di ikuti Fajar.
"Bagaimana Ustadz, apa kita berangkat sekarang?" tanya Fajar setelah duduk di samping Gibran.
"Hem...kita berangkat sekarang Ustadz. Abah dan Abi sudah berangkat dengan Fitriah." ucap Gibran sambil menyalakan mobilnya dan memanasi sebentar sebelum menjalankannya.
"Kalau Fitriah ikut pergi ke ke Pondok Pesantren Ustadz Ridwan, bagaimana dengan Alief? pasti Ustadzah yang lain tidak bisa mengendalikan Alief." ucap Fajar sambil menekan pelipisnya merasa tidak sanggup dengan kenakalan dan keberanian Alief.
"Ustadz tenang saja, Alief pasti baik-baik saja. Dia hanya perlu perhatian dan kasih sayang saja." ucap Gibran dengan tenang sambil menjalankan mobilnya sedikit lambat.
"Apa yang Om katakan sangatlah benar." tiba-tiba ada suara dari belakang kursi membuat Gibran menghentikan mobilnya dengan mendadak.
"Siapa yang bicara? ayo cepat keluar!" ucap Gibran seraya memutar badannya untuk mengetahui siapa yang bicara.
"Alieeef!!" panggil Fajar dengan wajah terkejut.
Gibran hanya bisa menatap Fajar dan Alief secara bergantian.
Terlihat Alief berdiri membungkuk di kursi paling belakang sambil membetulkan topi yang di pakainya.
"Dialah Alief Ustadz." ucap Fajar pada Gibran yang belum mengenal Alief.
"Bagaimana dia bisa masuk ke sini? bukannya mobil ini di kunci?" tanya Gibran dengan tatapan heran.
"Alief, kemarilah dan duduk di sini." ucap Fajar dengan nafas tertahan.
Tanpa membantah Alief melangkahkan kakinya melewati sandaran kursi agar bisa duduk di kursi di belakang Fajar.
"Bagaimana kamu bisa masuk ke sini?" tanya Fajar menatap penuh wajah Alief.
"Pakai ini?" ucap Alief sambil menunjukkan segerendel kunci tangannya.
"Banyak sekali kunci yang kamu bawa Alief? Jadi kamu juga menduplikat kunci mobil ini? kapan kamu melakukannya?" tanya Fajar semakin merasakan sesak di dadanya mengetahui ada otak kriminal di pikiran Alief.
"Sebelum Om menangkapku aku menyuruh temanku untuk menduplikat kunci mobil ini. Dan khusus alat ini, aku aku bisa masuk mobil yang tidak ada kuncinya. Aku sangat pintar kan Om?" ucap Alief menatap wajah Fajar dan Gibran secara bergantian.
"Kamu!!! kamu nakal sekali Alief!!" ucap Fajar dengan tatapan kesal.
"Tenang Ustadz, tenang... jangan marah pada Alief. Selain dia singa betina yang pemberani dia singa betina yang pintar dan cerdas. Benarkan yang aku bilang Alief?" ucap Gibran dengan jurus mautnya.
Alief menganggukkan kepalanya dengan wajah sedikit memerah mendapat pujian dari Gibran.
"Oh ya Alief, apa kamu sudah tahu namaku?" tanya Gibran dengan tenang.
Alief menggelengkan kepalanya seraya mengambil permen karet dan di berikan hanya pada Gibran tanpa melihat ke arah Fajar.
"Namaku Gibran, kamu bisa memanggilku apa saja. Dan untuk permen karet ini terima kasih. Kenapa Ustadz Fajar tidak kamu beri?" tanya Gibran dengan tersenyum sambil melihat wajah Fajar yang terlihat gemas dengan sikap Alief.
"Tidak!! dia tidak pernah memujiku. Dan lagi dia mata-mata Mama dan Papa aku tidak suka." ucap Alief sekilas melihat wajah Fajar yang semakin muram.
"Aku hanya membantumu saja Alief, bukan menjadi mata-mata orang tuamu." ucap Fajar berusaha menjelaskan pada Alief agar tidak salah paham.
"Kalau Om mau membantuku, biarkan aku pergi. Aku tidak mau tinggal di Pondok Pesantren." ucap Alief dengan kedua matanya berkaca-kaca.
"Hei... kenapa kamu menangis Alief? jangan menangis. Sekarang kamu ikut kita saja keluar kota. Apa kamu mau?" tanya Gibran pada Alief.
"Ustadz ... jangan! kita harus kembali ke pondok biar Alief di jaga Ustadzah yang lain. Kalau Alief ikut kita, pasti akan membuat masalah di sana." ucap Fajar tidak ingin ada masalah karena ulah Alief.
"Lihat Om Gibran! Om Fajar sama sekali tidak mengerti aku. Sama saja dengan Mama dan Papa." ucap Alief dengan bersungut-sungut.
"Alief, dengarkan aku. Ustadz Fajar itu adalah gurumu yang juga menjagamu. Kamu harus percaya padanya, kalau semua yang di lakukan itu untuk kebaikan kamu." ucap Gibran tiba-tiba di kejutkan suara keras yang menabrak mobilnya.
"BRAAKKK"
"Astaghfirullah!! siapa yang menabrak mobil kita!!" ucap Gibran sambil menatap Fajar yang juga terlihat terkejut.
"Ustadz jaga Alief, biar aku melihatnya. Bisa saja orang jahat sengaja menabrak mobil kita." ucap Gibran sambil melihat ke jam tangannya yang menunjukkan pukul sepuluh malam.
"Hati-hati Ustadz." ucap Fajar dengan perasaan cemas.
Segera Gibran keluar dari mobil dan menghampiri mobil merah yang sepertinya pernah di lihatnya.
"Kenapa pemilik mobil itu tidak keluar juga? apa mereka sengaja punya rencana seperti ini?" tanya Gibran dengan pelan berjalan semakin dekat ke pintu mobil.
Kening Gibran semakin mengkerut karena tidak ada tanda-tanda kehidupan dari dalam mobil.
Rasa penasaran menyelimuti hati Gibran, dengan penuh keberanian Gibran melihat dalam mobil dari kaca hitam mobil.
"Astaghfirullah, sepertinya seorang wanita? apa dia pingsan?" tanya Gibran dalam hati sambil mengetuk beberapa kali pintu mobil namun wanita itu tak bergerak di tempatnya.
"Bagaimana ini? pintu mobilnya tidak bisa aku buka." ucap Gibran beberapa kali menarik keras handle pintu mobil tapi tetap saja tidak bisa di buka.
Gibran mulai cemas kemudian teringat pada Alief yang pintar membuka pintu mobil.
Segera Gibran kembali ke mobilnya dan membuka pintu mobil belakang.
"Alief, aku butuh bantuanmu! kamu bisa membuka pintu mobil orang kan? sekarang bawa peralatanmu dan ikut aku." ucap Gibran dengan tatapan penuh.
"Ustadz, apa maksud Ustadz? apa Ustadz akan menyuruh Alief membuka pintu mobil orang?" tanya Fajar menatap Gibran tak mengerti.
"Sepertinya orang yang menabrak mobil kita seorang wanita dan dia pingsan di dalam mobil. Aku sudah berusaha membuka pintu mobilnya tapi aku tidak bisa. Ini sudah malam tidak mungkin juga kita lapor polisi sebelum tahu keadaanya. Hanya Alief yang bisa membantu membuka pintu mobil itu agar kita tahu keadaanya." ucap Gibran menjelaskan pada Fajar agar tidak salah paham.
"Sudahlah Om, jangan dengarkan Om Fajar. Biar aku yang membuka pintu mobil itu." ucap Alief keluar dari mobil dengan membawa alat pembuka kunci.
Fajar mengikuti Gibran ingin tahu siapa wanita yang keluar malam-malam dan seenaknya menabrak mobil orang.
Dengan keahliannya Alief membuka pintu mobil dengan sangat mudah.
Segera Gibran membuka pintu mobil untuk melihat keadaan wanita itu. Gibran sangat terkejut saat mengangkat dan melihat wajah wanita itu.